Taman Putroe Phang

taman di Indonesia
Revisi sejak 5 Juli 2014 03.33 oleh 36.76.73.76 (bicara) (Sumber)

Komplek Taman Ghairah

Gunongan
Kandang Baginda (Balai Kembang Cahaya)


Taman Ghairah adalah salah satu situs peninggalan kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam yang terletak di Kecamatan Baiturrahman, Jalan Teuku Umar, Kota Banda Aceh.

Taman Ghairah merupakan taman Kesultanan Aceh Darussalam yang menjadi tempat bagi Sultan Aceh dan permaisuri bercengkrama, di dalam Taman Ghairah terdapat beberapa bangunan Kesultanan Aceh Darussalam yang berdiri megah, yaitu Pinto Khop (Pintu Biram Indra Bangsa), Gunongan, Kandang Baginda (Balai Kembang Cahaya) serta Leusong (Singgasana Sultan). Diantara beberapa bangunan itu yang paling terkenal adalah Gunongan.

Gunongan menjadi simbol cinta dan keagungan yang berdiri megah di pusat Komplek Taman Ghairah.

Gunongan merupakan sebuah bangunan bernilai seni tinggi menyerupai bukit (Gunung) yang di bangun oleh Sultan Iskandar Muda yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam pada tahun (1607-1636) untuk permaisurinya yang bernama Putri Khamalia yang berasal dari Kesultanan Pahang Malaysia guna mengobati rasa rindu sang Putri terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit.

== SEJARAH ==

Pada abad ke-16 dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh Darussalam mencapai puncak kejayaannya, Kesultanan Aceh Darussalam menjadi salah satu dari lima Kerajaan Islam terbesar di dunia dan pada saat itu pula Kesultanan Aceh Darussalam berhasil menakhlukan Kesultanan Pahang Malaysia dengan membawa 20.000 armada darat dan laut dari Aceh Darussalam untuk melakukan penyerangan terhadap Kesultanan Pahang.

Setelah Kesultanan Aceh Darussalam berhasil menakhlukan Kesultanan Pahang, Disana Sultan Iskandar Muda bertemu dengan seorang putri Kesultanan Pahang yang bernama Putri Khamalia.

Sebagaimana tradisi perang pada zaman itu, Setiap kerajaan yang kalah perang harus menyerahkan harta rampasan perang, upeti dan pajak tahunan. Di samping itu juga harus menyerahkan putri kerajaan untuk dinikahi sebagai tanda takluk.

Sultan Iskandar Muda jatuh cinta pada Putri Khamalia yang manis tutur katanya dan cantik rupawan parasnya.

Karena rasa cintanya itulah akhirnya Sultan Iskandar Muda memutuskan untuk menikahi Putri Khamalia dan memboyongnya ke Aceh Darussalam.
Bersamaan dengan itu, Keluarga Kesultanan Pahang bersama sekitar 10.000 penduduknya ikut berimigrasi ke Aceh Darussalam untuk memperkuat pasukan Kesultanan Aceh Darussalam.

Pada masa itu Kesultanan Aceh Darussalam berada pada puncak keemasannya. Dimana Aceh Darussalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Maka tak heran jika pada masa itu Aceh Darussalam adalah sebuah negara berbentuk Kerajaan Islam yang menjadi kiblat bagi Kerajaan-Kerajaan lainnya di Asia Tenggara.

Di balik kesuksesan seorang laki-laki selalu ada seorang perempuan di balik layar. Bagi Sultan Iskandar Muda, perempuan di balik layar itu adalah Putri Khamalia.

Karena Putri Khamalia berasal dari Pahang Malaysia, maka rakyat Aceh lebih mengenalnya dengan sebutan Putroe Phang (Putri Pahang).

Konon, Saat berada di Aceh Darussalam, Putri Khamalia merasa sangat rindu pada kampung halamannya di Pahang Malaysia.

Melihat kesedihan permaisurinya itu Sultan Iskandar Muda berkata :

"Wahai Putri, Aku adalah seorang Sultan, Aku akan mengabulkan apapun yang engkau inginkan"

Mendengar ucapan suaminya, Putri Khamalia merasa sangat bahagia dan meminta dibangun sebuah bangunan megah nan indah yang menyerupai bukit-bukit di Pahang sebagai tempat untuk bermain dan mandi kembang bersama para dayang-dayang Kesultanan Aceh Darussalam.

