Istishhab

Revisi sejak 5 April 2014 04.33 oleh Abdullah Al-Khilafah (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Istishhab''' atau '''Istishab''' (Arab : استصحاب)berarti meminta kebersamaan (''thalab al-mushahabah''), atau berlanjutnya kebersamaan. (''istimrar ash-s...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Istishhab atau Istishab (Arab : استصحاب)berarti meminta kebersamaan (thalab al-mushahabah), atau berlanjutnya kebersamaan. (istimrar ash-shuhbah)

Terminologi

Istishhab secara terminologi atau istilah telah dikemukakan beberapa Ulama berikut:

Imam Asy-Syaukani

" Tetap berlakunya suatu keadaan selama belum ada yang mengubahnya."

Maksud dari definisi Imam Asy-Syaukani adalah, pada prinsipnya eksistensi hukum suatu masalah di masa lalu tetaplah berlaku di masa kini maupun yang akan datang, dengan syarat tidak ada perubahan pada masalah tersebut. Tetapi, jika terdapat perubahan pada obyrk hukum tersebut, maka hukumnya juga akan berubah dengan sendirinya.


Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah

"Mengukuhkan berlakunya suatu hukum yang sudah ada, atau menegasikan suatu hukum yang memang tidak ada, sampai terdapat dalil lain yang mengubah keadaan tersebut."

Maksud dari definisi Imam Ibnu Qayyim adalah, suatu hukum baik dalam bentuk positif maupun negatif, tetap berlaku selama belum ada yang mengubahnya, dan status keberadaan hukum tersebut tidak memerlukan dalil lain untuk dapat tetap terus berlaku.

Imam Ibnu Hazm

"Tetap berlakunya suatu hukum didasarkan atas nash, sampai ada dalil yang menyatakan berubahnya hukum tersebut."

Maksud dari definisi Imam Ibnu Hazm adalah, suatu hukum dinyatakan terap berlaku, jika landasannya adalah nash. Dengan demikian, bahwa penetapan hukum tidak cukup ahnya berdasarkan prinsip kebolehan dasar, tetapi harus dikukuhkan oleh dalil yang bersumber dari nash.

Dalil kehujjahan

Istishhab memiliki landasan yang kuat, baik dari segi syara' maupun logika.Landasan dari segi syara' ialah, berbagai hasil penelitian hukum menunjukkan, bahwa suatu hukum syara' senantiasa tetap berlaku, selama belum ada dalil yang mengubahnya. Adapun dari segi logika, dapat ditegaskan logika yang benar pasti mendukung sepenuhnya prinsip istishhab.

Macam-macam Istishhab

Istishhab terdiri atas beberapa macam seperti berikut.

Istishhab hukm al-ibahah al-ashliyyah (tetap berlakunya hukum mubah yang dasar)

Yang dimaksud dengan istishhab bentuk pertama ini adalah, setelah datangnya Islam, pada dasarnya seseorang boleh melakukan atau menggunakan segala sesuatu yang bermanfaat, selama tidak ada dalil syara' yang menegaskan hukum tertentu terhadapnya. Ketentuan istishhab bentuk pertama ini hanya berlaku di bidang muamalah.

Ketentuan istishhab bentuk pertama ini didasarkan pada ayat-ayat Qur'an antara lain:

"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-Baqarah : 29)

"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (Al-A'raf : 32)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Maidah : 87)

Akan tetapi, ketentuan yang sebaliknya yaitu, pada dasarnya segala sesuatu yang menimbulkan mudharat atau bahaya adalah haram, meskipun tidak ada dalil khusus yang menegaskannya. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah yang berbunyi:

"Tidak boleh berbuat madlarat & hal yg menimbulkan madlarat." (HR. Ibnu Majah : 2332)

Hadis ini mengandung pengertian umum, yaitu melarang segala macam bentuk yang membahayakan. Bagian pertama hadis tersebut mengamdung makna menafikkan segala sesuatu yang membahayakan dan merugikan orang lain yang bersumber dari seseorang secara sepihak, sedangkan bagian yang kedua menafikkan segala yang membahayakan dan merugikan yang ditimbulkan oleh masing-masing dari kedua belah pihak.

Referensi

Ushul Fiqh, Dr. H. Abd. Rahman Dahlan, MA. Cetakan Pertama, Juli 2010. Penerbit Amzah.

Lihat juga

Ushul fiqh

ProyekWiki Islam  
Artikel berada dalam lingkup ProyekWiki Islam, sebuah upaya untuk mendorong penyusunan yang lebih baik, distribusi isi, rujukan silang antar halaman yang berhubungan dengan Islam. Silahkan ikut serta dengan menyunting artikel Istishhab, atau mengunjungi halaman proyek untuk keterangan lebih lanjut.
  ???  Artikel ini belum dinilai pada skala kualitas proyek.