Zygmunt Bauman

teoretis kritis sekaligus sosiolog asal Polandia

Zygmunt Bauman adalah seorang teoretis kritis dan sosiologis yang berasal dari Polandia. [1] Ia adalah seorang pemikir kritis yang melewati tiga masa peradaban dunia, yakni Holokaus, Modernisme dan Postmodernisme dan menjadi tokoh Eropa paling berpengaruh di bidang sosiologi. [1]

Riwayat Hidup

Zygmunt Bauman lahir di Pozna, Polandia pada tanggal 19 November 1925. [1] Sewaktu muda ia pindah ke Rusia bersama keluarganya untuk melarikan diri dari invasi NAZI, turun dalam militer Polandia selama Perang Dunia Kedua, dan menjabat sebagai mayor. [1] Kemudian, ia berbalik arah dan menekuni dunia sosial, di mana saat itu sosiologi disatukan dengan filsafat kontinental. [1] Pada tahun 1968, ia mendapat gelar professor sosiologi di Universitas Warsawa Polandia dan sempat mengajar di sana. [1] Kemudian ia dipecat dari jabatan pengajar di universitas tersebut karena diketahui menyimpan identitas ayahnya yang adalah penganut Zionisme. [2] Zygmunt Bauman bersama keluarganya meninggalkan Polandia dan pindah ke Leeds, Inggris, untuk menyelesaikan studinya. [2] Sebelumnya, ia sempat menjadi staff pengajar di Universitas Tel Aviv Israel dan sampai pada akhirnya ia menjadi guru besar di Universitas Leed Inggris. [2]

Pemikiran

Holokaus dan Modernitas

Holokaus menjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah dunia, terutama menjelang periode perang dunia kedua. [3] Jerman yang dipimpin oleh Hitler sangat membenci orang-orang Yahudi dan menghendaki adanya pemurnian Ras Aria di negara tersebut. [3] Pada masa Holokaus terjadi pembasmian terhadap umat Yahudi dengan berbagai cara; mereka ditangkap, dimasukkan ke dalam kamp-kamp konsentrasi, disiksa dan dibunuh secara massal. [3]

Menurut Zygmunt Bauman, Holokaus menjadi salah satu ujian penting bagi zaman modern sehingga Holokaus jangan dipahami sebagai kecelakaan dalam sejarah zaman modern, melainkan bagian dari modernitas itu sendiri. [3] Fenomena Holokaus menjadi bahan evaluasi untuk kejadian-kejadian maupun pemikiran-pemikiran yang berkembang pada era modern, salah satunya perspektif obyektivitas. [3] Perspektif ini menjelaskan setiap orang memandang orang lain sebagai sebuah obyek yang diamati dan diperlakukan layaknya sebuah benda. [3] Ketika kita mengidentifikasikan obyek, maka yang tergambar bukanlah obyek yang sesungguhnya melainkan interpretasi kita akan obyek tersebut. [4] Dengan demikian, obyek yang manusia lihat sebenarnya merupakan hasil pandangan dari subyek itu sendiri. [4] Ketika seseorang memahami obyek sebelum melihat tindakan, berarti ia menempatkan posisi esensi terlebih dahulu sebelum eksistensi. [4] Pemahaman seperti itu dapat menimbulkan rasisme karena mendahulukan identitas seseorang dan menomorduakan keberadaannya di tengah masyarakat. [4]

Zygmunt Bauman menanggapi bahwa masyarakat di era modern adalah masyarakat yang berada dalam kebutaan etis. [5] Kebutaan ini terjadi karena adanya pemisahan fungsional yang memiliki dampak tertentu sehingga menjauhkan individu dengan individu-individu lainnya. [5] Oleh karena adanya jarak sosial dalam masyarakat, maka tidak ada nilai-nilai etis pada masa modern ini. [5]

