Bojongkokosan, Parungkuda, Sukabumi
Bojong Kokosan adalah desa di kecamatan Parung Kuda, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.[1] Kode pos untuk desa Bojong Kokosan adalah 43357.[2] Desa Bojongkokosan merupakan desa pemekaran, yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Desa Kompa, seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah, maka atas dasar itulah para tokoh masyarakat berinisiatif untuk memekarkan desa menjadi dua yaitu Desa Asal (Desa Kompa) dan Desa pemekaran (Desa Bojongkokosan).[3] Desa Bojong Kokosan merupakan tempat terjadinya peristiwa Perang Konvoi (Pertempuran Bojong Kokosan) yang menjadi perang konvoi pertama (The Firs Convoy Battle) dan merupakan cikal bakal dari peristiwa Bandung Lautan Api.[1]
Bojong Kokosan | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Sukabumi | ||||
Kecamatan | Parung Kuda | ||||
Kode Kemendagri | 32.02.13.2006 | ||||
Luas | - | ||||
Jumlah penduduk | - | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
Pertempuran Bojong Kokosan
Pada 9 Desember 1945, pasukan Inggris yang berintikan tentara Ghurka bersama dengan pasukan Belanda dengan NICA berusaha masuk ke Sukabumi dan dihadang gabungan pasukan pejuang.[4] Penghadangan ini menyebabkan terjadinya pertempuran sengit yang dikenal dengan nama Pertempuran Bojong Kokosan.[4] Penghadangan sepanjang 81 kilometer ini di mulai dari Cigombong (Bogor) sampai Ciranjang (Cianjur) telah mengakibatkan banyak korban dari kedua belah pihak. Diantaranya, 50 orang meninggal, 100 orang luka berat dan 30 orang menyerah dari pihak sekutu.[1] Sementara korban yang gugur dipihak pejuang sebanyak 73 orang pada Perang Konvoi kedua tanggal 10 sampai dengan 14 maret 1946.[1] Maksud konvoi tentara sekutu tersebut adalah untuk mengambil interniran (tawanan) Jepang di daerah Sukabumi dan sekitarnya, memberikan bantuan ke Bandung yang pada saat itu sedang terjadi pergolakan antara pihak pemuda dengan tentara sekutu, dan menjaga kelancaran hubungan jalan darat antara Bogor – Sukabumi – Cianjur.[1] Peristiwa Bojongkokosan merupakan salah satu faktor penyebab dari pada peristiwa Bandung Lautan Api, 24 Maret 1946.[1] Hal ini disebabkan karena ditinjau dari strategi nasional daerah jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi-Bandung, merupakan urat nadi kekuatan sekutu untuk menguasai daerah yang dilalui jalur tersebut.[1]
Pertempuran Bojong Kokosan berawal dari berita yang diterima para pejuang Sukabumi di Pos Cigombong.[1] Ada serombongan truk konvoi sekutu menuju Sukabumi.[1] Mendengar berita itu, Kompi III pimpinan Kapten Murad dan laskar rakyat Sukabumi segera menduduki tempat pertahanan di pinggir (tebing) utara dan selatan jalan di Bojongkokosan.[1] Barisan pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bojong Kokosan diperkuat senjata rampasan dari tentara Jepang.[1] Selain penghadangan laju kendaraan pasukan sekutu dilakukan pasukan TKR, laskar rakyat seperti Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hisbullah pimpinan Haji Akbar dan Pesindo spontan ikut bergabung.[1] Selepas salat Ashar, konvoi tentara sekutu datang dari arah Bogor.[1] Mereka diperkuat dengan puluhan tank, panser wagon, dan truk berisi ribuan pasukan Gurkha.[1] Konvoi itu masuk garis pertahanan TKR. Saat mendekati tebing Bojong kokosan, pejuang dan rakyat melepaskan tembakan.[1] Pasukan TKR dan laskar rakyat melakukan penyerangan secara sporadis.[1] Menyadari ada serangan, pasukan sekutu bersenjatakan peralatan perang modern melakukan pembalasan.[1] Mereka membombadir pertahanan pejuang dengan tank baja dan senapan mesin.[1] Balasan serangan sekutu membuat pertahanan pejuang menjadi sasaran lesatan peluru dan mortir.[1] Para pejuang berhasil lolos setelah beberapa jam melakukan penyergapan.[1] Mereka meloloskan diri dari serangan balasan setelah hujan deras disertai kabut mengguyur kawasan itu.[1] Melihat pejuang berhasil lolos, pasukan sekutu marah dan menyerang dengan membabi buta.[1] Karena tidak terima, pejuang dan laskar rakyat kembali melakukan penyerangan terhadap konvoi tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda.[1]
