Masjid Baiturrahman Banda Aceh
5°33′13″N 95°19′1.9″E / 5.55361°N 95.317194°E
Masjid Raya Baiturrahman | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Lokasi | |
Lokasi | Banda Aceh, Aceh, Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Kesultanan Aceh |
Spesifikasi | |
Kubah | 7 Kubah[1] |
Menara | 5 Menara |
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid Kesultanan Aceh Darussalam yang di bangun oleh Yang Mulia Paduka Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M.
Bangunan indah nan megah yang mirip dengan Taj Mahal di India ini terletak tepat di jantung Kota Banda Aceh dan menjadi titik pusat dari segala kegiatan di Aceh Darussalam.
Sewaktu Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua Bulan Shafar 1290H/10 April 1873 M, Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat.
Sebagai tempat bersejarah yang memiliki nilai seni tinggi, Masjid Raya Baiturrahman menjadi objek wisata religi yang mampu membuat setiap wisatawan yang datang berdecak kagum akan sejarah dan keindahan arsitekturnya, dimana Masjid Raya Baiturrahman termasuk salah satu Masjid terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur yang memukau, ukiran yang menarik, halaman yang luas dengan kolam pancuran air bergaya Kesultanan Turkey dan akan sangat terasa sejuk apabila berada di dalam Masjid ini.
Sejarah
Masjid Raya Baiturrahman merupakan Masjid Kesultanan Aceh yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M. Riwayat lain menyebutkan bahwa yang mendirikan Masjid Raya Baiturrahman adalah Sultan Alaidin Mahmudsyah pada tahun 1292 M. Pada masa Perang Aceh, masjid ini berfungsi sebagai benteng pertahanan umat Islam. Mesjid ini pernah terbakar habis akibat penyerangan tentara Belanda dalam ekspedisinya yang kedua pada bulan Safar 1290 H/April 1873 M. Empat tahun setelah terbakar, pada pertengahan Shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji Jenderal Van Swieten, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman.
Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala negeri sekitar Banda Aceh. Hal ini disebabkan pengaruh masjid raya yang sangat besar bagi rakyat Aceh saat itu. Janji tersebut dilaksanakan oleh Mayor Jenderal Karel van der Heijden selaku gubernur militer Aceh pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis, 13 Syawwal 1296 H bersamaan dengan 9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Teungku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada tahun 1299 H yang hanya memiliki satu kubah.
Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman diperluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Perluasan ini dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (B.O.W) dengan biaya sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu gulden) dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M.
Usaha perluasan dilanjutkan oleh sebuah panitia bersama yaitu Panitia Perluasan Masjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan menteri tanggal 31 Oktober 1975 disetujui pula perluasannya yang kedua dan pelaksanaannya diserahkan pada pemborong NV. Zein dari Jakarta. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M.
Dalam rangka menyambut Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Nasional ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman diperindah dengan peralatan, pemasangan klinkers di atas jalan-jalan dalam pekarangannya. Perbaikan dan penambahan tempat wudhuk dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian kubah serta instalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.
Pada tahun 1991-1993, Masjid Raya Baiturrahman melaksanakan perluasan kembali yang disponsori oleh gubernur Dr. Ibrahim Hasan, yang meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas, meliputi bagian lantai masjid tempat shalat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudhuk. Sedangkan perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah minaret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m2 berlantai marmer buatan Italia, jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm dan dapat menampug 9.000 jamaah.
Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman sekarang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk. Dari masa ke masa masjid ini telah berkembang pesat baik ditinjau dari segi arsitektur, peribadatan maupun kegiatan kemasyarakatan. Sesuai dengan perkembangan, luas area Masjid Raya Baiturrahman ± 4 Ha, di dalamnya terdapat sebuah kolam, menara induk dan bagian halaman lainya ditumbuhi rumput yang ditata dengan rapi dan indah diselingi tanaman/pohon hias.[2]
Penerbitan
Sejak 3 September 1993, Remaja Masjid Raya Baiturrahman hingga kini telah mengeluarkan 900an edisi khutbah Jumat dalam bentuk Tabloid Gema Baiturrahman. Tabloid ini menggunakan semboyan Menuju Islam Kaffah di pimpin oleh Drs. H. Ameer Hamzah sebagai pimpinan umum, Ir. H. Basri Abu Bakar, M.Si sebagai pimpinan redaksi dan Ridha Yunawardi sebagai pimpinan usaha. Namun sejak tahun 2010, tabloid ini berhenti beredar karena kekurangan dana [butuh rujukan].
Gambar
-
Langit-langit mesjid
-
Bagian dalam Mesjid Raya Baiturrahman
-
Menara utama Mesjid Raya sekaligus sebagai tugu Aceh daerah modal Republik Indonesia
Refrensi
- ^ (Indonesia) "Masjid Baiturahman ( Masjid Raya ) Banda Aceh" (php). Diakses tanggal 2012-08-03.
- ^ Masjid Raya Baiturrahman