Terkuak lagi sebuah fakta baru dalam perjalanan sejarah sepakbola Indonesia. Namanya mungkin tidak setenar Maulwi Saelan, Ramang, Soetjipto Soentoro, Iswadi Idris,[1] ataupun Anwar Ujang, yang besar di era 1960-1970an. Bahkan, dia yang pernah menjabat ban kapten tim nasional (timnas) Indonesia pada final Merdeka Games 1962 di Kuala Lumpur, Malaysia, tak ada dalam daftar sebagai salah satu pemain terkenal timnas Indonesia di laman wikipedia.
Adalah Henky Timisela legenda sepakbola nasional yang terlupakan itu.[2] Mungkin, orang lebih mengenal adik kandungnya Max Timisela yang juga menjadi pemain timnas Indonesia di era 1960-an.[2] Untuk itu, mulai saat ini kita harus mencatat Henky dalam daftar legenda sepakbola Indonesia.[2]
Bagaimana tidak, selama kiprahnya di timnas Indonesia pada 1959-1962 dia sudah melesakkan 55 gol dari 63 pertandingan (termasuk laga non-FIFA). Torehan ini hanya kalah dari Soetjipto Soentoro yang berdasarkan laman wikipedia sudah mencetak 57 gol dari 68 laga yang telah dilakoni bersama tim Garuda.
Debutnya bersama timnas juga diawali dengan manis saat bermain imbang dengan Jerman Timur, skor 2-2, pada 11 Februari 1959. Ketika itu, Henky yang memborong dua gol tim Merah Putih.
Dalam diri pria kelahiran Surabaya, 22 November 1937 itu memang mengalir darah sepakbola dari keluarganya. Terbukti, tiga saudara kandungnya Freddy Timisela, Pietje Timisela, dan Max Timisela adalah para pemain yang juga pernah memperkuat timnas Indonesia.
Henky adalah pemain yang dibesarkan di Bandung. Mengawali kariernya bersama klub sepakbola UNI Bandung, Henky kemudian membela Persib Bandung pada kurun waktu 1957-1961. Berdasarkan catatan yang dimilikinya, pada masa itu dia telah membela tim Maung Bandung sebanyak 58 kali dan mencetak 42 gol.
Semua data itu terungkap pada acara diskusi bedah buku "Henky Timisela Wonder Boy Sepakbola Indonesia" yang digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Sabtu (12/7) petang.
Dalam buku yang ditulis wartawan senior Sumohadi Marsis itu, Henky dijelaskan sebagai orang yang sukses dalam karier sepakbola maupun pekerjaannya setelah pensiun. Beberapa jabatan penting di sebuah perusahaan besar pernah dipegangnya. Salah satunya, ayah dua anak itu pernah menjabat sebagai General Manager Toyota Astra Motor, Jakarta (1976-1996).
"Buku ini akan sangat bermanfaat tidak hanya untuk melengkapi sejarah PSSI, tapi juga sebagai acuan untuk anak-anak muda kita. Terutama yang ingin menjadi pemain sepakbola," kata Roy Suryo Notodiprojo, Menpora RI.
Hal senada juga dituturkan oleh sang penulis buku. "Melalui cerita, fakta, dan data yang digelar Henky dengan semua dokumen pendukungnya, prestasi pemain dengan posisi 'inside right' ini luar biasa! Dia lebih produktif dari Ramang," ucap Sumohadi.
Henky pun tak lupa berpesan agar sepakbola Indonesia bisa lebih berkembang lagi. Dia adalah salah satu orang yang sangat fokus soal memadukan antara ilmu olahraga dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Menjadi pemain sepakbola yang baik, bakat dan kemampuan saja tidak cukup. Kalau tidak disertai dengan skill tinggi, disiplin tinggi, mental kuat, kondisi fisik prima, serta intelegensia tinggi agar dapat mengikuti dan mengimbangi level sepakbola modern saat ini," tuturnya.