Ilmu perbandingan agama

Revisi sejak 6 April 2014 15.04 oleh BP73Faradila (bicara | kontrib) (Menambah bagian artikel)

Ilmu Perbandingan Agama adalah ilmu yang mempelajari asal-usul, ciri-ciri dan struktur asasi agama-agama dengan maksud untuk menentukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya yang sebenarnya serta sejauh mana hubungan agama yang satu dengan agama yang lain sehingga dapat diungkapkan hakikat dan pentingnya agama bagi pemeluknya masing-masing. [1][2] Dewasa ini Ilmu Perbandingan Agama dipelajari di bawah beraneka ragam cabang ilmu seperti sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama, fenomenologi agama, dan filsafat agama serta beberapa ilmu-ilmu bantu yang lainnya.[2] Tiap-tiap cabang ilmu itu memiliki pendekatan dan metodenya sendiri-sendiri.[2]

Sejarah

Sejarah Ilmu Perbandingan Agama dapat ditelusuri jauh pada masa Yunani-Romawi yang di dalamnya terdapat beberapa tokoh yang melakukan studi perbandingan terhadap agama-agama.[1] Berdasarkan corak kepercayaan Yunani-Romawi yang bersifat antropomorfis dan politeistis, maka karakteristik studi agama pada masa itu menggambarkan religiusitas masyarakat yang bersangkutan.[1] Herodotus (484-425 SM), misalnya, menyatakan bahwa meskipun masyarakat Yunani menyembah banyak dewa namun pada hakikatnya dewa-dewa itu sama, yaitu manifestasi dari manusia.[1] Teori ini dikenal dengan the equivalence of gods.[1] Begitu pula Euhemerus (330-260 M), mengatakan hal yang sama bahwa dewa-dewa yang disembah masyarakat Yunani Kuno berasal dari manusia.[1] Selanjutnya pada abad ke-9, Barat mulai melakukan kajian terhadap agama-agama.[1] Kajian ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal yaitu, pertama, sinkretisme yang dilakukan oleh sebagian umat Kristiani yang secara formal memeluk Kristen namun dalam praktiknya masih sering mengamalkan tradisi keagamaan non-Kristen.[3] Atas dasar ini, orang Barat mengkaji tradisi keagamaan tersebut guna memisahkan tradisi keagamaan Kristen dengan non-Kristen.[3] Kedua, ditemukannya area baru yang didalamnya terdapat kepercayaan-kepercayaan di luar agama Kristen yang sebelumnya belum diketahui.[3] Ketiga, penemuan area baru dengan banyak kepercayaan di luar Kristen menumbuhkan semangat missionari Kristen untuk menyebarkan ajarannya.[3] Beberapa tokoh pada periode ini melahirkan teori-teori berdasarkan latar belakang kajian agama-agama tersebut.[1] Roger Bacon (1214-1294) misalnya, orang Inggris yang dalam lingkungan Eropa merupakan orang pertama yang ahli dalam bidang perbandingan sejarah agama.[1] Berdasarkan pendekatan tersebut ia menemukan beberapa tipologi agama.[4]Tokoh lain adalah Lord Herbert (1583-1648) yang juga ahli dalam studi perbandingan, mengungkapkan bahwa yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya adalah agama.[4] Oleh sebab itu tidak ada yang disebut dengan Ateis. Ateis sebenarnya hanyalah orang yang berkeberatan untuk meyakini dan mempercayai Tuhan.[4] Menjelang abad ke-19 yaitu saat-saat kemunculan Ilmu Perbandingan Agama orientasi studi agama mengalami perubahan disebabkan oleh adanya semangat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.[1] Pada masa kemajuan inilah kemudian kecenderungan untuk mengkaji agama secara kritis dan ilmiah berkembang dengan pesat.[1] Agama dijadikan sebagai pokok pembicaraan, baik dari segi praktis maupun teoritis.[1] Berkenaan dengan hal ini ada beberapa alasan yang mendukungnya, yaitu: 1. Kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi dinamika beragama masyarakat saat itu, sehingga kecenderungan untuk mengkaji agama secara ilmiah dan kritis menjadi sangat tinggi.[5] 2. Kecenderungan untuk merekonstruksi agama sebagai upaya untuk mengembangkannya dalam semua bidang urusan dunia.[5] 3. Pengaruh-pengaruh social, politik, dan peristiwa-peristiwa internasional terhadap agama-agama.[5]

Metodologi Ilmu Perbandingan Agama

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l Adeng Muchtar Ghazali. 2000. Ilmu Perbandingan Agama: Pengenalan Awal Metodologi Studi Agama-agama. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm. 11-12,17.
  2. ^ a b c Mukti Ali. 1997. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Bandung: Mizan. Hlm. 14.
  3. ^ a b c d Ch. Farichin. 1987. Hlm 3-5.
  4. ^ a b c Majalah Wawasan. 1993. Hlm 33.
  5. ^ a b c (Inggris)James Hasting. tt. Encyclopedia of Religion and Ethics. New York: Scribner's. Hlm. 662.