Pendiri Hidayatullah

Ustadz Abdullah Said lahir di sebuah desa yang bernama Lamatti Rilau, salah satu desa di wilayah kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Bertepatan dengan hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada hari Jum’at, 17 Agustus 1945, dengan nama lahir Muhsin Kahar.

Sejak masih dalam kandungan Abdullah Said sudah jadi perbincangan keluarga dan masyarakat di kampungnya, sebab usia kandungan ibunya sudah mencapai dua tahun namun belum lahir juga. Bahkan ada pandangan miring bahwa yang dikandung itu bukan manusia tetapi buaya atau entah apa.

Untuk pendidikan dasar, selain bimbingan langsung dari ayahnya, KH Abdul Kahar Syuaib, Muhsin kecil sangat tertolong oleh Sekolah Rakyat (SR) yang ada dikampungnya. Namun karena harus mengikuti ayahnya pindah ke Makassar, ia harus rela meninggalkan kampung halaman tercinta dan meninggalkan pendidikannya yang saat itu telah duduk di kelas III, antara tahun 1952-1954.

Setelah di Makassar, Muhsin kecil diterima di kelas IV di Sekolah Dasar No. 30 di kota itu. Di Sekolah ini Muhsin kecil selalu menjadi bintang kelas karena menguasai seluruh mata pelajaran, termasuk pelajaran menggambar. Bahkan Muhsin kecil pernah mengangkat nama sekolahnya ketika menjadi yang terbaik dalam pertandingan menggambar antar sekolah dasar se-Kota Besar Makassar.

Setelah lulus dengan nilai tertinggi, Muhsin Kahar melanjutkan pendidikannya ke sekolah agama, yakni Pendidikan Guru Agama Negeri 6 Tahun (PGAN 6 Tahun). Beliau memilih sekolah ini untuk melanjutkan pendidikannya karena disamping dapat mempelajari agama, juga merupakan sekolah yang sangat didambakan saat itu sebagai satu-satunya sekolah Pendidikan Guru Agama milik pemerintah yang ada di kawasan Indonesia Timur.

Lagi-lagi di PGAN 6 Tahun Muhsin kahar selalu menjadi bintang kelas, pandai berpidato dan berpengetahuan luas. Sejak masuk PGAN sampai kelas IV beliau selalu ditunjuk sebagai ketua kelas, dalam setiap rapat beliau selalu dipercayakan untuk memimpin.

Lulus sekolah lanjutan PGAN 6 Tahun dengan nilai tertinggi, Muhsin Kahar ditugskan untuk melanjutkan pendidikannya ke IAIN Alauddin, Makassar. Namun hanya setahun beliau mengikuti kuliah lalu berhenti. Beliau telah membaca semua materi kuliah yang diberikan dosen. Hingga akhirnya beliau menarik kesimpulan bahwa kalau duduk beberapa tahun di bangku kuliah, cukup menyita banyak waktu dan energi, sementara hasilnya sangat tidak seimbang dengan yang telah dikorbankan.

Kalau hanya untuk mendapatkan titel sarjana, bukan itu yang diperlukan. Namun yang beliau butuhkan adalah bagaimana bisa mengaplikasikan ilmunya secara menyeluruh kapanpun dan dimanapun beliau berada.

Pemikiran

Pemikiran Abdullah Said dapat ditelusuri dari karya tulis, ceramah, dan berbagai aktivitas beliau. Namun, jika melihat pada catatan-catatan beliau, memang tidak dijumpai tulisan yang secara khusus membahas pandangan atau pemikiran beliau, ini dapat dimaklumi sebab beliau memang manusia kerja, “Man of Action” seperti yang dikatakan Amien Rais (Mantan MPR-RI, mantan ketua Umum Muhammadiyah), ketika dimintai komentarnya terhadap pribadi Abdullah Said. Dari berbagai cacatan, ceramah dan gerakan serta aktivitas da’wahnya, dapat diidentifikasi beberapa gagasan sebagai pemikiran da’wah Abdullah Said sebagai berikut:

Bidang Da'wah

Bagi Abdullah Said da’wah adalah prioritas utama, tekad beliau adalah dimanapun beliau berada nantinya, umurnya akan dihabiskan untuk mengurus Islam. Beliau pernah mengatakan tentang kerja da’wah ini bahwa: “Da’wah bukanlah pekerjaan ringan, karenanya Allah tidak menitip amanah ini kepada sembarang orang. Setetes hidayah dari Allah, jauh lebih berarti dari berjilid-jilid buku yang ditulis oleh seorang penulis paling terkenal sekalipun.”

