Syair Kerajaan Bima

Revisi sejak 5 Juni 2007 13.03 oleh Gombang (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Syair Kerajaan Bima mengisahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Kesultanan Bima pada kurun 1815-1829. Ada empat kejadian yang diceritakan dalam syair tersebut: wafatnya sultan, diangkatnya penggantinya, serangan perompak dan meletusnya Gunung Tambora. Syair Kerajaan Bima dikarang seorang khatib yang bernama Lukman, yang masih merupakan kerabat sultan Bima, sekitar tahun 1830.

Bahasa

Syair ini ditulis dalam Bahasa Melayu. Ragam bahasa yang digunakan umumnya tak berbeda dengan yang dipakai di Pulau Jawa atau Sumatera. Namun terdapat beberapa perbedaan. Pengaruh bahasa setempat (Mbojo) terlihat pada ejaan Jawi yang digunakan pada teks. Misalnya pengarang tidak menuliskan bunyi sengau di awal kata. Sifat bahasa Mbojo yang tidak punya bunyi konsonan di akhir kata, agaknya turut menyebabkan kesalahan ejaan pada bunyi-bunyi k, t, p pada akhir kata.

Selain pengaruh bahasa Mbojo ditemukan juga kata-kata dari Bahasa Makassar yang umumnya mencakup pakaian, perhiasan dan alat upacara. Pengarang juga menyisipkan kutipan Bahasa Arab dari hadits atau ayat Al-Quran.

Ringkasan

  • Baris 1-10: Petuah dan perkenalan pengarang.
  • Baris 11-82: Letusan Gunung Tambora. Pengarang melukiskan peristiwa letusan yang berlangsung tiga hari tiga malam dan kelaparan yang terjadi.
  • Baris 83-217: Wafatnya Sultan Abdul Hamid. Pengarang menceritakan masa sultan gering, wafatnya, dan pemakamannya. Dikisahkan juga upacara sampai seratus hari sesudahnya.
  • Baris 218-288. Serangan Perompak. Pengarang menceritakan serbuan perompak. Para bajak laut menghancurkan Sanggar, dan mengalahkan Orang Melayu dan Bugis di Sape sebelum akhirnya diusir pasukan Bima.
  • Baris 289-487: Penobatan Sultan Ismail.

Rujukan

  • Chambert-Loir, Henri (2004). Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.