Kabupaten Kerinci
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Kabupaten Kerinci adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Jambi. Luas wilayahnya 4.200 km² dengan populasi 300.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Sungai Penuh. Sebagai kabupaten dengan wilayah terkecil di Propinsi Jambi (diluar Kota Jambi), Kerinci adalah kabupaten dengan jumlah penduduk terpadat.
Nama Kerinci
Nama ‘Kerinci’ mungkin berasal dari bahasa Tamil “Kurinci” yang berarti : “Tanah berbukit-bukit”. Dulu, wilayah ini penghasil emas, sehingga muncul istilah Swarnadwipa atau Swarnabhumi (tanah atau pulau Emas). Di daerah Kerinci banyak ditemukan batu-batuan Megalitik dari zaman Perunggu (Bronze Age) dengan pengaruh Budha termasuk keramik Cina. Hal ini menunjukkan wilayah ini telah banyak berhubungan dengan dunia luar.
Awalnya ‘Kerinci’ adalah nama sebuah gunung dan danau (tasik), tetapi kemudian wilayah yang berada disekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan begitu daerahnya disebut sebagai Kerinci (“Kurinchai” atau “Kunchai” atau “Kinchai” dalam loghat asli), dan penduduknya pun disebut sebagai orang Kerinci.
Geografis
Luas Kabupaten Kerinci berkisar kurang lebih 4.200 km2. Lebih setengahnya (51,18%) termasuk kedalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Kabupaten Kerinci berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Barat), Kabupaten Merangin (Selatan), Kabupaten Bungo (Timur), dan Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat (Utara).
Kabupaten Kerinci terletak di deretan pegunungan Bukit Barisan, ketinggiannya bervariasi antara 700 m - 3.805 m di atas permukaan laut. Puncak tertinggi adalah Gunung Kerinci (3.805 m), gunung berapi aktif tertinggi di Indonesia. Titik terendah berada pada kawasan Muara Imat, perbatasan antara Kabupaten Kerinci dengan Kabupaten Merangin. Temperatur udara rata-rata berkisar 18° - 24° Celcius.
Kondisi tanahnya adalah podsolik, alluvial, dan latosol. Sehingga sangat sesuai utnuk digunakan sebagai lahan pertanian palawija dan perkebunan. Dengan kondisi tanahnya yang subur, Kerinci adalah penghasil utama beras dan sayur-sayuran untuk kebutuhan Propinsi Jambi.
Sejarah Kerinci
Berdasarkan penelitian para antropologis, nenek moyang orang Kerinci adalah generasi pertama imigran yang masuk ke pulau Sumatera. Kaum imigran ini dikelompokkan sebagai Proto-Melayu. Menurut Tambo Alam Minangkabau, Daerah Rantau Pesisir Barat (Pasisie Barek) pada masa Kerajaan Alam Minangkabau meliputi wilayah-wilayah sepanjang pesisir barat Sumatra bahagian tengah mulai dari Sikilang Air Bangis, Tiku Pariaman, Padang, Bandar Sepuluh, Air Haji, Inderapura, Muko-muko (Bengkulu) dan Kerinci. Dengan demikian Kerinci merupakan daerah Minangkabau.
Sebelum masuknya penjajah Belanda, Kerinci adalah wilayah yang diperintah secara kolektif oleh empat orang pemimpin yang disebut Depati Empat Alam Kerinci. Masing-masing Depati mempunyai wilayah sendiri tetapi bergabung membentuk semacam negara federasi yang disebut Kerinci. Kerinci termasuk diantara daerah yang paling akhir dikuasai penjajah Belanda. Selain karena kondisi alamnya yang bergunung-gunung sehingga sulit ditembus, juga karena perlawanan sengit dari masyarakat Kerinci pada waktu itu. Kerinci baru jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1903 setelah berakhirnya Perang Kerinci yang dipimpin oleh Depati Parbo. Depati Parbo kemudian dibuang ke Manando, tetapi setelah beberapa tahun diijinkan kembali ke Kerinci dan meninggal dunia di Kerinci. Untuk mengenang jasa Depati Parbo, namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di Kerinci.
Pada waktu Indonesia merdeka, Sumatra bahagian tengah mulai dipecah menjadi 3 provinsi:
- Sumatera Barat (meliputi daerah Minangkabau)
- Riau (meliputi wilayah kesultanan Siak, Pelalawan,Rokan,Indragiri, Riau-Lingga ditambah Rantau Minangkabau Kampar dan Kuantan)
- Jambi (meliputi bekas wilayah kesultanan Jambi ditambah Rantau Minangkabau Kerinci)
Dengan demikian sebenarnya Orang Kerinci hidup dengan budaya Minangkabau namun menjadi orang Jambi.
Letak Kerinci
Kerinci berada di ujung barat Provinsi Jambi, berbatasan dengan Provinsi Sumatra Barat (Minangkabau) di sebagian barat dan utara. Di selatan mereka berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.
Daerah Kerinci ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi, dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Daerah Kerinci memiliki luas 4.200 km2 terdiri atas 11 kecamatan (yang merupakan rangkaian kampung atau pemukimam). Statistik tahun 1996 menunjukkan populasi suku Kerinci sekitar 300.000 jiwa.
Budaya Kerinci
Budaya Kerinci sangat khas. Tari-tariannya adat merupakan campuran Minang dan Kerinci serta Melayu. Misalnya, Tari Joged Sitinjau Laut. Lagu-lagu Kerinci juga terkenal unik. Pakaian adatnya juga sangat indah. Rumah suku Kerinci disebut "Larik" karena terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung. Di Jambi, Kerinci adalah satu-satunya wilayah yang menganut adat Perpatih Minangkabau (Matrilineal).
Bahasa Kerinci
Bahasa Kerinci termasuk rumpun Bahasa Minangkabau dengan dialek Kerinci. Bagi masyarakat bagian pesisir barat Minangkabau, Bahasa Kerinci tidak begitu asing, namun menjadi agak aneh bagi orang daerah lain di Jambi yang condong ke Melayu Palembang dan Melayu Riau. Salah satu yang khas dari dialek Kerinci diantaranya adalah melafalkan ‘i’ menjadi ‘ai’ misal: ‘Orang Kerinci pergi ke Jambi’ diucapkan ‘Uhang Kinchai payai ka Jambai’.
Ada lebih dari 30 dialek bahasa yang berbeda di tiap-tiap desa di daerah Kerinci. Seperti pengucapan 'Anda', di Desa Lempur (Kec. Gunung Raya) diucapakan dengan 'Kaya' sedangkan di Kec. Sungai Penuh diucapakan dengan 'Kayo'. Perbedaan dialek ini juga ditandai dengan dengan perbedaan budaya yang ada di masing-masing desa di Kerinci.