Heteroseksualitas merupakan ketertarikan romantika, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual antara orang-orang yang berbeda jenis kelamin atau gender menurut pasangan gender. Sebagai sebuah orientasi seksual, heteroseksualitas merujuk pada "suatu pola tetap atau watak untuk melakukan ketertarikan seksual, kasih sayang, fisik, atau romantika pada orang-orang yang berjenis kelamin berbesa"; juga merujuk pada "sebuah rasa identitas seseorang berdasarkan ketertarikan-ketertarikan tersebut, kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan, dan keanggotaan dalam sebuah komunitas yang juga memiliki ketertarikan yang sama seperti itu".[1][2] Istilah ini biasanya diaplikasikan pada manusia, tetapi juga diamati pada semua mamalia.

Seorang pria dan seorang wanita saling berpegangan tangan

Heteroseksualitas adalah satu dari tiga klasifikasi utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan homoseksualitas. Ketiganya merupakan bagian dari Rangkaian kesatuan heteroseksual-homoseksual.

Istilah ini secara etimologi terbentuk dengan menambahkan bahasa Yunani έτερος heteros (memiliki arti "berbeda" atau "lain") sebagai imbuhan pada "seksualitas".

Sejarah dan demografi

Demografi dari orientasi seksual sulit untuk ditetapkan karena kurangnya data yang tersedia. Meskipun demikian, sikap dan kebiasaan dalam sejarah seksualitas manusia cukup bervariasi pada berbagai kebudayaan.

Studi akademis

Biologikal

Teori hormonal sebelum kelahiran

Neurobilogi dari maskulinisasi otak telah cukup dimengerti. Estradiol dan testosteron, yang dikatalisa oleh enzim 5α-reduktase menjadi dihidrotestosteron, berikatan dengan reseptor androgen di otak untuk membuatnya maskulin. Jika reseptor androgen terlalu sedikit (pada manusia yang mengidap sindrom androgen tidak sensitif) atau terlalu banyak (wanita dengan congenital adrenal hyperplasia), akan timbul efek secara fisik dan psikologi.[3] Telah diduga bahwa keheteroseksualan pria dan wanita merupakan hasil dari variasi proses tersebut.[4] Menurut penelitian ini, keheteroseksualan pada wanita berkaitan dengan rendahnya proses maskulinisasi pada otaknya dibandingkan dengan yang ditemukan pada wanita lesbian. Namun, pada pria heteroseksual, terdapat sejumlah penelitian yang mendukung bahwa proses maskulinisasinya lebih tinggi dibandingkan pria homoseksual, tetapi beberapa penelitian yang lain justru membuktikan sebaliknya.

Seleksi alam

Banyak kebiasaan manusia yang dipandang dapat dijelaskan secara sempurna dalam konteks seleksi alam. Dari sudut pandang ini, variasi fenotip antara hasrat heteroseksual dan homoseksual dalam setiap individu telah berkembang pada manusia, sebagaimana juga terjadi pada beberapa spesies lain. Hal ini merupakan wujud nyata adaptasi yang lebih baik, sebab tidak ada dokumentasi populasi manusia yang heteroseksual secara keseluruhan.

Kebiasaan heteroseksual pada hewan

Sebagian besar proses reproduksi di dunia binatang difasilitasi melalui hubungan heteroseksual, meskipun ada juga binatang yang bereproduksi secara aseksual, seperti protozoa dan hewan tak bertulang belakang berkelas rendah.[5]

Reproduksi secara seksual sebenarnya tidak membutuhkan suatu orientasi heteroseksual, sebab orientasi seksual merujuk pada pola tetap berjangka panjang terhadap ketertarikan seksual dan emosional yang membimbing pada suatu ikatan sosial yang biasanya juga berjangka panjang. Sementara itu, reproduksi seksual hanya membutuhkan tindakan dasar hubungan kelamin yang seringkali dilakukan hanya sekali setiap waktu.