Pengkaderan

Tingginya perhatian beliau terhadap pengkaderan ini sehingga beliau terus berpikir untuk mencari metode pengkaderan yang dapat melahirkan kader-kader yang tangguh. Maka dari kajian dan diskusi yang beliau lakukan, lahirlah sebuah metode yang digunakan dalam mendidik kader yang disebut “Sistematika Nuzulul Wahyu”.

Terkait dengan pembinaan kader ini, Abdullah Said menyatakan bahwa: kaderisasi adalah permasalahan serius yang dihadapi oleh hampir setiap organisasi. Sehingga sering dikatakan, “sekarang kita sedang mengalami krisis kader”.

Abdullah Said berpandangan bahwa kader menjadi dewasa bukan karena kemanjaan tapi karena keprihatinan. Dari hidup yang prihatin terasah perasaannya, tajam intuisinya, peka jiwanya, tanggap nuraninya. Pikirannya terlatih, keterampilannya terbina, pelan-pelan jiwa kepemimpinannya terbangun.

Sosok Da'i

Hal yang tak kalah penting dan selalu ditekankan oleh Abdullah said adalah bahwa letak keberhasilan ceramah atau da’wah bukan hanya ditentukan semata karena kemahiran beretorika. Perhatian pendengar dan audiens sangat ditentukan oleh perilaku dan akhlak da’i. orang memperhatikan budi pekerti dan tingkah laku sehari-hari. Beliau pernah mengatakan: ”Da’wah yang lebih didengar adalah da’wah yang didukung oleh pembuktian ayat, berupa peragaan dan praktik di lapangan pada diri dan keluarga.”

Hal lain yang selalu ditekankan oleh Abdullah Said kepada para da’i Hidayatullah adalah agar tidak meninggalkan shalat lail demi suksesnya da’wah. Menurut beliau seorang da’i adalah pejuang Islam yang memikul beban yang sangat berat sehingga seharusnya dia senantiasa dekat dengan Allah SWT yang akan memberikan keringanan dan kemudahan dalam menjalankan misi da’wahnya. Beliau mengatakan: “Bagi mereka yang pernah melakukan shalat lail tentu merasakan dan mengakui adanya pertarungan yang sangat seru dan sengit dalam menghadapi godaan syetan dan pengaruh nafsu yang luar biasa kuatnya.”

Metode Da’wah

Mengenai manhaj dan metode da’wah ini Abdullah Said mengatakan bahwa: “Karena ketidak jelasan manhaj, kadang-kadang da’wah Islam tidak lebih sekedar hura-hura”

Dengan menapak tilas perjalanan Rasulullah, Abdullah Said berusaha keras memetik hikmah dari kondisi yang dialami Nabi Muhammad SAW sebelum menerima wahyu hingga turunnya 5 surat pertama sebagai bahan pembinaan. Menurut pendapatnya, Allah SWT yang merekayasa kondisi Nabi Muhammad demikian itu tentu punya target. Setelah melalui pengkajian yang intens Abdullah Said akhirnya merumuskan suatu metode pembinaan berdasarkan tertib turunnya lima surat pertama, yang kemudian dikenal dengan Manhaj Sistematika Nuzulul Wahyu. Yang selanjutnya metode ini dijadikan sebagai manhaj da’wah Hidayatullah.

Pendidikan

Secara akademik Abdullah Said bukanlah siapa-siapa. Dia bukan guru besar juga bukan penulis kritis terhadap sistem yang ada. Namun bagi seorang ilmuwan sejati, kiprah beliau lebih dari sekedar upaya fisik, tapi implementasi ide dan gagasan yang holistik dan realistis. Pasalnya peninggalannya berupa Pesantren Hidayatullah, didalamnya terkandung warisan konsep pendidikan yang sangat dibutuhkan umat di masa ini dan masa yang akan datang.

