Taqiyyuddin an-Nabhani
Beliau adalah Abu Ibrahim Taqiyuddin Muhammad bin Ibrahim bin Mushthafa bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad bin Nashiruddin an-Nabhaniy. Keluarga an-Nabhaniy termasuk di antara keluarga dari kalangan terhormat (mulia), yang hidup di daerah Ijzim, selatan kota Haifa. Keluarga beliau adalah keluarga yang mulia, yang memiliki kedudukan tinggi dalam hal ilmu pengetahuan dan agama. Nasab keluarga beliau kembali pada keluarga besar atau Bani Nabhan dari Kabilah al-Hanajirah di Bi’r as-Sab’a. Bani (keturunan) Nabhan merupakan orang kepercayaan Bani Samak dari keturunan Lakhm yang tersebar di wilayah-wilayah Palestina. Sedang Lakhm adalah Malik bin ‘Adiy. Mereka memiliki bangsa dan suku yang banyak. Pada akhir abad ke-2 Masehi sekelompok dari Bani Lakhm tiba di Palestina bagian selatan. Bani Lakhm memiliki kebanggaan-kebanggaan yang teragung, dan di antaranya yang terkenal adalah Tamin ad-Dariy ash-Shahabiy.
Kelahiran dan Pertumbuhan Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy
Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dilahirkan di desa Ijzim pada tahun 1909 M. atau 1910 M.. Beliau tumbuh dan besar di rumah yang sangat memperhatikan ilmu dan agama. Ayah beliau Asy-Syaikh Ibrahim an-Nabhaniy adalah seorang syaikh yang mutafaqqih fid din, dan sebagai pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestina. Sementara ibu beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah, yang diperolehnya dari ayahnya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy adalah salah seorang di antara para ulama yang menonjol di Daulah Utsmaniyah. Asy-Syaikh Taqiyuddin mendapat perhatian dan pengawasan langsung kakeknya dari jalur ibunya, Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhaniy.
Sungguh, pertumbuhan keagamaan yang dialami Asy-Syaikh Taqiyuddin berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadiannya, orientasi dan pandangan keagamaannya. Beliau telah hafal al-Qur’an di luar kepala sebelum beliau berumur 13 tahun. Beliau sangat terpengaruh dengan kesadaran kakeknya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy. Beliau banyak belajar ilmu dari kakeknya yang mulia. Dan dari kakeknya pula, beliau banyak mengerti persoalan-persoalan politik yang penting, dimana kekeknya memiliki keahlian dalam hal ini. Beliau juga banyak belajar dari forum-forum dan diskusi-diskusi fiqih yang diadakan kakeknya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy, khususnya diskusi tentang orang-orang yang telah mengidolakan peradaban Barat. Kakeknya telah melihat tanda-tanda kecerdasan dan kejeniusannya, yaitu ketika Asy-Syaikh Taqiyuddin ikut dalam forum-forum ilmu tersebut. Sehingga perhatian sang kakek kepadanya sangat besar sekali.
Pendidikan
Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy memperoleh banyak Ijazah, yaitu: Ijazah dengan predikat sangat memuaskan dari sekolah tingkat menengah (ast-tsanawiyah) Al-Azhar, Diploma jurusan bahasa Arab dan sastranya dari Fakultas Darul Ulum Kairo, dan Diploma dari al-Ma’had al-Ali li al-Qadha’ asy-Syar’iy cabang Al-Azhar jurusan peradilan. Tahun 1932 beliau lulus dari Al-Azhar dengan memperoleh asy-Syahadah al ‘Alamiyah (Ijazah setingkat Doktor) pada jurusan syariah. Asy-Syaikh Taqiyuddin belajar dasar-dasar ilmu syariah dari ayah dan kakeknya. Beliau telah hafal al-Qur’an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, beliau juga belajar di sekolah negeri an-Nizhamiyah di daerah Ijzim untuk sekolah tingkat dasar. Kemudian, beliau melanjutkan studinya ke sekolah tingkat menengah di Akka. Belum selesai studinya pada tingkat menegahnya di Akka, beliau pergi ke Kairo untuk meneruskan studinya di Al-Azhar, guna merealisasikan keinginan kakeknya, Asy-Syaikh Yusuf an-Nabhaniy, yang telah menyakinkan ayahnya tentang pentingnya mengirim Asy-Syaikh Taqiyuddin ke Al-Azhar untuk melanjutkan pendidikan agamanya. Kemudian, Asy-Syaikh Taqiyuddin meneruskan pendidikan tingkat menengahnya di Al-Azhar pada tahun 1928, dan pada tahun yang sama beliau lulus dan memperoleh ijazah dengan predikat sangat memuaskan.