Psikologi

Penelitian terhadap kebiasaan

Pada permulaan abad ke-20 M, diskusi teoritis mula-mula terhadap bidang psikoanalisis menempatkan biseksualitas dalam perkembangan psikologi manusia. Penelitian kuantitatif oleh Alfred Kinsey pada tahun 1940an dan kisi-kisi orientasi seksual Dr. Fritz Klein pada tahun 1980an menemukan distribusi yang serupa dengan dalil para pendahulu mereka.

Berdasarkan tulisan Alfred Kinsey yang berjudul Sexual Behavior in the Human Male serta beberapa penelitian modern lainnya, mayoritas manusia memiliki pengalaman atau sensasi baik secara heteroseksual dan homoseksual sehingga mereka dikategorikan sebagai biseksual. Penelitian Kinsey secara konsisten menemukan bahwa orientasi seksual merupakan sesuatu yang berkembang ke banyak segi di sepanjang kehidupan seseorang; jarang, tetapi tidak selalu terjadi, termasuk membentuk ketertarikan pada jenis kelamin yang baru. Jarang setiap individu secara radikal mengorientasi ulang keseksualan mereka secara cepat -dan lebih sedikit lagi yang melakukannya atas kemauan mereka sendiri-tetapi seringkali seksualitas berkembang, berubah, dan menyerap elemen-elemen baru selama puluhan tahun. Misalnya, norma umum "usia yang pantas" untuk seksualitas membutuhkan suatu obyek ketertarikan yang berubah (terutama pada masa menuju kedewasaan). Teori queer kontemporer, yang menggabungkan berbagai ide dari konstruksionisme sosial, cenderung melihat seksualitas sebagai sesuatu yang hanya memiliki arti dalam susunan sejarah yang diberikan. Maka seksualitas dipandang sebagai suatu partisipasi dalam sebuah jalur sosial yang lebih besar dan, meskipun terkesan berubah-ubah jika dipandang dari beberapa sisi, bukanlah sebagai sesuatu yang ditentukan oleh masing-masing individu secara ketat.

Penelitian-penelitian lain menyangsikan metodologi Kinsey. "Perhitungannya dinilai rancu setelah diketahui bahwa ia mewawancarai para homoseksual dan tahanan (banyak yang merupakan pelaku kejahatan seksual) secara tidak seimbang."[6][7]

Para seksologis mengaitkan ketidaksesuaian beberapa penemuan pada sikap negatif masyarakat terhadap suatu orientasi seksual tertentu. Misalnya, orang-orang dapat berkata berbeda mengenai orientasi seksual mereka tergantung pada lingkungan sekitarnya saat itu, apakah terbuka atau pribadi. Keengganan untuk menyingkap orientasi seksual sebenarnya dari seseorang seringkali disebut sebagai "berada di dalam lemari". Masing-masing individu mampu untuk menikmati relasi seksual dengan dua atau satu jenis kelamin dapat memiliki kecenderungan untuk membatasi diri mereka sendiri pada hubungan heteroseksual atau homoseksual dalam masyarakat yang memberi stigma pada hubungan sesama jenis ada beda jenis.

Kodrat dan pola asuhan

Perdebatan skala besar mengenai "sifat alami dan pola asuhan" muncul pada topik mengenai faktor biologi atau psikologikah yang lebih mendominasi terbentuknya orientasi seksual pada manusia. Faktor-faktor yang menjadi kandidat antara lain adalah genetika, kadar hormonal yang diterima janin, dan faktor-faktor lingkungan.

APA baru-baru ini secara resmi memberikan pernyataan bahwa "beberapa orang percaya bahwa orientasi seksual merupakan pembawan sejak lahir dan tidak berubah; tetapi orientasi seksual berkembang sepanjang masa kehidupan seseorang",[8] kebalikan dari sebelumnya, saat seksualitas yang tidak umum dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan atau penyakit mental yang dapat disembuhkan melalui suatu institusionalisasi atau cara lain.

Kritik atas penelitian

Berbagai penelitian yang dilakukan untuk mengetahui asal-muasal orientasi seksual dikritik memiliki lingkup terlalu sempit, kebanyakan hanya berfokus pada heteroseksualitas dan homoseksualitas sebagai dua kutub berlawanan tanpa adanya penjelasan diantara keduanya. Juga dinyatakan bahwa penelitian-penelitian ilmiah terlalu fokus untuk mencari penjelasan orientasi seksual secara biologis, dan tidak cukup untuk efek-efek kombinasi biologi dan psikologi.

