Ecthesis adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, Ἔκθεσις, yang berarti pernyataan iman.[1] Kata ini dipakai untuk menyebut suatu surat rumusan yang diterbitkan pada tahun 638 M oleh kaisar Bizantin, Heraclius, yang mendefinisikan monotelitisme sebagai bentuk Kekristenan yang diakui resmi oleh kerajaan.[1][2]

Sophronius dari Yerusalem berperan penting dalam upaya pertama menjungkirbalikkan Patriarkh Sergius dalam memecahkan pertanyaan monofisit.

Isi

Rumusan ini melarang penyebutan atau ajaran tentang adanya satu atau dua kuasa dalam diri Yesus serta adanya dua tabiat yang bersatu dalam satu kehendak dalam pribadi Yesus.[1][2] Rumusan ini dengan kuat menegaskan bahwa hanya ada "satu-satunya kehendak dari Tuhan kita Yesus Kristus", dan mengemukakan bahwa Nestorius pun tidak akan berani untuk mengatakan bahwa Yesus mempunyai dua kehendak. [3]. Istilah ecthesis disahkan dalam Konsili Konstantinopel pada tahun 638 dan 639. [1]

Asal mula

Echtesis sebenarnya sudah dirumuskan jauh sebelum konsili, yaitu sewaktu Sergius menjadi Patriark Konstantinopel dan telah memperoleh persetujuan Paus Honorius di Roma, namun ditolak oleh Paus Severinus (638-640) dan Paus Yohanes IV (640-642) karena mereka mengutuk keras monotelitisme [1]. Pandangan ini juga ditentang oleh Marxinus Sang Syahid sampai akhirnya, Paus Agatho berhasil memanggil konsili lagi di Konstantinopel. Konsili oikumenis ke-6 inilah yang mengakhiri perdebatan mengenai monofisitisme.[3]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e F. D. Wellem.1994, Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 87.
  2. ^ a b Cyril Hovorun. 2008, Will, Action, and Freedom. Leiden: Koninklijke Brill NV. Hlm. 73.
  3. ^ a b Tony Lane.2009, Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 61-62.