Lokomotif C23

salah satu lokomotif uap di Indonesia
Revisi sejak 2 Januari 2015 13.41 oleh RaFaDa20631 (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{Infobox Lokomotif |name=C23 |image=Locomotive and Teak Table in front of Lawang Sewu building, Semarang.jpg |caption=Lokomotif C2301 di Lawang Sewu. Latar depan...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Lokomotif C23 adalah lokomotif uap buatan pabrik Hartmann, Jerman. Lokomotif ini dimiliki oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. Lokomotif ini bergandar 0-6-0T, artinya memiliki tiga gandar penggerak (enam roda). Lokomotif ini memiliki dua silinder berdimensi 340×400 mm, diameter roda 1.050 mm, berat 25 ton, dan dapat melaju hingga 55 km/jam.[1]

C23
Lokomotif C2301 di Lawang Sewu. Latar depan meja terbuat dari kayu.
Jenis dan asal
Sumber tenagaUap
ProdusenHartmann, Jerman
Data teknis
Konfigurasi:
 • Whyte0-6-0T
 • AARC
 • UICC
Diameter roda1.050 mm
Jenis bahan bakarKayu jati, batu bara
Jumlah silinder340×400 mm
Karier
LokalPulau Jawa
Mulai dinas1908
Pemilik sekarangPT Kereta Api Indonesia

Sejarah

Pada tahun 1893, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan rencana induk perkeretaapian. Rencana induk ini menghasilkan kebijakan untuk membagi jalur kereta api menjadi dua bagian, yakni jalur trem (jarak dekat) dan jalur kereta api (jarak jauh). Dalam mengembangkan jalur trem, peran serta swasta sangatlah diperlukan, sehingga tidak hanya Pemerintah saja yang mengembangkan.[1]

Sementara itu, di Kota Solo, pada tahun 1892, berdiri perusahaan kereta perkotaan swasta, Solosche Tramweg Maatschappij (SoTM) yang mengelola jalur Purwosari-Boyolali. SoTM mengoperasikan trem yang ditarik kuda. Jalur ini kemudian diambil alih oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij pada rentang tahun 1905-1908. Pada saat itu juga, terjadi perpindahan dari tenaga kuda menjadi tenaga uap.[2][1]

Lokomotif C23 hanya diimpor satu buah dari pabrik Hartmann, Jerman, bersama dengan pengimporan satu buah lokomotif C18. Lokomotif ini didatangkan untuk menggantikan keberadaan trem kuda di Kota Solo. Dengan demikian keberadaan lokomotif uap sangat mengubah moda transportasi yang awalnya tradisional menjadi modern. Banyaknya penumpang yang mempergunakan kereta api mengakibatkan perekonomian Kota Solo terus berkembang dan meningkat. Meskipun lokomotif C23 dan C18 memiliki bentuk yang mirip, namun C23 masih menggunakan uap basah (tidak memakai superheater). Lokomotif ini dapat menggunakan bahan bakar kayu jati maupun batu bara.[1]

Kini C23 sejak awal beroperasinya hanya satu buah yakni C2301. Pada tahun 1969, C2301 dialokasikan di dipo lokomotif Gundih. Kini, C2301 dipajang di depan Lawang Sewu, Kota Semarang.[1]

Referensi