Sebuah ringkasan yang diberikan oleh Council for Responsible Genetics, ditegaskan bahwa orientasi seksual tidak tetap, dan pada suatu ceramah: "Yang jelas hilang dari perdebatan ini adalah gagasan yang diperjuangkan oleh Kinsey, bahwa ekspresi seksualitas manusia bervariasi antara yang satu dengan yang lain, sebagaimana ciri-ciri kompleks lainnya. Tetapi sebagaimana intelegensia, seksualitas merupakan suatu ciri kompleks umat manusia yang berusaha dijelaskan oleh ilmu pengetahuan modern secara genetik... Daripada memutuskan bahwa hal tersebut merupakan hasil dari proses-proses biologis murni, suatu sifat tumbuh dari proses-proses perkembangan yang memasukkan elemen-elemen biologis dan sosial. Menurut American Psychological Association (APA), terdapat banyak teori mengenai asal-usul orientasi seksual seseorang, tetapi beberapa percaya bahwa "orientasi seksual sangat mungkin merupakan hasil dari suatu interaksi kompleks faktor-faktor lingkungan, kognitif, dan biologis," dan bahwa faktor-faktor genetika memainkan "peran yang signifikan" dalam menentukan sesualitas seseorang.

Sosial dan sejarah

Semenjak tahun 1960an dan 1970an, sejumlah besar penelitian telah memberikan bukti dan analisa secara meluas sehingga heteroseksualitas dan homoseksualitas ditata secara sosial dan mengalami perubahan sejarah.[9] Penelitian-penelitian tersebut melawan asumsi bahwa heteroseksualitas, homoseksualitas, dan berbagai variasi seksualitas lainnya merupakan fenomena biologis dan psikologis.

Suatu pasangan heteroseksual, seorang pria dan seorang wanita dalam suatu hubungan yang intim, akan membentuk sebuah keluarga inti.[10] Berbagai masyarakat sepanjang sejarah bersikeras bahwa suatu perkawinan dilangsungkan sebelum pasangan tersebut berkeluarga, tetapi pelaksanaan aturan ini sangatlah bervariasi. Pada beberapa aturan, jika suatu pasangan pria dan wanita yang belum menikah telah tinggal bersama cukup lama, mereka dianggap telah melangsungkan pernikahan adat.

Heteroseksisme

Heteroseksisme adalah suatu bentuk bias atau diskriminasi terhadap seksualitas dan hubungan dua jenis kelamin yang berbeda. Dengan asumsi bahwa semua orang adalah heteroseksual dan terlibat dalam berbagai tingkatan diskriminasi terhadap gay, lesbian, biseksual, heterofleksible, atau transgender.

Heteronormativitas

Heteronormativitas menunjukkan atau berhubungan dengan suatu pandangan dunia yang mempromosikan heteroseksualitas sebagai orientasi seksual yang normal atau yang lebih dipilih oleh orang-orang. Hal ini kemungkinan akan menetapkan secara tegas peran gender pada pria dan wanita. Istilah ini dipopulerkan oleh Michael Warner di tahun 1991.[11]

Sekutu heteroseksual

Seorang sekutu heteroseksual adalah seseorang yang heteroseksual, tetapi mendukung persamaan hak sipil bagi lesbian dan gay. Sekutu heteroseksual juga ikut mendukung gerakan sosial LGBT.[12]

Aspek religius

Tradisi Yahudi-Kristen memiliki beberapa tulisan yang berhubungan dengan heteroseksualitas. Dalam Kitab Kejadian 2:24 terdapat suatu perintah yang menyebutkan "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Kejadian 2:24 Dalam 1 Korintus, umat Kristen dianjurkan:

Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin, tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak. Hal ini kukatakan kepadamu sebagai kelonggaran, bukan sebagai perintah.[13]

