Pernikahan adat Karo
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP25Vanya (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 26 Mei 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 26 April 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP25Vanya (Kontrib • Log) 3858 hari 389 menit lalu. |
Pernikahan adat Karo merupakan bagian dalam kehidupan orang Karo.[1] Pernikahan dalam adat Karo merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun.[1]
Jenis-jenis Pernikahan
Dalam budaya Karo, ada beberapa jenis pernikahan, yaitu:[1]
- Berdasarkan status dari pihak yang melakukan pernikahan, dapat beberapa jenis, yaitu:[1]
- Gancih Abu (Ganti Tikar)
Gancih abu adalah suatu pernikahan seorang laki-laki menikahi saudara perempuan istrinya yang telah meninggal.[1]
- Lako Man (Turun Ranjang)
Lako man adalah suatu pernikahan seseorang laki-laki menikahi seorang perempuan.[1] Perempuan dalam pernikahan ini adalah perempuan bekas istri saudara atau ayahnya yang telah meninggal.[1] Lako man sendiri memiliki jenis-jenis lainnya pula, yaitu:
- Pernikahan Mindo Makan
Mindo makan adalah suatu pernikahan yang seorang laki-laki dengan perempuan bekas istri saudara atau ayahnya yang telah meninggal.[1]
- Pernikahan Mindo Cina
Mindo Cina adalah suatu pernikahan yang seorang laki-laki menikahi seorang neneknya dalam tutur suku Karo.[1] Dalam tutur suku Karo, yang dianggap nenek bukan hanya ibu dari ibu kandungnya.[1]
- Kawin Ciken
Kawin ciken adalah suatu pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, yang dahulu adalah istri dari ayahnya ataupun saudaranya.[1] Namun, dalam jenis pernikahan ini,sudah ada perjanjian sebelum ayahnya atau saudaranya meninggal.[1]
- Iyan
Iyan adalah suatu perkawinan seorang perempuan dengan saudara laki-laki suaminya karena ia belum melahirkan seorang anak laki-laki.[2]
- Piher Tendi atau Erbengkila Bana
Piher tendi adalah suatu pernikahan seorang perempuan menikahi pamannya dalam tutur suku Karo.[2]
- Cabur Bulung
Cabur bululung adalah suatu pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, yang keduanya usianya tergolong remaja atau pemuda.[2] Pernikahan semacam ini biasanya berlangsung karena melihat berdasarkan mimpi atau suratan takdir tangan dari seorang yang akan melangsungkan pernikahan ini.[2]
- Berdasarkan jauh dekatnya suatu hubungan kekeluargaan, dapat diuraikan sebagai berikut.[2]
- Pertuturken
Pertuturken adalah suatu pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang tidak erimpal atau perempuan yang memiliki marga yang sama dengan marga laki-laki.[2]
- Erdemu Bayu
Erdemu bayu adalah suatu pernikahan antara laki-laki dengan perempuan yang erimpal.[2]
- Merkat Senuan
Merkat senuan adalah suatu pernikahan yang terjadi antara seorang laki-laki yang menikahi seorang putri dari puang kalimbubunya.[2] Pada umumnya, jenis pernikahan seperti ini sangat dilarang.[2]
- La Arus
La arus adalah suatu pernikahan antara laki-laki dan perempuan, yang dalam adat Karo dilarang.[3] Salah satunya adalah pernikahna semarga.[3]
- Nangkih (Kawin Lari)
Nangkih adalah istilah kawin lari dalam suku Karo.[3] Dalam nangkih, acara adat tetap dilakukan.[3] Namun, istilah ini juga berlaku untuk pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang beda kampung.[3]
Tahapan-tahapan
Dalam pernikahan adat Karo, ada tiga tahapan yang harus dijalani oleh calon pengantin dan keluarganya.[4] Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut.[4]
- Persiapan Kerja Adat
- Sitandan Ras Keluarga Pekepar
Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan.[4] Tahapan ini juga saat bagi keluarga melakukan tahap mbaba belo selambar dengan anak beru.[4]
- Mbaba Belo Selambar
Dalam tahapan ini, keluarga dan calon pengantin laki-laki datang melamar calon pengantin perempuan.[4] Di saat ini pula, keluarga, calon pengantin, dan kalimbubu menentukan tanggal ngantin manuk.[4]
- Nganting Manuk
Dalam tahapan ini, para pelaksana pernikahan akan membicarakan tentang hutang adat pada pesta pernikahan dan merencanakan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.[4] Namun, hari pernikahan tidak boleh lebih 1 bulan sesudah melaksanakan tahapan ini.[4]
- Hari Pesta Adat
- Kerja Adat
Tahap ini adalah pelaksanaan pernikahan adat kedua mempelai.[4] Pelaksanaan tahap ini biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak perempuan.[4] Dalam tahap ini, para mempelai diwajibkan untuk landek (menari).[4]
- Persadan Tendi
Pelaksanaan tahapan ini dilakukan pada saat makan malam sesudah kerja adat bagi para mempelai.[5] Dalam pelaksaan tahap ini, para anak beru telah menyiapkan makanan bagi kedua pengantin.[5] Tujuannya adalah memberi semangat baru bagi kedua mempelai.[5]
- Sesudah Pesta Adat
- Ngulihi Tudung
Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari kerja adat berlalu.[5] Orang tua pihak laki-laki kembali datang ke rumah orang tua pihak perempuan.[5] Orang tua pihak laki-laki datang membawa lauk-pauk berisi ikan dan ayam.[5]
- Ertaktak
Pelaksanaan tahap ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada waktu yang sudah ditentukan.[5] Tahap ini biasanya seminggu setelah kerja adat.[5] Pada tahap ini, dibicarakanlah uang keluar saat pergelaraan kerja adat dilaksanakan.[5]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l (Indonesia)Bangun, Tridah. 1986. Adat dan Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Karo.Jakarta: Kesaint Blanc.
- ^ a b c d e f g h i (Indonesia)Ginting, Malem Ukur. 2008. Adat Karo.Medan: Sirulo.
- ^ a b c d e (Indonesia)Bangun, Roberto. 1989. Mengenal orang Karo.Jakarta: Yayasan Pendidikan Bangun.
- ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia)Ginting, Nalinta. 1984. Turi-turin Beru Rengga Kuning: Turi-turin Adat Budaya Karo.Deli Tua: Toko Buku Kobe.
- ^ a b c d e f g h i (Indonesia)Tambun, P. 1952. Adat-Istiadat Karo.Jakarta: Balai Pustaka.