Balaupata Merupakan saudara kembar dari Cingkarabala.[1] Balaupata dan Cingkarabala merupakan (dalam cerita wayang) seorang Dewa Raksasa kembar.[2] Kedua Raksasa ini ditugasi menjaga Kori Selamatangkep dan diangkat menjadi Dewa.[1] Saudara kembar itu juga menjadi lambang amarah yang menghalang-halangi seseorang yang ingin mengheningkan cipta atau menundukkan hawa nafsu.[2] Maka kedua Dewa raksasa itupun digambarkan sebagai penjaga-penjaga pintu Surga.[2] Seseorang yang ingin ke Surga, harus pergi menghadap ke Balaupata dan bangkarabala dengan badan halusnya dan menundukkan lebih dulu amarahnya yang diibaratkan kedua Dewa raksasa itu.[2] Barang siapa yang mau masuk atau naik ke Kayangan Suralaya menghadap Batara Guru, maka harus lebih dahulu berhadapan dengan sang penjaga Salamatangkep yang berwujud raksasa kembar itu.[1]

Berkas:Balaupata solo.jpg
Balupata

Riwayat

Balaupata adalah anak seorang raksasa bernama Gopatama yang merupaan Lembu Andhini, kendaraan Hyang Guru.[1][2]

Tugas Balupata dalam Cerita Pewayangan

Di dalam segala cerita wayang berlaku peraturan bagi setiap orang yang ingin naik ke Sorga, bahwa tak diizinkan ia untuk datang dengan badan kasarnya, melainkan dengan badan halusnya.[3] Seseorang ingin naik ke Sorga dengan badan kasarnya, akan dihalangilah ia oleh kedua raksasa penjaga pintu Sorga itu.[3] Tetapi ada juga ksatria, yakni Arjuna, yang bisa naik ke Sorga dengan badannya.[3] Perbuatan demikian disebut sumengka pangawak bajra yang berarti bersungguh-sungguh bagaikan berbadan angin puyuh.[3] Selain Arjuna terdapat juga tokoh-tokoh wayang sakti lainnya yang bisa naik ke Sorga dengan badan kasar.[3]

Sifat Balupata

Berikut ini merupakan sifat-sifat dari Balaupata:

  1. Bertabiat baik hati.[4]
  2. Jujur dan dapat dipercaya.[4]
  3. Tangguh

Kegunaan Patung Balaupata

Dalam kehidupan Masyarakat biasanya patung Cingkarabala dan Balaupata dapat dimaknai sebagai tulak bala (menghalau bahaya) agar tidak mengganggu atau mencelakai penghuni bangunan yang bersangkutan.[5] Demikian dengan memahamkan para anak muda pada kesenian ketoprak dapat diartikan sebagai tulak bala terhadap pengaruh budaya asing yang semakin gencar masuk ke Indonesia.[5] Dalam konteks Kerajaan di Jawa dahulu, Balupata dan Cingkarabala ini dijadikan patung-patung penjaga istana, yang diletakkan dikanan-kiri pintu gerbang istana dengan demikian diyakini bahawa istana dijaga kuat sehingga aman.[6] Kemudian juga dengan penggunaan simbol patung kedua dewa kembar ini, maka dalam memasuki istana tidak mudah karena banyak rintangan yang harus dilalui.[4] Bahkan yang mempunyai niat baik yang bisa masuk.[4]

Bentuk Wayang

Balaupata memiliki bentuk wayang sebagai berikut:

  1. Memiliki Wajah yang seram.[5]
  2. bermata plelengan.[2]
  3. Memiliki badan yang besar (raksasa).[4]
  4. Memiliki hidung yang nyanthik palwa (serupa haluan perahu).[2]


Rujukan

  1. ^ a b c d Mahendra Sucipta (2010). Ensiklopedia tokoh-tokoh wayang dan silsilahnya. Yogyakarta: Narasi. hlm. 62. ISBN 9789791681896. 
  2. ^ a b c d e f g Piyoto. "Batara Balaupata". Diakses tanggal 13 Mei 2014. 
  3. ^ a b c d e http://www.ki-demang.com/galeria256/index.php/wayang-aksara-b/98-balaupata-solo. Diakses tanggal 14 Mei 2014.  Teks "Balaupata - Solo" akan diabaikan (bantuan); Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  4. ^ a b c d e Radhita Yuka Heragoen. Aspek-aspek Simbolik Gunungan Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta, dalam Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia. hlm. 31. 
  5. ^ a b c herjaka. "GUPALA Nyelonong dalam Festival Ketoprak". Diakses tanggal 14 mei 2014. 
  6. ^ "Sejarah dan Misteri Pulau Jawa Kuno di masa lalu". Diakses tanggal 14 mei 2014.