Pernikahan adat Karo

Revisi sejak 1 Mei 2014 17.55 oleh BP25Vanya (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{inuseBP|BP25Vanya|26 Mei 2014|26 April 2014}} '''Pernikahan adat Karo''' merupakan bagian dalam kehidupan orang Karo. Pernikahan dalam adat Karo merupakan tradi...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Pernikahan adat Karo merupakan bagian dalam kehidupan orang Karo. Pernikahan dalam adat Karo merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun.

Jenis-jenis Pernikahan

Dalam budaya Karo, ada beberapa jenis pernikahan, yaitu:

  1. Berdasarkan status dari pihak yang melakukan pernikahan, dapat beberapa jenis yaitu;
    • Gancih Abu ( Ganti Tikar)

Suatu pernikahan yang dimana seorang laki-laki menikahi saudara, dalam keadaan seperti ini istri dari laki-laki tersebut sudah meninggal.

    • Lako Man ( Turun Ranjang)

Suatu pernikahan yang dimana seseorang laki-laki menikahi seorang wanita, yang dimana seorang wanita tadi adalah bekas dari istri saudaranya atau ayahnya, dalam keadaan ini ayahnya/saudaranya telah meninggal. Namun Lako Man, sendiri juga memiliki jenis-jenis perikahan, yang dimana jenis-jenis ini adalah sebagai berikut;

    • Pernikahan Mindo Makan

Suatu pernikahan yang dimana seorang pria menikahi seorang wanita yang dulunya istri dari saudara ayahnya.

    • Pernikahan Mindo Cina

Suatu pernikahan yang dimana seorang pria dalam tutur menikahi seorang neneknya.

    • Kawin Ciken

Suatu pernikahan yang dimana seorang laki-laki menikahi seorang perempuan yang dulu adalah istri dari ayahnya ataupun saudaranya, tetapi sudah ada perjanjian sebelum ayahnya atau saudaranya meningal, dalam hal ini wanita tadi masih muda dan suaminya sudah tua.

    • Iyan

Suatu perkawinan yang dimana seorang suami mempunyai dua orang istri dan dimana salah satu istri tadi belum melahirkan seorang anak laki-laki, kemudian dinikahkan dengan seorang saudara dari laki-laki tadi yang belum menikah. Pernikahan semacam ini banyak terjadi pada zaman dahulu.

    • Piher Tendi/ Erbengkila Bana

Adalah suatu pernikahan yang dimana dalam tutur seorang istri itu memanggil benkila kepada suaminya. Tetapi pada daerah Karo langkat, pernikahan seperti ini sering dinamakan juga dengan Piher Tendi.

    • Cabur Bulung

Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi ketika sepasang yang akan menikah itu menikah muda, pernikahan semacam ini biasanya berlangsung karena mempunyai alasan, yaitu karena melihat berdasarkan mimpi atau suratan takdir tangan dari seorang yang akan melangsungkan pernikahan ini.

  1. Berdasarkan jauh dekatnya suatu hubungan kekeluargaan, dapat diuraikan sebagai berikut.:
    • Pertuturken

Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi karena seorang pria dan wanita ini tidak mempunyai hubungan kekeluargaan, maksud kekeluargaan disini adalah erimpal.

    • Erdemu Bayu

Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi, karena seorang pria dan wanita yang akan menikah ini mempunyai suatu hubungan keluarga yaitu saling erimpal.

    • Merkat Senuan

Adalah suatu pernikahan yang terjadi antara seorang pria yang menikahi seorang putri dari puang kalimbubunya. Pada umumnya suatu pernikahan seperti ini sangat dilarang.

    • La Arus

Adalah suatu pernikahan antara pria dan wanita, menurut suatu adat sangat terlarang, contohnya menikahi turangnya, turang impal, atau puteri dari anak berunya.

  1. Nangkih (Kawin Lari)

Dalam suku Karo juga dikenal istilah kawin lari atau disebut dengan Nagkih . Nagkih terjadii karena ada kemungkinan banyak dari saudara yang ingin mengawini gadis tersebut, demi menjaga agar tidak terjadi perpecahan keluarga,maka dengan sembunyi-sembunyi diatur agar dilakukan acara ““Nangkih””. Selain itu Nangkih bisa terjadi karena orang tua sigadis tidak merestui perkawinan anaknya dengan laki-laki pilihan anaknya, maka silaki-laki akan membawa sigadis kerumah anak berunya.“Nangkih” artinya membawa si gadis ke rumah anak berunya yang dilakukan oleh pria yang hendak mengawininya. Dalam “Nangkih” ini ada acara atau kegiatan yang perlu dilakukan. Tapi, sebelum dijelaskan tentang “Nangkih” ini dapat dikemukakan bahwa bagi pria dan gadis yang tidak ada hubungan keluarganya langsung, tapi tidak terlarang untuk menjadi suami istri, apalagi kalau pasangan ini berpacaran beda kampung, di saat inilah terjadi “Nangkih”.