Taman Putroe Phang
Komplek Taman Ghairah
Taman Ghairah adalah salah satu situs peninggalan kejayaan Kesultanan
Aceh Darussalam yang terletak di Kecamatan Baiturrahman, Jalan Teuku
Umar, Kota Banda Aceh.
Taman
Ghairah merupakan taman Kesultanan Aceh Darussalam yang menjadi tempat
bagi Sultan Aceh dan permaisuri bercengkrama, di dalam Taman Ghairah
terdapat beberapa bangunan Kesultanan Aceh Darussalam yang berdiri
megah, yaitu Pinto Khop (Pintu Biram Indra Bangsa), Gunongan, Kandang
Baginda (Balai Kembang Cahaya) serta Leusong (Singgasana Sultan).
Diantara beberapa bangunan itu yang paling terkenal adalah Gunongan.
Gunongan menjadi simbol cinta dan keagungan yang berdiri megah di pusat Komplek Taman Ghairah.
Gunongan merupakan sebuah bangunan bernilai seni tinggi menyerupai
bukit (Gunung) yang di bangun oleh Sultan Iskandar Muda yang memerintah
Kesultanan Aceh Darussalam pada tahun (1607-1636) untuk permaisurinya
yang bernama Putri Khamalia yang berasal dari Kesultanan Pahang Malaysia
guna mengobati rasa rindu sang Putri terhadap kampung halamannya yang
berbukit-bukit.
== SEJARAH ==
Pada abad ke-16 dibawah
kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh Darussalam mencapai
puncak kejayaannya, Kesultanan Aceh Darussalam menjadi salah satu dari
lima Kerajaan Islam terbesar di dunia dan pada saat itu pula Kesultanan
Aceh Darussalam berhasil menakhlukan Kesultanan Pahang Malaysia dengan
membawa 20.000 armada darat dan laut dari Aceh Darussalam untuk
melakukan penyerangan terhadap Kesultanan Pahang.
Setelah
Kesultanan Aceh Darussalam berhasil menakhlukan Kesultanan Pahang,
Disana Sultan Iskandar Muda bertemu dengan seorang putri Kesultanan
Pahang yang bernama Putri Khamalia.
Sebagaimana tradisi perang
pada zaman itu, Setiap kerajaan yang kalah perang harus menyerahkan
harta rampasan perang, upeti dan pajak tahunan. Di samping itu juga
harus menyerahkan putri kerajaan untuk dinikahi sebagai tanda takluk.
Sultan Iskandar Muda jatuh cinta pada Putri Khamalia yang manis tutur katanya dan cantik rupawan parasnya.
Karena rasa cintanya itulah akhirnya Sultan Iskandar Muda memutuskan
untuk menikahi Putri Khamalia dan memboyongnya ke Aceh Darussalam.
Bersamaan dengan itu, Keluarga Kesultanan Pahang bersama sekitar 10.000
penduduknya ikut berimigrasi ke Aceh Darussalam untuk memperkuat pasukan
Kesultanan Aceh Darussalam.
Pada masa itu Kesultanan Aceh
Darussalam berada pada puncak keemasannya. Dimana Aceh Darussalam
mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam
menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang
teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu
pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Maka
tak heran jika pada masa itu Aceh Darussalam adalah sebuah negara
berbentuk Kerajaan Islam yang menjadi kiblat bagi Kerajaan-Kerajaan
lainnya di Asia Tenggara.
Di balik kesuksesan seorang laki-laki
selalu ada seorang perempuan di balik layar. Bagi Sultan Iskandar Muda,
perempuan di balik layar itu adalah Putri Khamalia.
Karena
Putri Khamalia berasal dari Pahang Malaysia, maka rakyat Aceh lebih
mengenalnya dengan sebutan Putroe Phang (Putri Pahang).
Konon, Saat berada di Aceh Darussalam, Putri Khamalia merasa sangat rindu pada kampung halamannya di Pahang Malaysia.
Melihat kesedihan permaisurinya itu Sultan Iskandar Muda berkata :
"Wahai Putri, Aku adalah seorang Sultan, Aku akan mengabulkan apapun yang engkau inginkan"
Mendengar ucapan suaminya, Putri Khamalia merasa sangat bahagia dan
meminta dibangun sebuah bangunan megah nan indah yang menyerupai
bukit-bukit di Pahang sebagai tempat untuk bermain dan mandi kembang
bersama para dayang-dayang Kesultanan Aceh Darussalam.
