Masri Singarimbun
Masri Singarimbun (18 Juni 1931 – 25 September 1997) adalah seorang pakar antropologi sosial serta ahli dalam bidang studi kepedudukan. Masri Singarimbun juga merupakan pendiri sekaligus direktur pertama Pusat Studi Kepedudukan dan Kebijakan (PSKK) di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1973-1983.
Masa Kecil
Masri kecil mempunyai nama kecil dari Bahasa Karo, yaitu Matah Ari yang kemudian dikenal dengan istilah Matahari oleh masyarakat luas telah memiliki bakat meneliti sejak lulus dari SMA Negeri I Medan pada tahun 1954. Pada saat itu Matahari banyak menjelajahi desa Karo untuk mengumpulkan berbagai pribahasa. Hasil dari penelitian tersebut akhirnya dijadikan menjadi judul buku, yaitu 1000 Perumpamaan Karo yang terbit di Medan pada tahun 1962.
Belajar Antropologi
Pada tahun 1959, Masri Singarimbun menempuh pendidikan di Fakultas Paedagogi di Universitas Gadjah Mada. Masri kemudian mendapatkan beasiswa untuk belajar di Australian National University (ANU), Canberra. Gelar doktor antropologi diraihnya dari universitas ini dengan disertasi, Kinship, Descent and Alliance among the Karo Batak, 1966.
Masri Singarimbun mengahabiskan sebelas tahun menetap di Australia dan sempat bekerja sebagai pembantu Atase Militer KBRI di Canberra, dan sekaligus melakukan research fellow di ANU. Karena rasa keterpanggilan untuk membesarkan dan mendidik anak-anak Indonesia, Masri akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia.
Setelah pulang ke Indonesia, Masri kemudian dikenal karena berbagai penelitiannya dalam masalah Keluarga Berencana (KB). Penelitiannya mengenai KB akhirnya membawa dirinya ke bidang demografi.
Selain dikenal sebagai pengajar antropologi terapan di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM, Masri juga dikenal sebagai Direktur Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan (PPSK) UGM. Selebihnya dia juga dikenal sebagai kolumnis di berbagai Media, seperti Kompas, Sinar Harapan, Kedaultan Rakyat, dan Majalah Tempo.