Robohnya Surau Kami

kumpulan cerita pendek karya A.A. Navis

Mungkin, artikel tentang kumpulan Robohnya Surau Kami ini akan sedikit bertentangan dengan judul awal: Robohnja Surau Kami: 8 tjerita pendek pilihan. Disini akan lebih banyak ulasan tentang buku kumpulan cerpen A.A. Navis yang diterbitkan oleh GPU terbitan terbaru, Februari 2005. Kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis diterbitkan pertama kali oleh GPU pada November 1986. Dan buku yang akan diulas ini adalah buku cetakan kesebelasnya. Buku Robohnya Surau Kami ini berisi 10 cerpen: Robohnya Surau Kami,Anak Kebangsaan, Nasihat-nasihat, Topi Helm, Datangnya dan Perginya, Pada Pembotakan Pertama, Angin dari Gunung, Menanti Kelahiran, Penolong dan Dari Masa ke Masa. Di dalam setiap cerpennya di buku ini, A.A. Navis menampilkan wajah Indonesia di zamannya dengan penuh kegetiran. Penuh dengan kata-kata satir dan cemoohan akan kekolotan pemikiran manusia Indonesia saat itu - yang masih relevan di masa sekarang ini. Cerpen "Robohnya Surau Kami" bercerita tentang kisah tragis matinya seorang Kakek penjaga surau (masjid yang berukuran kecil)di kota kelahiran tokoh utama cerpen itu. Dia - si Kakek, meninggal dengan menggorok lehernya sendiri setelah mendapat cerita dari Ajo Sidi-si Pembual, tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun pekerjaan sehari-harinya beribadah di Masjid, persis yang dilakukan oleh si Kakek. Haji Soleh dalam cerita Ajo Sidi adalah orang yang rajin beribadah, semua ibadah dari A sampai Z ia laksanakan semua, dengan tekun.Tapi, saat "hari keputusan", hari ditentukannya manusia masuk surga atau neraka, Haji Soleh malah dimasukkan ke neraka. Haji Soleh memprotes Tuhan, mungkin dia alpa pikirnya. Tapi, mana mungkin Tuhan alpa, maka dijelaskanlah alasan dia masuk neraka, "kamu tinggal di tanah Indonesia yang mahakaya raya,tapi, engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniyaya semua. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang." Merasa tersindir dan tertekan oleh cerita Ajo Sidi, Kakek memutuskan bunuh diri. Dan Ajo Sidi yang mengetahui kematian Kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk Kakek, lalu pergi kerja.