Kebanyakan tradisi religius di dunia mensyaratkan pernikahan sebagai persatuan heteroseksual, tetapi terdapat beberapa pengecualian seperti pada tradisi-tradisi Buddhis dan Hindu, Unitarian Universalisme, Gereja Komunitas Metropolitan dan beberapa keuskupan Anglikan, serta beberapa konggregasi kaum Quaker, United Church of Canada, dan Yahudi Pembaruan.[14][15]

Hampir semua agama percaya bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita adalah sah, tetapi ada beberapa yang percaya bahwa hal tersebut merupakan dosa, misalnya kaum Shaker, Harmony Society, dan Ephrata Cloister. Agama-agama ini cenderung memandang segala jenis hubungan seksual sebagai dosa sehingga mereka mempromosikan selibat. Beberapa agama membutuhkan selibat untuk beberapa peran, seperti para pendeta Katolik; tetapi Gereja Katolik tetap memandang pernikahan heteroseksual sebagai sakramen suci serta dibutuhkan.[16]

Bahasa

Etimologi

Terminologi

Slang

 
Salah satu versi simbol heteroseksualitas

Simbolisme

Simbolisme heteroseksual dapat ditelusuri hingga ke artifal paling awal umat manusia, pada pahatan ritual kesuburan dan kesenian primitif. Hal tersebut kemudian diekspresikan dalam simbolisme ritual kesuburan dan pemujaan politeisme, yang seringkali memasukkan gambar alat kelamin manusia. Simbol modern keheteroseksualitasan dalam masyarakat diperoleh dari tradisi Eropa yang masih menggunakan referensinya pada kepercayaan kuno. Salah satu lambanganya adalah kombinasi simbol Mars, dewa perang Romawi, sebagai lambang jantan untuk maskulinitas, dan Venus, dewi cinta dan kecantikan Roma, sebagai lambang betina untuk femininitas. Karakter unicode untuk kombinasi simbol tersebut adalah ⚤ (U+26A4).

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ "What is sexual orientation?". APAHelpCenter.org. Diakses tanggal 2011-03-31. 
  2. ^ "APA California Amicus Brief" (PDF). Courtinfo.ca.gov. Diakses tanggal 2013-10-11. 
  3. ^ Vilain, E. (2000). Genetics of Sexual Development. Annual Review of Sex Research, 11:1–25
  4. ^ Wilson, G. and Rahman, Q., (2005). Born Gay. Chapter 5. London: Peter Owen Publishers
  5. ^ The Columbia Encyclopedia (Colum. Univ. Press, 5th ed. [casebound?] 1993 (ISBN 0-395-62438-X)), entry Reproduction.
  6. ^ Tom Bethell (April 2005). "Kinsey as Pervert". American Spectator, 38, 42–44. ISSN 0148-8414.
  7. ^ Julia A. Ericksen (May 1998). "With enough cases, why do you need statistics? Revisiting Kinsey's methodology". The Journal of Sex Research 35 (2): 132-40, ISSN 0022-4499.
  8. ^ American Psychiatric Association (May 2000). "Gay, Lesbian and Bisexual Issues". Association of Gay and Lesbian Psychiatrics. 
  9. ^ Social-Historical Construction of Sexuality: Bibliography[pranala nonaktif]
  10. ^ "... inti dari sebuah keluarga adalah sebuah pasangan heteroseksual yang memiliki anak yang mereka besarkan hingga dewasa - disebut keluarga inti." Encyclopedia of family health
  11. ^ Warner, Michael (1991), "Introduction: Fear of a Queer Planet". Social Text; 9 (4 [29]): 3–17
  12. ^ Emerging Issues in the 21st Century World-system: Volume 2 - Page 40, Wilma A. Dunaway - 2003
  13. ^ "1 Korintus 7". Alkitab Sabda. Diakses tanggal 6 Mei 2014. 
  14. ^ "World Religions and Same Sex Marriage", Marriage Law Project, Sekolah Hukum Columbus at The Catholic University of America, Washington, DC, July 2002 revision [1][pranala nonaktif]PDF (84.1 KB)
  15. ^ Affirming Congregations and Ministries of the United Church of Canada[pranala nonaktif]
  16. ^ [2][pranala nonaktif]

Referensi

Bacaan lain

Pranala luar