Lokomotif F10

salah satu lokomotif uap di Indonesia
Revisi sejak 31 Desember 2014 08.07 oleh RaFaDa20631 (bicara | kontrib)

Lokomotif F10 adalah lokomotif uap buatan pabrik Hanomag, Jerman. Lokomotif F10 pada awalnya dioperasikan oleh Staatsspoorwegen. Lokomotif ini memiliki susunan roda 1F1.

Lokomotif F10
F10/SS 800[1]
Jenis dan asal
Sumber tenagaUap
ProdusenHanomag, Jerman
Werkspoor, Belanda
Nomor seriF10/SS 800
Tanggal produksi1896
Jumlah diproduksi28
Data teknis
Konfigurasi:
 • Whyte2-12-2T
 • AAR1-F-1
 • UIC1F1
Lebar sepur1.067 mm
Diameter roda1102 mm
Jari-jari lengkung terkecil170 m
Panjang13.980 mm
Lebar2.506 mm
Tinggi3.700 mm
Jenis bahan bakarKayu jati
Kapasitas air8,5 m²
Kapasitas tender3 ton
Jumlah silinder380/580×509
Performansi
Daya mesin910 hp
Karier
LokalPurwokerto, Kertosono, Blitar, Malang, Bangil, Jember
Pemilik sekarangPT Kereta Api Indonesia

Dengan tuntutan teknis yang disodorkan oleh Staatspoorwegen, pabrik Hanomag, Jerman, dibawah pimpinan Dr.h.c. Ing. Erich Metzeltin, berhasil merancang lokomotif unik yang berhasil menarik perhatian kalangan perkeretaapian dunia. Oleh Hanomag lokomotif hasil rancangannya mendapat julukan Javanic.

Sejarah

Semakin meningkatnya volume angkutan kereta api barang, membuat Staatsspoorwegen membutuhkan lokomotif uap yang tangguh, lebih bertenaga, serta mampu menjelajahi jalur kereta api lintas pegunungan di Jawa Barat dengan radius belok 150 m.[2] Selain itu, orang semakin banyak membutuhkan kereta api dan mengakibatkan bertambahnya volume perjalanan. Pada akhirnya, orang kemudian membuat lokomotif "raksasa" yang melibatkan banyak roda dan semakin panjang![3]

Lokomotif mallet SS 500, sebenarnya sudah bisa menjawab sebagian tantangan. Akan tetapi, SS 500 (kelak menjadi BB10) memiliki berbagai kelemahan, antara lain pipa uap flexible-nya yang sering bocor; padahal pipa itu digunakan untuk menyalurkan tenaga uap ke silinder tekanan rendah.[butuh rujukan] Hal ini disebabkan karena letak silindernya yang terpisah.[4] SS kemudian berkeinginan untuk membeli lokomotif dengan enam gandar seperti lokomotif kelas "CC", tetapi tanpa pipa flexible dan mampu menjelajahi lintas pegunungan.

Pada akhirnya, Hanomag, Jerman, berhasil menjawab tantangan tersebut dengan merancang lokomotif uap baru. Lokomotif ini bergandar cukup unik, 2-12-2T yakni enam gandar penggerak yang dikopel menjadi satu memiliki satu roda idle di depan dan belakang (1F1 atau 1'F1'). SS tertarik membeli lokomotif tersebut dan diberi nomor SS 800.[1]

Karena keenam roda penggerak memiliki jarak gandar yang cukup panjang (6250 mm) maka untuk memenuhi tuntutan bisa melahap radius minimal 150 m, roda penggerak pertama dan ke-6 memiliki toleransi gerakan dalam arah lateral sebesar 30 mm, sedangkan roda-roda penghantar sebesar 100 mm. Roda-roda penghantar memiliki perlengkapan per tolak balik (terugstelinrichting) dengan tegangan awal sebesar 350 kg dan maksimum 1300 kg. Perlengakapan per itu untuk menjaga agar roda-roda secara otomatis kembali ke posisi semula setelah melahap tikungan tajam.[butuh rujukan]

Dengan bahan bakar batu bara Ombilin yang memiliki nilai kalor 6800 kkal/kg maka lokomotif Javanic yang dilengkapi dengan oververhiter memperoleh tenaga sebesar 1000 pk pada silindernya. Total tenaga lokomotif Javanic setara dengan 1,8 kali tenaga lokomotif mallet yang ada (SS 500). Untuk kalangan perancang lokomotif, Jenis lokomotif 1F1 ini tiada duanya di dunia, sehingga menarik segenap kalangan ahli perkerataapian.[butuh rujukan]

Lokomotif ini dibeli oleh SS dari pabrik Hanomag sebanyak 18 buah, sedangkan 10 unit sisanya diimpor dari pabrik Werkspoor, Belanda.[2] Dibeli pada tahun 1912-1920, dua puluh delapan unit ini siap dioperasikan di lintas Jawa Barat dan dialokasikan di dipo lokomotif Bandung.

Walaupun perhitungan "di atas kertas" sudah cukup bagus, namun Javanic tidak cocok dengan jalur tersebut. Lokomotif itu, selama dua bulan dioperasikan, ternyata memiliki kendala teknis, yakni roda penggerak depan sangat mudah aus.[2] Oleh karena itulah, SS kemudian memindahkannya ke jalur di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lokomotif ini dialokasikan di dipo lokomotif Purwokerto, Blitar, Malang, dan Jember. Sejak saat itulah, Javanic beroperasi di Jawa Timur. Khusus untuk jalur kereta api Prupuk-Kroya yang notabene kecepatan keretanya dibatasi hingga 75 km/jam, Javanic disempurnakan lagi secara teknis sehingga bisa dipacu dengan kecepatan 85 km/jam tanpa masalah. Hal ini dilaksanakan apabila nanti Javanic menghela kereta ekspres.[butuh rujukan]

Lokomotif Javanic memiliki panjang 13980 mm, daya mesin 910 hp, berat 78,7 ton dan dapat melaju hingga kecepatan 70 km/jam. Untuk memenuhi angkutan kereta di Sumatera Barat, maka lima buah lokomotif F10 diboyong ke Sumatera Barat, untuk angkutan batu bara.[2] Javanic juga beroperasi menghela kereta penumpang maupun barang seperti Dhoho Express (kereta api Rapih Dhoho).[butuh rujukan]

Javanic dikenal cukup unik karena lokomotif yang memiliki enam roda penggerak yang dihubungkan dengan satu poros hanya dapat dijumpai di empat negara, yaitu, Indonesia, Jerman, Swiss, dan Perancis.[2]

Pada tahun 1986 F1015 diboyong ke Expo 86 di Vancouver, Kanada, mewakili Indonesia.[butuh rujukan] Seperti halnya saudara-saudaranya yang lain, Javanic tak luput dari pembantaian juragan besi tua. Saat ini tersisa dua buah lokomotif, yakni F1002 dan F1015. F1002 dipajang di Museum Kereta Api Ambarawa, sedangkan F1015 dipajang di Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah.

Referensi