Postmodernisme

Zaman postmodern hadir untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan maupun kekurangan-kekurangan yang masih terjadi di zaman modern. [6] Menyikapi masa postmodern ini, Zygmunt Bauman berpendapat bahwa pandangan orang mulai berubah dari yang memandang sesama manusia sebagai obyek menjadi memandang sesamanya sebagai subyek. [6] Hal itulah yang melahirkan paham yang dikenal sebagai subyektivisme. [6] Selain itu, zaman postmodern juga melahirkan relativisme dan empirisme serta bersifat dekonstruktif. [6] Zaman ini melihat pengetahuan sebagai salah satu yang dipandang secara optimistik dan melihat bahasa sebagai petunjuk bukan sebagai instrumen untuk memahami konteks sosial. [6]

Bagi Bauman, postmodernisme dilihat sebagai kesadaran modernitas atas sifat dasarnya. [6] Ia melihat postmodern sebagai bentuk modernitas yang mengkritik, mencemarkan, dan merombak pengetahuan serta nilai-nilai yang sudah ada. [6] Selain itu, postmodernisme dilihat sebagai karakteristik modernitas yang paling terlihat, seperti adanya pluralisme yang terstruktur, kemajemukan masyarakat, suatu hal yang kebetulan, dan ambivalensi dalam bertindak. [7] Bauman melihat ambivalensi sebagai sebuah tindakan atau perasaan yang bertentangan, yaitu sebuah aksi yang tidak ditetapkan oleh kontrol faktor-faktor luar diri manusia. [7] Dalam dunia politik postmodern, ambivalensi seperti itu menjadi dimensi utama dari ketidaksetaraan. [7] Hal itu menuntut pengetahuan sebagai kunci untuk kebebasan dan mempertinggi tingkatan sosial, sehingga menimbulkan pemisahan ciri-ciri antara pengetahuan dan peniruan diri, dengan aspek kognitif. [7]

Era postmodern juga mengakibatkan kebenaran yang relatif. [7] Orang-orang cenderung memiliki kebenaran yang berbeda-beda satu sama lainnya. [7] Keadaan ini sebenarnya menjadi ciri yang paling kentara dengan zaman postmodern [7]. Menurut Zygmunt Bauman, perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara manusia disebabkan karakter manusia yang cenderung tidak mau diatur. [7] Pada zaman ini Zigmunt Bauman juga menyatakan bahwa pengetahuan sama seperti cairan yang tidak memiliki bentuk tetap dan terus bergerak dengan bebas ke mana pun ia pergi dan beranjak. [7] Dengan kata lain, tidak ada sebuah bentuk yang pasti dan utuh sehingga kebenaran itu akan terus berubah sesuai dengan konteks lingkungan sekitarnya. [7]

Zygmunt Bauman mengatakan era postmodern dapat didefinisikan sebagai pencarian individu untuk kesenangan luhur dengan mengorbankan keamanan. [8] Sekarang pandangan dunia baru telah muncul bersama individu yang menjadi intinya. [8] Dalam hal itu, postmodernisme adalah semacam pengalaman reflektif intelektual dalam sejarah atau konteks sosial, atas dominasi struktur global, redundansi legitimasi intelektual, penindasan dan perkembangan pesat budaya. [8]

Referensi

  1. ^ a b c d e f (Inggris) George Ritzer,ed.2006.Encyclopedia of Social Theory vol.1.California:SAGE Reference Publication
  2. ^ a b c (Inggris) Michael Hviid Jacobsen dan Poul Poder. The Sociology of Zygmunt Bauman – Challenges and Critique
  3. ^ a b c d e f (Inggris) Zigmunt Bauman.2000. Modernity and the Holocaust. New York: Cornell University Press
  4. ^ a b c d "Kekerasan pada Pemikiran". 
  5. ^ a b c (Inggris) Zigmunt Bauman. 2006. Liquid of Modernity. Cambridge: Polity Press.
  6. ^ a b c d e f g (Inggris) Zygmunt Bauman. 1996. Postmodern Ethics. Cambridge: Blackwell
  7. ^ a b c d e f g h i j (Inggris) Zygmunt Bauman. 1997. Life in Fragments: Essays Postmodern Morality. Cambridge: Blackwell.
  8. ^ a b c (Inggris)Wouter de Vries. 2005. Bauman’s (post)modernism and Globalization. Gographical Approaches