Abdullah Said bukanlah seorang kritikus tapi problem solver. Dia tidak ingin hidupnya tersita untuk mengkonsep pemikiran kritis sementara dalam alam realita tidak terwujud satu karya apapun. Beliau memandang pendidikan sebagai amanah keimanan yang harus mengantarkan manusia pada derajat ketaqwaan.

Beliau kurang setuju dengan pendidikan yang berorientasi pada predikat kesarjanaan, yang beliau inginkan adalah Pendidikan yang berorientasi pada kekaderan yang kehadirannya ditengah masyarakat benar-benar langsung dirasakan manfaatnya, sehingga orientasi beliau adalah mendidik santrinya untuk siap pakai.

Pendidikan yang sempat ada dimasa beliau adalah Pendidikan Dasar Islam (PDI), setingkat SD, pendidikan Ulama dan Zuama (PUZ), setingkat SMP, dan Kuliah Muballighin dan Muballighat (KMM), setingkat SMA. Pada kesemua jenjang pendidikan tersebut beliau lebih menekankan praktek langsung daripada berkutat dengan teori didalam ruang kelas belajar, sehingga menghasilkan kader-kader yang siap diterjun bebaskan kemana saja dan kapan saja.

Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, obsesi Ustadz Abdullah Said adalah membangkitkan perekonomian golongan ekonomi lemah, dengan mencarikan dan memberikan pinjaman kepada para pedagang kaki lima dan santri-santri yang mempunyai kecendrungan untuk berdagang. Demikian pula pada sektor angkutan umum, beliau membeli beberapa buah mobil angkutan kota sebagai pengawal, diharapkan kedepan armada angkutan kota terus bertambah dibawah koordinasi Hidayatullah.

Beliau juga berkeinginan membuat super market yang menyediakan segala macam kebutuhan, dalam guyonannya beliau mengatakan, “dari terasi hingga helikopter tersedia”, dengan sistem pesan-antar, pesan di malam hari- pagi harinya diantarkan oleh petugas. Hal ini tidak hanya saling menguntungkan, namun juga sebagai sebuah cara untuk menertibkan hukum sehingga kaum wanita tidak perlu jauh-jauh keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Disamping itu beliau juga menginginkan agar memproduksi sendiri bahan-bahan makanan dengan tujuan menyediakan lapangan kerja dan untuk menghilangkan keragu-raguan terhadap produk-produk makanan yang ada.

Dalam sebuah kesempatan kuliah malam jum’at, 25 maret 1990 beliau menyampaikan bahwa, “kita harus kaya dan kaya, namun bukan untuk pribadi tetapi untuk lembaga. Karena yang kita pikirkan adalah seluruh dunia, bagaimana meng-Islamkan peradaban sekarang”.

Politik

Kendati Hidayatullah tidak berorientasi kepada politik, tetapi Ustadz Adullah Said tidak mau ketinggalan mengikuti perkembangan politik. Namun dalam pandangan beliau, jika suatu saat tiba-tiba pemerintah (yang saat itu berada dibawah kekuasaan partai Golkar) merubah undang-undang keormasan dan memberikan kesempatan untuk menambah jumlah partai politik, maka Hidayatullah lah yang paling siap berpartisipasi dengan mengandalkan cabang-cabang yang ada diseluruh Indonesia yang siap menyala jika Gunung tembak sebagai generator telah dihidupkan.

Beliau menginginkan para pemuda masuk barisan partai oposisi karena jika ditangkap masih bisa bertahan hidup dipenjara, sedangkan kaum tua disuruh masuk golkar agar mendapat jaminan. Beliau menginginkan Hidayatullah menguasai kursi pada tiga partai saat itu (Golkar, PPP, dan PDI), sehingga keputusan yang dikeluarkan didominasi oleh Hidayatullah. Abdullah Said meninggal dunia di Jakarta pada 4 Maret 1998 setelah beberapa waktu menjalani pengobatan atas penyakit yang dideritanya.

Referensi: Pelita Online, diakses 10/04/2014 pukul 10:07 WIB Merdeka.com, Ramadhian Fadillah, Kamis, 20 Juni 2013 16:38 Mencetak Kader karya Manshur Salbu, Suara Hidayatullah Publishing, 2009 - 359 halaman