Geguritan

bentuk puisi di kalangan penutur bahasa Jawa dan Bali

Geguritan (berasal dari bahasa Jawa Tengahan, kata dasar: gurit, berarti "tatahan", "coretan") merupakan bentuk puisi yang berkembang di kalangan penutur bahasa Jawa dan Bali.

Geguritan berkembang dari tembang, sehingga dikenal beberapa bentuk geguritan yang berbeda. Dalam bentuk yang awal, geguritan berwujud nyanyian yang memiliki sanjak tertentu[1]. Di Bali berkembang bentuk geguritan semacam ini. Pengertian geguritan di Jawa telah berkembang menjadi sinonim dengan puisi bebas, yaitu puisi yang tidak mengikatkan diri pada aturan metrum, sajak, serta lagu ([2].

Geguritan merupakan salah satu penciri sastra Jawa Modern yang sangat berkembang, diajarkan di sekolah-sekolah dan kerap dilombakan.

Catatan kaki

  1. ^ Dalam bahasa Jawa: tembang uran-uran awujud purwakanti atau "nyanyian yang sebagian kata-katanya diulang-ulang"
  2. ^ Dalam bahasa Jawa: karangan kang pinathok kaya tembang nanging guru gatra, guru wilangan, guru lagune ora ajeg atau "karangan yang telah dirumuskan seperti nyanyian tetapi bait, suku kata, dan rimanya tidak tetap"