Kabupaten Kerinci
Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Kerinci ditetapkan sebagai Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Pada tahun 2011, pusat pemerintahan berpindah ke Siulak.[2] Kabupaten Kerinci memiliki luas 3.355,27 km² terdiri atas 12 kecamatan.
Kabupaten Kerinci | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Sakti Alam Kerinci | |
Koordinat: 2°05′02″S 101°28′48″E / 2.0839°S 101.48°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jambi |
Dasar hukum | UU No. 58 Tahun 1958 |
Ibu kota | Siulak |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | DR. H. Adi Rozal, M.Si. |
• Wakil Bupati | Zainal Abidin, SH, MM. |
Luas | |
• Total | 3.355,27 km2 (129,548 sq mi) |
Populasi ((2010)) | |
• Total | 229.495 |
• Kepadatan | 68,40/km2 (177,2/sq mi) |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0748 |
Kode Kemendagri | 15.01 |
DAU | Rp. 501.185.353.000.- |
Flora resmi | - |
Fauna resmi | Kelinci sumatra |
Situs web | http://www.kerincikab.go.id/ |
Sejarah
Berdasarkan Catatan China menyebut ada sebuah negeri yang bernama Koying yang berdiri di Abad 2 SM terletak disebuah dataran tinggi dan memiliki Gunung api. Beberapa Ahli berpendapat bahwa Koying identik dengan dataran tinggi Kerinci.[3] Abad 14 M, Kerajaan Dharmasraya mulai menetapkan undang-undang kepada para Kepala suku atau luhah disetiap dusun di Selunjur bhumi Kurinci, Kepala suku tersebut disebut sebagai Depati sebagaimana yang tercantum dalam kitab Undang-undang Tanjung Tanah. Menurut Uli Kozok, negeri Kurinci atau Kerinci tidak sepenuhnya dibawah kendali Dharmasraya, para Depati tetap memiliki hak Penuh atas kekuasaannya, penetapan Undang-undang disebabkan Kerajaan Dharmasraya ingin menguasai perdagangan emas yang saat itu melimpah ruah di Bumi Kerinci.[4] Abad 15 M, Kerajaan Jambi mulai memegang kendali atas Para Depati di Bumi Kerinci, Kerajaan Jambi yang berada di Tanah Pilih, Kota Jambi sekarang. Menunjuk Pangeran Temenggung Kebul di Bukit sebagai wakil Kerajaan Jambi di wilayah hulu berkedudukan di Muaro Masumai, untuk mengontrol dan mengendalikan para Depati di Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi. Para depati yang dulunya terpisah-pisah dalam sebuah kampung atau kelompok kecil disatukan dalam pemerintahan yang dibuat oleh Kerajaan Jambi, Pemerintahan ini disebut dengan Pemerintahan Depati Empat,berpusat di Sandaran Agung. Abad 16 M, Terjadinya perjanjian di Bukit Sitinjau Laut antara Kesultanan Jambi yang diwakili oleh Pangeran Temenggung,Kesultanan Inderapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah dikenal dengan sebutan Tuanku Berdarah Putih dan Alam Kerinci diwakili oleh Depati Rencong Telang dan Depati Rajo Mudo. Isi Perjanjian tersebut intinya untuk saling menjaga keamanan antar tiga wilayah sebab saat itu banyak para penyamun dan perompak yang berada di jalur perdagangan antara Kerinci-Indrapura maupun Kerinci-Jambi. Abad 17 M, terbentuk Pemerintahan Mendapo nan Selapan Helai Kain yang berpusat di Hamparan Rawang, serta beberapa wilayah Otonomi tersendiri seperti Tigo Luhah Tanah Sekudung di Siulak, Pegawai jenang Pegawai Raja di Sungai Penuh Tahun 1901 M, Belanda Mulai Masuk Ke Alam Kerinci melewati renah Manjuto di Lempur hingga terjadi peperangan dengan beberapa Pasukan Belanda, Pasukan Belanda gagal memasuki Alam Kerinci. Tahun 1903 M, Belanda berhasil membujuk Sultan Rusli, Tuanku Regent sekaligus menjabat Sultan Indrapura untuk membawa pasukan Belanda ke Alam Kerinci dengan tujuan agar tidak terjadi perlawanan dari rakyat Kerinci. Ternyata yang terjadi sebaliknya, Perlawanan Rakyat Kerinci begitu hebatnya hingga terjadi peperangan selama Tiga bulan di Pulau Tengah. Peperangan Pulau Tengah dibawah komando Depati Parbo memakan korban perempuan dan anak-anak yang begitu banyak setelah Belanda membakar habis Kampung tersebut.[5] Tahun 1904 M, Kerinci takluk dibawah pemerintahan Belanda setelah kalah Perang dan Depati Parbo di Buang Ke Ternate
Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, Kerinci masuk ke dalam Karesidenan Jambi (1904-1921), kemudian berganti di bawah Karesidenan Sumatra's Westkust (1921-1942). Pada masa itu, Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling yang dinamakan Onderafdeeling Kerinci-Indrapura. Setelah kemerdekaan, status administratifnya dijadikan Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Sedangkan Kerinci sendiri, diberi status daerah administratif setingkat kewedanaan.[6]. Kewedanan Kerinci terbagi menjadi tiga Kecamatan yaitu 1. Kecamatan Kerinci Hulu terdiri dari Kemendapoan Danau Bento, Kemendapoan Natasari, Kemendapoan Siulak (Wilayah Adat tanah Sekudung serta Kemendapoan Semurup 2. Kecamatan Kerinci tengah terdiri dari Kemendapoan Depati Tujuh, Kemendapoan Kemantan, Kemendapoan Rawang, Kemendapoan Limo Dusun, Kemendapoan Penawar, Kemendapoan Hiang,dan Kemendapoan Keliling danau 3. Kecamatan Kerinci Hilir terdiri dari kemendapoan Danau Kerinci, Kemendapoan 3 Helai Kain, kemendapoan Lempur, dan Kemendapoan Lolo.
