Aksara Sunda Kuno

jenis aksara untuk menuliskan sebuah bahasa
Revisi sejak 21 November 2014 06.04 oleh Benedetto (bicara | kontrib)

Aksara Sunda Kuna merupakan aksara yang berkembang di daerah Jawa Barat pada Abad XIV-XVIII yang pada awalnya digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda Kuna. Aksara Sunda Kuna merupakan perkembangan dari Aksara Pallawa yang mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah lontar pada Abad XVI.

Aksara Sunda Kuna
Jenis aksara
abugida
BahasaSunda
Periode
sekitar abad ke-14 hingga ke-18.
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
Aksara turunan
Aksara Sunda Baku
Aksara kerabat
Bali
Batak
Baybayin
Bugis
Incung
Jawa
Lampung
Makassar
Rejang
Sunda
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Sejarah

Penggunaan Aksara Sunda Kuna dalam bentuk paling awal antara lain dijumpai pada prasasti-prsasasti yang terdapat di Astanagede, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, dan Prasasti Kebantenan yang terdapat di Kabupaten Bekasi.

Edi S. Ekajati mengungkapkan bahwa keberadaan Aksara Sunda Kuna sudah begitu lama tergeser karena adanya ekspansi Kerajaan Mataram Islam ke wilayah Priangan kecuali Cirebon dan Banten. Pada waktu itu para menak Sunda lebih banyak menjadikan budaya Jawa sebagai anutan dan tipe ideal. Akibatnya, kebudayaan Sunda tergeser oleh kebudayaan Jawa. Bahkan banyak para penulis dan budayawan Sunda yang memakai tulisan dan ikon-ikon Jawa.

Bahkan VOC pun membuat surat keputusan, bahwa aksara resmi di daerah Jawa Barat hanya meliputi Aksara Latin, Aksara Arab Gundul (Pegon) dan Aksara Jawa (Cacarakan). Keputusan itu ditetapkan pada tanggal 3 November 1705. Keputusan itu pun didukung para penguasa Cirebon yang menerbitkan surat keputusan serupa pada tanggal 9 Februari 1706. Sejak saat itu Aksara Sunda Kuno terlupakan selama berabad-abad. Masyarakat Sunda tidak lagi mengenal aksaranya. Kalaupun masih diajarkan di sekolah sampai penghujung tahun 1950-an, rupanya salah kaprah. Pasalnya, yang dipelajari saat itu bukanlah Aksara Sunda Kuna, melainkan Aksara Jawa yang diadopsi dari Mataram dan disebut dengan Cacarakan.

Klasifikasi

Secara umum, ada dua type Aksara Sunda Kuno yang pernah digunakan pada masa lalu :

  1. Type Awal : Type ini merupakan bentuk peralihan dari Aksara Kawi ke Aksara Sunda Kuno. Walaupun beberapa bentuk hurufnya sudah memperlihatkan perubahan dari Aksara Kawi, tetapi type awal ini masih sangat kental dengan pengaruh bentuk huruf Aksara Kawi sebagai aksara induknya. Type awal ini umumnya dijumpai pada naskah-naskah berbahan daun nipah yang tulisannya dituliskan dengan pena. Beberapa peneliti menyamakan type ini dengan Aksara Buddha. Naskah yang ditulis menggunakan aksara type ini di antaranya adalah Kunjarakarna, Sang Hyang Hayu, Serat Catur Bumi, Serat Dewabuda, dan Sang Hyang Siksa Kanda ng Karesian. Aksara type ini terdapat pada kolom 82 – 88 di dalam Table van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Holle, 1882). Prasasti yang menggunakan aksara type ini yaitu Prasasti Kabantenan.
  2. Type Akhir : Type ini merupakan type yang umum dikenal sebagai Aksara Sunda Kuno. Sebagian besar bentuk hurufnya sudah berbeda dari bentuk huruf Aksara Kawi sebagai aksara induknya. Type akhir ini umumnya dijumpai pada naskah-naskah berbahan daun lontar yang tulisannya digoreskan dengan pisau. Naskah yang ditulis menggunakan aksara type ini di antaranya adalah Bujangga Manik, Sewa ka Darma, Carita Ratu Pakuan, Carita Parahyangan, Fragmen Carita Parahyangan, dan Carita Waruga Guru. Aksara type ini terdapat pada kolom 89 – 92 di dalam Table van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Holle, 1882). Prasasti-prasasti Kawali menggunakan bentuk peralihan antara type awal dengan type akhir; hal ini nampak dari bentuk huruf ka, ga, dan ma yang sama dengan type awal sedangkan bentuk huruf na, ra, dan sa sama dengan type akhir.

Perbedaan menyolok antara type awal dan type akhir tersebut di antaranya :

  1. Bentuk huruf ka, ga, ma, ra, dan sa pada aksara type awal masih serupa dengan Aksara Kawi; sedangkan bentuk huruf ka, ga, ma, ra, dan sa pada aksara type akhir sudah tidak serupa dengan Aksara Kawi.
  2. Aksara type awal masih mempertahankan huruf ṭa (ta cerebral), ḍa (da cerebral), ṇa (na cerebral), gha, tha, pha, bha, ṣa (sa cerebral), dan śa (sa palatal) dari Aksara Kawi; sedangkan pada aksara type akhir huruf-huruf tersebut sudah punah.

Sunda Kuna dan Sunda Baku

Pada awal tahun 2000-an pada umumnya masyarakat Jawa Barat hanya mengenal adanya satu jenis aksara daerah Jawa Barat yang disebut sebagai Aksara Sunda. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa setidaknya ada empat jenis aksara yang menyandang nama Aksara Sunda, yaitu Aksara Sunda Kuna, Aksara Sunda Cacarakan, Aksara Sunda Pegon, dan Aksara Sunda Baku. Dari empat jenis Aksara Sunda ini, Aksara Sunda Kuna dan Aksara Sunda Baku dapat disebut serupa tapi tak sama. Aksara Sunda Baku merupakan modifikasi Aksara Sunda Kuna yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Modifikasi tersebut meliputi penambahan huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).

Sumber

Pranala Luar

Lihat Pula