Pertempuran kembali terjadi di sepanjang jalan Bojongkokosan hingga perbatasan Cianjur seperti Ungkrak, Selakopi, Cikukulu, Situawi, Ciseureuh hingga Degung.[1] Perang juga meluas hingga lintasan Ngaweng, Cimahpardi, Pasekon, Sukaraja, hingga Gekbrong di perbatasan Sukabumi-Cianjur.[1] Tentara sekutu yang dalam perjalanan ke Bandung itu dibuat gentar.[1] Akhirnya komandan sekutu mengajak berunding dengan pemimpin TKR dan pemerintah setempat.[1] Diwakili Komadan Resimen III, Letnan Kolonel (Letkol) Edi Sukardi, akhirnya disetujuilah usulan gencatan senjata.[1] Hanya saja, gencatan senjata hanya berlangsung sehari.[1] Tentara sekutu melakukan tindakan tidak terpuji.[1] Tepat 10 Desember 1945, tentara sekutu kembali membombardir Kecamatan Cibadak.[1] Pengeboman itu tercatat dalam majalah Belanda Fighting Cocks karangan Kolonel Doulton.[1] Serangan pesawat-pesawat tempur itu bahkan tercatat sebagai yang terbesar sepanjang Perang Dunia II.[1] Sekutu melakukan pengeboman udara setelah mengetahui puluhan tetaranya tewas di tangan pejuang dan rakyat.[1] Pada persitiwa itu, 73 pejuang gugur (nama-nama pejuang sebagian tercatat di Palagan Bojong Kokosan).[1] Selama dua jam, para pehlawan gagah berani itu menyergap konvoi militer Inggris yang dikawal beberapa tank jenis Stuart.[1] Konvoi dihadang pasukan Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Sukabumi.[1]
Tercatat, 50 orang pasukan sekutu (Inggris) tewas, 100 lainnya terluka, dan 30 tentara hilang.[5] Tidak hanya gugur, Peristiwa Bojong Kokosan juga menewaskan dan melukai ratusan rakyat sipil.[5] Ratusan rumah hancur setelah Angkatan Udara Inggris (Royal Air Force) melakukan serangan balasan.[5] Sekutu mengebom beberapa desa di Kompa, Parungkuda, dan Cibadak hingga hancur dan rata dengan tanah.[5] Pertempuran Bojong Kokosan membawa efek yang besar terhadap keikutsertaan tentara Sekutu di Indonesia dimata publik.[6] Di Inggris sendiri dibahas dalam kongres parlemen dimana mayoritas publik dan parlemen menolak Inggris terlibat lebih lanjut dalam pertempuran Indonesia dengan Belanda dan menghormati keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka seperti yang terjadi dalam persitiwa 10 November 1945 di Surabaya 1 bulan sebelumnya, hal ini merupakan salah satu faktor yang mempersingkat kehadiran tentara Inggris di Indonesia.[6]
Palagan Bojong Kokosan
Dalam rangka mengenang peristiwa heroik bersejarah itulah, site Museum dan Monumen Bojongkokosan dibuat.[7] Pembangunan Palagan Perjuangan 1945 Bojongkokosan dilakukan secara swa kelola, sesuai dengan surat Ketua Umum Panitia Pemugaran Monumen Perjuangan 1945 no 20 PPM-BK/XII/1992, dianggarkan dalam APBD Pembangunan Perda Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat tahun anggaran 1991/1992, dengan otorisasi pembangunan no.922/314/p.OC.9.3/Keu/91-92 tanggal 7 Januari 1992.[7] Museum ini diresmikan pada 13 November 1992 oleh R. Moh. Yogie Suardi Memet (Gubernur Jawa Barat 1985 – 1993).[7] Koleksi utama museum ini adalah diorama, puing pesawat RAF, senjata laras panjang Len Enviel, senjata laras pendek VOC, Helmet Pasukan Sekutu dan TKR, pedang dan golok pasukan Kelaskaran Rakyat.[7]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak (Indonesia) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. "Situs Museum Palagan Bojong Kokosan". Diakses tanggal 12 Mei 2014.
- ^ (Indonesia) Organisasi. "Daftar Nama Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten SUkabumi". Diakses tanggal 12 Mei 2014.
- ^ (Indonesia) Bojong Kokosan. "Sejarah". Diakses tanggal 12 Mei 2014.
- ^ a b (Indonesia) Drs. Anwar Kurnia & Drs. H. Moh. Suryana (2007). "Sejarah". 1: 32. Diakses tanggal 12 Mei 2014.
- ^ a b c d (Indonesia) Iwan Sumatri. ""73 Pejuang Bojong Kokosan" Pahlawan Sukabumi yang terlupakan". Diakses tanggal 12 Mei 2014.
- ^ a b (Indonesia) Bogor Heritage. "Bojong Kokosan Sejarah Perjuangan Rakyat Sukabumi". Diakses tanggal 12 Mei 2014.
- ^ a b c d (Indonesia) Asosiasi Museum Indonesia. "Museum Palagan Perjuangan 1945 Bojong Kokosan". Diakses tanggal 12 Mei 2014.