Pada tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dipecah menjadi 3 provinsi:
- Sumatera Barat, meliputi daerah darek Minangkabau dan Rantau Pesisir
- Riau, meliputi wilayah Kesultanan Siak, Pelalawan, Rokan, Indragiri, Riau-Lingga, ditambah Rantau Hilir Minangkabau : Kampar dan Kuantan.
- Jambi, meliputi bekas wilayah Kesultanan Jambi ditambah Pecahan dari Kabupaten Pesisir Selatan -Kerinci : Kerinci.
Tahun 1970, Sistem Kemendapoan ( setingkat kelurahan]] yang telah dipakai sejak ratusan tahun lalu, dihapuskan. Istilah Dusun diganti menjadi desa.
Pemekaran
Kabupaten Kerinci terdiri dari 16 Kecamatan, yang terdiri dari : 1. Gunung Tujuh 2. Kayu Aro 3. Kayu Aro barat 4. Gunung Kerinci 5. Siulak 6. Siulak Mukai 7. Air Hangat 8. Air Hangat Barat 9. Depati VII 10. Air Hangat Timur 11. Sitinjau Laut 12. Danau Kerinci 13. Keliling Danau 14. Gunung Raya 15. Bukit Kerman 16. Batang Merangin
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008, beberapa bekas kecamatan di Kabupaten Kerinci ditetapkan untuk menjadi bagian dari Kota Sungaipenuh.
Kecamatan-kecamatan yang dimaksud adalah:
Geografi
Kerinci berada di ujung barat Provinsi Jambi dengan batas wilayah sebagai berikut:
Demografi
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, populasi Kabupaten Kerinci berjumlah 229.495 jiwa.[7]. Masyarakat yang mendiami kawasan ini adalah Suku Kerinci. Dan bahasa pengantar yang dipergunakan adalah Bahasa Kerinci.
Budaya
Masyarakat Kerinci menganut sistem adat matrilineal. Rumah suku Kerinci disebut "Larik", yang terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung dan dihuni oleh beberapa keluarga yang masih satu keturunan.
Suku Kerinci memiliki banyak tarian tradisional seperti Tarian Asyeik Naik Mahligai, Mandi Taman, Ngayun Luci tarian ini merupakan peninggalan dari tradisi Animisme. Setelah masuknya Islam, Berkembang Tarian yang lebih Islami seperti tari Rangguk, Sike Rebana, dan Iyo-iyo. Suku Kerinci juga memiliki sastra Lisan yang tertuang dalam bentuk Tale, Barendih, Mantau, Nyaho, Kunun dan K'ba. Selain itu,Suku Kerinci memiliki seni bela diridan permainan tradisional seperti Pencak Silat dan Ngadu Tanduk.
Bahasa
Bahasa Kerinci termasuk salah satu anak cabang Bahasa Austronesia, yang dekat dengan Bahasa Minangkabau.[8] Ada lebih dari 130 dialek bahasa yang berbeda di tiap-tiap desa di daerah Kerinci.
Referensi
- ^ http://www.jambiprov.go.id/index.php?letluaswil
- ^ Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Kerinci Dari Wilayah Kota Sungaipenuh ke Wilayah Kecamatan Siulak
- ^ Idris jakfar, Sejarah Kerinci Purba,Tahun 1994, Kerinci : Balai Pustaka
- ^ Uli Kozok, Kitab Undang-undang Tnjung Tanah Naskah Melayu yang tertua tahun 2006, Yayasan obor Indonesia
- ^ H. Rasyid Yakin, Menggali Adat Lama Pusaka Usang di Sakti Alam Kerinci tahun 1984,Kerinci: CV. Utama
- ^ Gusti Asnan, Memikir ulang regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an, Yayasan Obor Indonesia
- ^ http://www.bps.go.id/hasilSP2010/jambi/1501.pdf /Biro Pusat Statistik
- ^ Narendra S. Bisht, T. S. Bankoti, Encyclopaedia of the South East Asian Ethnography, Global Vision Publishing House, 2004