Memetika adalah teori konten mental yang didasarkan pada analogi teori evolusi Charles Darwin, yang dipopulerkan oleh Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish Gene (1976). Para pendukungnya menggambarkan memetika sebagai pendekatan untuk model evolusi terhadap transfer informasi budaya.

Meme (dibaca "mim"), analog dengan gen, terkandung sebagai "unit budaya" (ide, keyakinan, pola perilaku, dll) yang "diinangi" dalam pikiran satu atau lebih individu, yang dapat memperbanyak dirinya, sehingga mampu melompat dari satu pikiran ke pikiran lain. Jadi ketika seorang individu dianggap berpengaruh terhadap orang lain yang mengadopsi keyakinannya, hal ini dipandang sebagai replikator-ide yang mereproduksi dirinya dalam inang baru. Sebagaimana halnya dalam genetika, khususnya dalam interpretasi Dawkinsian, kesuksesan meme mungkin disebabkan oleh efektivitas inangnya.[1]

Pengertian Meme

Lihat juga: Meme

Istilah "meme" berasal dari kata Yunani Kuno μιμητής (mimētḗs) , yang berarti "peniru, penyaru". Istilah yang sama "mneme" digunakan pada tahun 1904 oleh ahli biologi evolusi Jerman Richard Semon, yang dikenal atas pengembangan teori engram tentang memori dalam karyanya Die mnemischen Empfindungen di ihren Beziehungen zu den Originalempfindungen, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1921 dengan judul The Mneme. Hingga kemudian Daniel Schacter menerbitkan Forgotten Ideas, Neglected Pioneers: Richard Semon and the Story of Memory pada tahun 2000, menjadikan karya Semon berpengaruh. Meski demikian Richard Dawkins (1976) mengemukakan istilah "meme" secara independen dari Semon. Ia menulis:

Mimeme” comes from a suitable Greek root, but I want a monosyllable that sounds a bit like “gene”. I hope my classicist friends will forgive me if I abbreviate mimeme to meme. If it is any consolation, it could alternatively be thought of as being related to “memory”, or to the French word même.

"Mimeme" berasal dari akar kata Yunani yang cocok, tapi saya butuh kata bersuku satu yang terdengar sedikit seperti "gen". Saya berharap teman-teman memaafkan saya yang menyingkat mimeme menjadi meme. Jika layak, ini bisa dikaitkan dengan "memori" atau kata Prancis même.

Aliran internalis dan eksternalis

Sejak awal, gerakan memetika langsung terbagi menjadi dua. Kelompok pertama adalah yang ingin tetap berpegang pada definisi Dawkins tentang meme, yaitu “sebuah unit penyebaran budaya”. Gibran Burchett, seorang memetisis lainnya, berperan dalam membantu penelitian dan menciptakan ulang istilah rekayasa memetika, bersama dengan Leveious Rolando dan Larry Lottman. Burchett menyatakan bahwa meme dapat didefinisikan, lebih tepatnya, sebagai “sebuah unit informasi kultural yang dapat disalin, yang terletak di otak”. Pemikiran ini lebih sesuai dengan definisi meme Dawkins yang kedua dalam bukunya The Extended Phenotype. Kelompok kedua mendefinisikan meme sebagai artefak budaya dan perilaku yang dapat diamati. Namun, bertentangan dengan dua pendapat tersebut, Blackmore tidak menolak konsep meme eksternal maupun internal.[2]

Kedua aliran memetika tersebut kemudian dikenal sebagai aliran “internalis" dan "externalis.” Tokoh internalis yang menonjol adalah Lynch dan Richard Brodie; sedangkan tokoh aliran externalis yang terkemuka adalah Derek Gatherer, ahli genetika dari Liverpool John Moores University, dan William Benzon, seorang penulis di bidang evolusi budaya dan seni musik. Dasar pemikiran kaum eksternalis adalah bahwa entitas otak internal tidak dapat diamati, dan memetika tidak dapat dianggap sebagai ilmu, terutama ilmu kuantitatif, kecuali jika memetika ditekankan kepada aspek budaya yang secara langsung dapat dihitung. Kaum internalis membalas dengan berbagai argumen bahwa keadaan otak akhirnya akan bisa diamati secara langsung dengan teknologi canggih, bahwa sebagian besar antropolog budaya setuju bahwa budaya adalah soal kepercayaan dan bukan artefak, atau bahwa artefak tidak bisa menjadi tiruan yang sama seperti entitas mental (DNA). Perdebatan menjadi sengit ketika pada Symposium on Memetics 1998, yang diselenggarakan sebagai bagian dari Konferensi Internasional Cybernetics ke-15, diserukan agar perdebatan mengenai definisi segera diakhiri. Pada tahun 2011, McNamara menunjukkan bahwa pembuatan profil konektivitas fungsional menggunakan alat neuroimaging memungkinkan pengamatan pengolahan meme intern (i-meme) yang merupakan reaksi e-meme eksternal.[3]

Sebuah pernyataan lanjutan yang dikeluarkan aliran internalis muncul pada tahun 2002 dengan terbitnya buku The Electric Meme, oleh Robert Aunger, seorang antropolog dari University of Cambridge. Aunger juga menyelenggarakan sebuah konferensi di Cambridge pada tahun 1999, di mana sosiolog dan antropolog terkemuka mampu menilai kemajuan bidang memetika sampai saat itu. Konferensi ini menghasilkan publikasi buku Darwinizing Culture: The Status of Memetics as a Science, diedit oleh Aunger dan dengan kata pengantar oleh Dennett, pada tahun 2000.

