Blencong
Blencong dalam istilah pedalangan lebih menunjuk kepada suatu alat penerangan untuk pertunjukan wayang di masa lampau yang menggunakan bahan bakar minyak kelapa. Lampu blencomg ini berbentuk macam-macam ada yang berbentuk burung Jatayu, ada yang berbentuk seperti celengan dengan sayap kiri kanan. Blencong ini terbuat dari kayu berukir ataupun perunggu, dengan lubang di tengah untuk menaruh minyak dan mempunyai sumbu yang menghadap ke arah kelir/ layar.
Blencong merupakan alat penerangan yang berfungsi untuk menghidupkan bayangan wayang di kelir/layar. Wayang yang mempunyai cat dasar prada emas akan terlihat lebih hidup. Begitu pula bayangan yang dihasilkan jika dilihat dari belakang layar akan terlihat lebih artistik. Terpaan angin terhadap sumbu blencong akan membawa efek tersendiri pada wayang yang sedang ditampilkan oleh seorang dalang.
Dalang perlu mengecek dan membenahi untuk menarik sumbu blencong agar tidak padam dan sinarnya sesuai dengan kebutuhan pergelaran. Satu alat lain yang namanya sumpit diperlukan untuk menjepit sumbu blencong yang biasanya terbuat dari kain atau kapas yang telah dibentuk seperti tali. Kehati-hatian seorang Dalang juga mutlak diperlukan dalam menggunakan sumpit ini, karena percikan api blencong mudah membakar kain yang dikenakan oleh Dalang.
Namun blencong saat ini sudah jarang dipergunakan karena dianggap tidak praktis dan sinarnya kurang terang. Pada perkembangannya blencong digantikan dengan lampu petromak. Di zaman yang serba listrik ini blencong diganti dengan lampu bohlam (lampu pijar), bahkan saat sekarang karena pergelaran wayang sering diselenggarakan di lapangan luas dan akbar maka lampu blencong digantikan dengan lampu halogen (sejenis lampu mobil) 1000 watt.
Pergelaran wayang yang menggunakan lampu blencong pada saat sekarang hanya terdapat di keraton saja dan hanya untuk acara ritual khusus seperti ruwatan dan pentas pesanan para turis manca negara yang menghendaki pergelaran wayang seperti aslinya tempo dulu.