Kerajaan Segati adalah kerajaan agama Hindu yang didirikan oleh Tuk Jayo Sati, cucu dari Maharajo Olang dari Kuantan.[1] Kerajaan Segati dulunya berada di daerah hulu Sungai Segati, 15 km dari Negeri Langgam sekarang, di tepi Sungai Kampar, Riau.[1] Saat ini posisi Kerajaan Segati berada di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.[2] Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, putra Tuk Jayo Tunggal.[butuh rujukan]

Sejarah

Pusat Kerajaan Segati pada awalnya berada di Ranah Tanjung Bungo, Negeri Langgam sekarang.[2] Kemudian pusat kerajaan dipindahkan di Ranah Gunung Setawar, di hulu Sungai Segati oleh putra Tuk Jayo Sati yang bernama Tuk Jayo Tunggal.[butuh rujukan] Dalam perkembangannya Kerajaan Segati, datang seorang utusan dari Negeri Gunung Sahilan ke Segati membawa lada hitam.[2] Kemudian, Raja Segati pada waktu itu, Tuk Jayo Tunggal membeli lada hitam tersebut dan menjualnya ke Kota Macang Pandak Kuantan.[2] Sejak saat itu, perdagangan lada antara Segati dan Kuantan menjadi ramai dan lancar.[1] Tak berapa lama datanglah utusan dari Gunung Hijau (diduga Pagaruyung) yang menawarkan timah.[1] Kemudian Tuk Jayo Tunggal membeli timah yang ditawarkan dan menjualnya di Bandar Sangar, Kuala Kampar.[1] Setelah Tuk Jayo Tunggal meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Tuk Jayo Alam.[2]

Perkembangan dan kejayaan

Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Alam, Kerajaan Segati mencapai puncak kejayaan yang saat itu berpusat di Negeri Ranah Gunung Setawar.[1] Berbagai komoditas diperdagangkan seperti rempah-rempah, terutama cabai.[1] Komoditas-komoditas itu diperdagangkan dalam relasi perdagangan antara Segati dengan Kuantan dan Sangar.[1] Perkembangan Kerajaan Segati yang begitu pesat menimbulkan rasa iri pada kerajaan tetangga, yaitu Gassib.[2] Karena perasaan iri itulah, Gassib menyerang Kerajaan Segati dan dapat menguasai Negeri Ranah Gunung Setawar yang dipimpin oleh seorang Hulubalang Panglima Puto.[2] Raja Segati, Datuk Jayo Alam beserta para pengikutnya melarikan diri ke hulu Sungai Segati.[2] Di hulu Sungai Segati inilah Tuk Jayo Alam membangun negeri baru yang disebut Negeri Segati.[1] Disebut Segati karena saat itu perbekalan Sang Raja tinggal sekati lada.[1] Di Segati, Raja Tuk Jayo Alam kembali menyusun kekuatan dan menyerang Gassib yang sedang menguasai negeri kekuasaan Kerajaan Segati.[1] Dalam penyerangan tersebut Tuk Jayo Alam berhasil merebut kembali Ranah Gunung Setawar, sementara hulubalang Gassib melarikan diri ke negeri asalnya (Gassib).[1] Walaupun Ranah Gunung Setawar telah dikuasai kembali, namun pusat pemerintahan tetap di Negeri Segati.[2] Jadi, Raja Tuk Jayo Alam tetap memerintah dari Negeri Segati.[2]

Setelah Tuk Jayo Alam meninggal, ia digantikan oleh putrinya yang bernama Tuk Jayo Laut.[1] Putrinya bernama Tuk Jayo Laut konon katanya karena ia sering berlayar ke laut.[1] Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Laut, perdagangan lada bertambah ramai.[1] Tuk Jayo Laut digantikan oleh putranya, Tuk Jayo Tinggi.[1] Kemudian Tuk Jayo Tinggi diganti oleh Tuk Jayo Gagah.[1] Pemerintahan terus berlanjut hingga Tuk Jayo Gagah digantikan oleh Tuk Jayo Kolombai, dan setelah itu digantikan oleh Tuk Jayo Bedil.[butuh rujukan] Tuk Jayo Bedil adalah raja yang pertama kali menggunakan bedil.[1]

Kejatuhan

Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Bedil, perdagangan dengan Malaka tidak dilakukan lagi.[2] Hal ini disebabkan telah kalahnya Malaka atas bajak laut Peringgi (Portugis).[2] Oleh karena itu, Kerajaan Segati hanya melakukan perdagangan dengan Kuantan melalui Negeri Ranah Koto Macang Pandak.[2] Pada waktu itu, datang seorang utusan Tuk Sanggar Raja Dilaut yang meminta bantuan Kerajaan Segati untuk menyerang Peringgi di Malaka.[2] Tuk Jayo Bedil menyetujui permintaan tersebut dan mengirimkan angkatan perangnya yang dipimpin oleh Panglima Kuntu.[2]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r "Kerajaan Segati". Melayu Online. Diakses tanggal 26 April 2014.22.40. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o "Kerajaan Segati". Riau Daily. Diakses tanggal 26 April.23.00.