Kritik

Model transfer informasi budaya yang evolusioner ini didasarkan pada konsep bahwa unit-unit informasi, atau "meme", memiliki eksistensi yang independen, dapat menggandakan diri, dan tunduk pada evolusi selektif melalui kekuatan lingkungan.[4] Berawal dari usulan yang ada dalam tulisan-tulisan Richard Dawkins, sejak saat itu kritik berubah menjadi bidang studi yang baru, yang mengarah pada unit-unit budaya yang mereplikasi diri. Telah diusulkan bahwa sama halnya seperti meme yang dianalogikan sebagai gen, memetika dapat dianalogikan sebagai genetika.

Kritikus berpendapat bahwa ada beberapa pernyataan pendukung yang “belum teruji, belum terjamin atau tidak benar.” Luis Benitez-Bribiesca, seorang kritikus memetika, menyebutnya sebuah “pseudo scientific dogma” dan "sebuah gagasan berbahaya yang menimbulkan ancaman bagi kajian yang serius tentang evolusi kesadaran dan budaya". Sebagai kritik faktual, ia merujuk kepada belum adanya kode untuk meme, seperti DNA untuk gen, dan fakta bahwa mekanisme mutasi meme (yaitu, gagasan yang berpindah dari satu otak ke otak yang lain) terlalu tidak stabil (akurasi replikasi yang rendah dan tingkat mutasi yang tinggi), yang akan mengacaukan proses evolusi.[5]

Kritik lain muncul dari ahli semiotika, (misalnya Deacon,[6] Kull[7]) yang menyatakan bahwa konsep meme adalah versi primitif dari konsep “tanda” (sign). Oleh karena itulah, meme dalam memetika digambarkan sebagai sebuah “tanda” tanpa sifat triadiknya. Dengan kata lain, meme adalah “tanda” yang lebih disederhanakan, yang hanya mempunyai kemampuan untuk disalin. Oleh karena itu, dalam arti yang luas, objek yang disalin adalah meme, sedangkan objek yang diterjemahkan dan diinterpretasikan adalah “tanda”.

Mary Midgley mengkritik memetika untuk setidaknya dua alasan:[8] pertama, budaya tidak bisa hanya dipahami dengan memeriksa bagian-bagiannya yang terkecil, karena kebudayaan bersifat seperti pola, seperti arus lautan. Banyak faktor yang lain, misalnya sejarah, harus diperhitungkan; jadi tidak hanya memperhitungkan unsur yang membangun budaya tersebut. Kedua, jika meme bukan pemikiran (dan dengan demikian bukan merupakan fenomena kognitif), seperti yang ditegaskan oleh Daniel C. Dennett dalam buku Darwin's Dangerous Idea, maka status meme yang ontologis terbuka untuk pertanyaan, dan memetisis (yang juga selaku reduksionis) dapat ditantang dengan pertanyaan “apakah meme bahkan ada?”.

Pertanyaan tersebut dapat berkembang menjadi apakah gagasan tentang "meme" adalah meme itu sendiri, atau itu adalah konsep yang benar. Pada dasarnya, memetika adalah usaha untuk menggali pengetahuan melalui metafora organik, yang merupakan pendekatan penelitian yang masih dipertanyakan, karena penerapan metafora dapat menyembunyikan apa yang tidak cocok dalam bidang metafora. Daripada mempelajari kenyataan yang sebenarnya, tanpa prasangka, memetika, seperti kebanyakan penjelasan tentang masyarakat secara sosio-biologis, percaya bahwa mengatakan bahwa apel adalah seperti jeruk adalah analisis yang valid dari apel tersebut.[9]

Rujukan

  1. ^ Kantorovich, Aharon (2013). An Evolutionary View of Science: Imitation and Memetics.
  2. ^ Blackmore, Susan (2003). "Consciousness in meme machines". Journal of Consciousness Studies.
  3. ^ McNamara, Adam (2011). "Can we Measure Memes?". Frontiers in Evolutionary Neuroscience 3
  4. ^ James W. Polichak, "Memes as Pseudoscience", in Michael Shermer, Skeptic Encyclopedia of Pseudoscience. P. 664f.
  5. ^ Benitez-Bribiesca, Luis (2001): Memetics: A dangerous idea. Interciecia 26: 29–31, hal. 29.
  6. ^ Terrence Deacon, The trouble with memes (and what to do about it). The Semiotic Review of Books 10(3).
  7. ^ Kalevi Kull (2000), Copy versus translate, meme versus sign: development of biological textuality. European Journal for Semiotic Studies 12(1), 101–120.
  8. ^ Midgley, Mary. The Solitary Self: Darwin and the Selfish Gene. Acumen, 2010. ISBN 978-1-84465-253-2
  9. ^ Stepan, Nancy L. "Race and Gender: The Role of Analogy in Science." dalam Goldberg, David Theo (ed.) The Anatomy of Racism. University of Minnesota Press, 1990.

Pranala luar

(Indonesia) Koran Jakarta. Mengidentifikasi Replikator Kebudayaan