Hukum adat
ADAT
Menurut Jalaluddin Tunsam (seorang yang berkebangsaan Arab yang tinggal di Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660). "Adat" berasal dari bahasa Arab artinya "kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat". Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud ada yang "baik" dan ada pula yang "jelek" , kebiasaan-kebiasaan itu antara lain: gotong royong, tolong-menolong, musyawarah. Kebiasaan yang merupakan pribadi bangsa Indonesia, diawali dari "Kebudayaan Melayu Indonesia", umumnya sama seperti di Malaysia, Philipina.
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
- Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
- Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
- Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Hukum Adat adalah hukum bangsa Indonesia, baik tertulis maupun tidak.
Istilah
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian dikambangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia). Menurut hukum adat, wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen). Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat berikut:
- Aceh
- Gayo dan Batak
- Nias dan sekitarnya
- Minangkabau
- Mentawai
- Sumatra Selatan
- Enggano
- Melayu
- Bangka dan Belitung
- Kalimantan (Dayak)
- Sangihe-Talaud
- Gorontalo
- Toraja
- Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)
- Maluku Utara
- Maluku Ambon
- Maluku Tenggara
- Papua
- Nusa Tenggara dan Timor
- Bali dan Lombok
- Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)
- Jawa Mataraman
- Jawa Barat (Sunda)
Kongres Masyarakat Adat 1999
Keputusan Kongres Masyarakat Adat No. 02/KMAN/1999 tanggal 21 Maret 1999 tentang Deklarasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berisi : Bahwa dideklarasikan tanggal 17 Maret sebagai hari kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ;
- Adat adalah sesuatu yang bersifat luhur dan menjadi landasan kehidupan
Masyarakat Adat yang utama ;
- Adat di Nusantara ini sangat majemuk, karena itu tidak ada tempat bagi kebijakan
negara yang berlaku seragam sifatnya.
- Jauh sebelum negara berdiri, Masyarakat Adat di Nusantara telah terlebih dahulu mampu mengembangkan suatu sistem kehidupan sebagaimana yang diinginkan dan dipahami sendiri. Oleh sebeb itu negara harus menghormati kedaulatan Masyarakat Adat ini.
- Masyarakat Adat pada dasarnya terdiri dari mahluk manusia yang lain oleh sebab itu, warga Masyarakat Adat juga berhak atas kehidupan yang layak dan pantas menurut nilai-nilai sosial yang berlaku. Untuk itu seluruh tindakan negara yang keluar dari kepatutan kemanusiaan universal dan tidak sesuai dengan rasa keadilan yang dipahami oleh Masyarakat Adat harus segera diakhiri.
- Atas dasar rasa kebersamaan senasib sepenanggungan, Masyarakat Adat
Nusantara wajib untuk saling bahu-membahu demi terwujudnya kehidupan Masyarakat Adat yang layak dan berdaulat.
Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Merespon tuntutan Masyarakat Adat maka pada tanggal 24 Juni 1999 telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
- Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
- Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
- Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Maksud dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat, dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional
Daftar Pustaka :
- Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
- Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
- Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
- Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
- Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999.
Djaren Saragih, 1984
- Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.