Wacana gombal

Revisi sejak 7 April 2014 10.15 oleh BP90Vincentius (bicara | kontrib) (menambah struktur wacana gombal)

Wacana gombal adalah bentuk komunikasi verbal yang membutuhkan kreativitas melalui permainan bahasa.[1]. Wacana gombal sempat menjadi sangat populer di kalangan kaum muda dalam pergaulan sehari-hari.[1] Publikasi wacana gombal banyak terdapat di situs web, bahkan muncul juga dalam beberapa program televisi. [1] Wacana gombal adalah bagian dari wacana humor.[2] Dengan demikian, wacana gombal sering kali menyimpang dari aturan-aturan berkomunikasi yang ditentukan oleh prinsip pragmatik, baik secara tekstual maupun interpersonal. [2] Dewasa ini wacana gombal muncul sebagai suatu hiburan ringan yang merakyat.[2] Wacana gombal biasanya menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku. [3]

Struktur Wacana Gombal

Bentuk wacana gombal adalah dialog. [4]. Maka, wacana gombal melibatkan dua pihak yang berperan sebagai pembicara dan pendengar secara bergantian.[4] Dua bagian pokok dalam wacana gombal adalah pengantar dan ketidakterdugaan.[5] Pengantar adalah bagian yang memberikan rangasangan kepada mitra tutur untuk membuat penasaran mitra tutur.[5] Ketidakterdugaan merupakan bagian yang berfungsi membelokkan persepsi untuk menciptakan rasa gombal dan efek lucu.[5]

Rujukan

  1. ^ a b c Sony Christian Sudarsono (2013). "Permainan Bahasa Dalam Wacana Gombal". 7 (edisi ke-1st). Universitas Sanata Dharma. 
  2. ^ a b c Sony Christian Sudarsono (2013). Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia:Kajian Struktural, Pragmatis, dana Kultural (Tesis). Universitas Sanata Dharma. p. 15. 
  3. ^ Sotya Manggasri (2013). Pemakaian Bahasa dalam Wacana Rayuan Gombal di Internet (Tesis). Universitas Gajah Mada. p. 120. 
  4. ^ a b Sony Christian Sudarsono (2013). Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia:Kajian Struktural, Pragmatis, dana Kultural (Tesis). Universitas Sanata Dharma. p. 26. 
  5. ^ a b c Sony Christian Sudarsono (2013). Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia:Kajian Struktural, Pragmatis, dana Kultural (Tesis). Universitas Sanata Dharma. p. 28.