Dalam Bahasa Aceh bangunan indah dan megah yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda itu disebut Gunongan yang artinya Gunung.
Gunongan merupakan bagian dari suatu kompleks yang lebih luas, yaitu
Taman Ghairah, yang merupakan bagian dari taman Istana Kesultanan Aceh
Darussalam.
Proses pembangunan Gunongan menggunakan para
pekerja dari Turki. Gunongan berdiri dengan tinggi 9,5 meter,
menggambarkan sebuah bunga putih yang sedang mekar yang melambangkan
ketulusan cinta. Dindingnya berukir salur-salur bunga dengan untaian
cinta yang bertambat dalam jiwa dan dibangun dalam tiga tingkat.
Tingkat pertama terletak di atas tanah dan tingkat tertinggi bermahkota
sebuah tiang berdiri di pusat bangunan. Keseluruhan bentuk Gunongan
adalah oktagonal (bersegi delapan).
Pintu masuknya bernama
Pinto Tangkop, Bentuknya seperti jangkar kapal yang menandakan bahwa
Sultan Aceh memiliki prajurit laut yang kuat.
Pinto Tangkop
berukuran rendah dan harus menunduk apabila kita ingin masuk ke dalam,
Menunduk merupakan pengungkapan rasa hormat dan harus selalu merendah
sebagai manusia.
Tepat dibagian puncak Gunongan terdapat menara
yang menjulang tinggi berbentuk kelopak bunga seperti permata
melambangkan kejayaan. Disetiap puncak gelombang Gunongan di tingkat dua
dan tiga terdapat kuncup bunga melati. Namun dalam buku The Richly of
Aceh menyebutkan bahwa bunga pada puncak menara Gunongan adalah bunga
matahari yang melambangkan seorang putri raja.
Tepat dibagian
kiri Gunongan terdapat Leusong yang merupakan tempat bagi Putri Khamalia
untuk mandi kembang bersama para dayang-dayang Kesultanan Aceh
Darussalam melalui aliran Sungai Krueng Daroy yang begitu jernih,
panjangnya Sungai Krueng Daroy hampir mengelilingi pintu belakang Istana
Darud Donya yang bernama Pinto Khop (Pintu Biram Indra Bangsa), Pinto
Khop memiliki puncak yang meruncing-runcing dengan ukiran motif bunga
ditengah, menunjukan sebuah keindahan serta keagungan.
Dibelakang Gunongan terdapat Kandang Baginda (Balai Kembang Cahaya) yang
merupakan sebuah bangunan berbentuk persegi dengan ukiran-ukiran manis
yang dulunya digunakan sebagai tempat jamuan makan keluarga dan para
tamu Kesultanan Aceh Darussalam. tingginya hampir sekitar 4 meter.
Puncak dihiasi 12 kuncup bunga yang terbuat dari batu putih, pada pintu
masuknya terdapat simbol Bungong Jeumpa. Kini, Kandang Baginda digunakan
sebagai makam Sultan Iskandar Thani bersama permaisurinya Sultanah Sri
Ratu Tajul Alam Safiatuddin Syah Johan Berdaulat yang merupakan putri
dari Sultan Iskandar Muda.
Kabarnya pada saat Belanda menduduki
Kesultanan Aceh Darussalam, Komplek Taman Ghairah ini dijadikan sebagai
tempat berpesta dan bersenang-senang para tentara Kerajaan Belanda
sedangkan bangunan lainnya termasuk Istana Darud Donya habis
dimusnahkan.
Setiap bulan juli sudah menjadi tradisi Kesultanan
Aceh Darussalam untuk mengecat kembali semua bangunan yang berada di
dalam Komplek Taman Ghairah agar tetap terawat dan terlihat indah.
Dengan Luas 2 Ha lebih, Komplek Taman Ghairah ini dijaga oleh tiga orang
penjaga dengan pembagian jadwal jaga. Komplek Taman Ghairah setiap harinya dibuka untuk umum mulai pukul 07:00 WIB hingga pukul 18:00 WIB.
Sumber : Muhammad Iqbal Alfahri