Dalam Bahasa Aceh bangunan indah dan megah yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda itu disebut Gunongan yang artinya Gunung.

Gunongan merupakan bagian dari suatu kompleks yang lebih luas, yaitu Taman Ghairah, yang merupakan bagian dari taman Istana Kesultanan Aceh Darussalam.

Proses pembangunan Gunongan menggunakan para pekerja dari Turki. Gunongan berdiri dengan tinggi 9,5 meter, menggambarkan sebuah bunga putih yang sedang mekar yang melambangkan ketulusan cinta. Dindingnya berukir salur-salur bunga dengan untaian cinta yang bertambat dalam jiwa dan dibangun dalam tiga tingkat.

Tingkat pertama terletak di atas tanah dan tingkat tertinggi bermahkota sebuah tiang berdiri di pusat bangunan. Keseluruhan bentuk Gunongan adalah oktagonal (bersegi delapan).

Pintu masuknya bernama Pinto Tangkop, Bentuknya seperti jangkar kapal yang menandakan bahwa Sultan Aceh memiliki prajurit laut yang kuat.
Pinto Tangkop berukuran rendah dan harus menunduk apabila kita ingin masuk ke dalam, Menunduk merupakan pengungkapan rasa hormat dan harus selalu merendah sebagai manusia.

Tepat dibagian puncak Gunongan terdapat menara yang menjulang tinggi berbentuk kelopak bunga seperti permata melambangkan kejayaan. Disetiap puncak gelombang Gunongan di tingkat dua dan tiga terdapat kuncup bunga melati. Namun dalam buku The Richly of Aceh menyebutkan bahwa bunga pada puncak menara Gunongan adalah bunga matahari yang melambangkan seorang putri raja.

Tepat dibagian kiri Gunongan terdapat Leusong yang merupakan tempat bagi Putri Khamalia untuk mandi kembang bersama para dayang-dayang Kesultanan Aceh Darussalam melalui aliran Sungai Krueng Daroy yang begitu jernih, panjangnya Sungai Krueng Daroy hampir mengelilingi pintu belakang Istana Darud Donya yang bernama Pinto Khop (Pintu Biram Indra Bangsa), Pinto Khop memiliki puncak yang meruncing-runcing dengan ukiran motif bunga ditengah, menunjukan sebuah keindahan serta keagungan.

Dibelakang Gunongan terdapat Kandang Baginda (Balai Kembang Cahaya) yang merupakan sebuah bangunan berbentuk persegi dengan ukiran-ukiran manis yang dulunya digunakan sebagai tempat jamuan makan keluarga dan para tamu Kesultanan Aceh Darussalam. tingginya hampir sekitar 4 meter. Puncak dihiasi 12 kuncup bunga yang terbuat dari batu putih, pada pintu masuknya terdapat simbol Bungong Jeumpa. Kini, Kandang Baginda digunakan sebagai makam Sultan Iskandar Thani bersama permaisurinya Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Syah Johan Berdaulat yang merupakan putri dari Sultan Iskandar Muda.

Kabarnya pada saat Belanda menduduki Kesultanan Aceh Darussalam, Komplek Taman Ghairah ini dijadikan sebagai tempat berpesta dan bersenang-senang para tentara Kerajaan Belanda sedangkan bangunan lainnya termasuk Istana Darud Donya habis dimusnahkan.

Setiap bulan juli sudah menjadi tradisi Kesultanan Aceh Darussalam untuk mengecat kembali semua bangunan yang berada di dalam Komplek Taman Ghairah agar tetap terawat dan terlihat indah. Dengan Luas 2 Ha lebih, Komplek Taman Ghairah ini dijaga oleh tiga orang penjaga dengan pembagian jadwal jaga. Komplek Taman Ghairah setiap harinya dibuka untuk umum mulai pukul 07:00 WIB hingga pukul 18:00 WIB.

Sumber : Muhammad Iqbal Alfahri

Pinto Khop