Yang Ketujuh

film Indonesia
Revisi sejak 27 September 2014 09.18 oleh Maqi (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{Infobox film | name = Yang Ketujuh | image = | image size = 230px | alt = | caption = Poster film | director = Dan...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Yang Ketujuh adalah film dokumenter Indonesia yang dirilis pada 2014.

Yang Ketujuh
SutradaraDandhy Dwi Laksono
Hellena Yoranita Souisa
ProduserAri Trismana
Apri Dahliani Djamalus
Edi Purwanto
Suci Nuzleni Qadarsih
PemeranAmin Jalalen
Nita
Suparno
Sutara
Perusahaan
produksi
Watchdoc
Tanggal rilis
Durasi75 menit
NegaraIndonesia
BahasaBahasa Indonesia

Sinopsis

Nita, 60 tahun, harus menghidupi lima orang anaknya, setelah sang suami meninggal dunia pada tahun 2003. Karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, ia akhirnya hanya bisa bekerja sebagai buruh cuci dan asisten rumah tangga di Tangerang, Banten. Ada dua prioritas dalam hidupnya: memenuhi kebutuhan sembako keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.

Lain Nita, lain pula Amin Jalalen, seorang petani penggarap tanah milik negara yang berdomisili di Indramayu, Jawa Barat. Sudah beberapa tahun belakangan ini ia terpaksa memberanikan diri menggarap tanah milik negara untuk menyambung hidup. Tapi Amin tak menggarap lahan milik negara dengan cuma-cuma. Ia harus membayar sewa tanah. Suatu aturan yang terus ia pertanyakan, karena menurutnya sistem sewa tanah tak sesuai dengan Undang-undang Dasar yang mengamanatkan kekayaan alam harus sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

Sementara itu di Jakarta, Suparno dan Sutara punya masalahnya sendiri. Bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan tukang ojek, Suparno dan Sutara harus tinggal di rumah yang jauh dari layak. Mereka menghuni kawasan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat. Suparno dan Sutara hanya mampu mendiami rumah dengan ukuran 6,65 meter persegi. Cukup tak cukup, dengan rumah seluas itu, Sutara harus berbagi ruang dengan 5 orang anak dan istrinya.

Keempat tokoh ini akhirnya bertemu di ajang pemilu legislatif dan pemilu presiden. Mereka dipertemukan melalui kesamaan status sebagai voter, atau pemilih. Sebagai pemilih, mereka membawa harapan ke bilik suara. Mereka mempercayakan masa depan melalui hak pilih yang mereka miliki, dengan harapan anggota dewan dan presiden yang ketujuh yang dipilihnya bisa membawa perubahan.

Cerita keempat tokoh ini dibingkai oleh gambar perjalanan proses pemilu di Indonesia 2014, mulai dari kampanye partai menjelang pemilu legislatif, sampai hingar-bingar gelaran pemilu presiden yang akhirnya dimenangkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.[1]

Referensi

  1. ^ Yang Ketujuh, diakses pada 27 September 2014.