Setelah lulus dari sekolah tingkat menengah, lalu Asy-Syaikh Taqiyuddin melanjutkan studinya di Fakultas Darul Ulum, yang saat itu masih merupakan cabang Al-Azhar. Di samping itu, beliau juga aktif menghadiri kelompok-kelompok kajian (halaqah-halaqah) ilmiyah di Al-Azhar, yang diadakan oleh para syaikh, seperti yang telah disarankan oleh kakeknya, di antaranya, kelompok kajian yang diadakan Asy-Syaikh Muhammad al-Hudhair Husain. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran yang lama di Al-Azhar masih membolehkannya. Di mana para mahasiswa dapat memilih beberapa syaikh Al-Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa dan ilmu-ilmu syariah, di antaranya fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya.
Asy-Syaikh Taqiyuddin selesai kuliahnya di Fakultas Darul Ulum tahun 1932 M.. Pada tahun yang sama, beliau juga selesai kuliahnya di Al-Azhar sesuai dengan sistem yang lama. Meskipun, Asy-Syaikh Taqiyuddin menghimpun sistem Al-Azhar yang lama dengan Darul Ulum, namun beliau tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaannya dalam hal kesungguhan dan ketekunannya dalam belajar.
Asy-Syaikh Taqiyuddin sangat menarik perhatian kawan-kawannya dan para dosennya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat, serta kuatnya hujjah yang dilontarkan dalam perdebatan-perdebatan, dan diskusi-diskusi pemikiran, baik yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo maupun di negeri-negeri Islam lainnya. Asy-Syaikh Taqiyuddin juga dikenal keistimewaannya, karena beliau sangatlah bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktunya untuk menimba ilmu dan belajar.
Sumbangan kepada Islam
Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy meninggalkan banyak buku-buku penting, yang dianggap sebagai peninggalan intelektual yang luar biasa dan tak ternilai harganya. Karya-karya beliau ini menunjukkan bahwa beliau merupakan sosok pribadi yang pikiran dan sensitivitasnya di atas rata-rata dan tiada duanya. Beliaulah yang menulis setiap pemikiran dan konsep Hizbut Tahrir, baik yang terkait hukum-hukum syara’ maupun yang terkait masalah-masalah pemikiran, politik, ekonomi dan sosial. Dan inilah yang mendorong sebagian peneliti untuk mengatakan bahwa Hizbut Tahrir itu tidak lain adalah asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy.
Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy kebanyakan berupa buku-buku yang sifatnya pembentukan teori (tanzhiriyah) dan pembuatan rencana (tanzhimiyah), atau buku-buku yang isinya dimaksudkan sebagai seruan untuk melanjutkan kembali kehidupan yang islami (sesuai syariat Islam), dengan terlebih dahulu menegakkan Daulah Islamiyah (Negara Islam). Al-Ustadz Dawud Hamdan menggambarkan karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dengan gambaran yang mendalam dan tepat. Beliau berkata: “Sungguh karya-karya beliau ini merupakan buku-buku dakwah (seruan) yang dimaksudkan untuk membangkitkan kaum muslimin dengan melanjutkan kembali kehidupan yang islami, dan mengemban dakwah Islam”. Oleh karena itu, buku-buku karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy menjadi istimewa dan unik, disebabkan isinya yang komprehensif mencakup semua aspek kehidupan dan problematika manusia, baik aspek kehidupan individu khususnya, maupun aspek politik, perundang-undangan, sosial dan ekonomi pada umumnya. Selanjutnya karya-karya beliau ini dijadikan landasan pemikiran dan politis bagi Hizbut Tahrir, di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy sebagai motornya.
Karena banyaknya bidang-bidang kajian dalam buku-buku yang ditulis oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, maka hasil pemikirannya yang berupa buku jumlahnya lebih dari 30 buah buku. Ini tidak termasuk nota-nota politik yang berisi pemecahan terhadap problem-problem yang sifatnya politik, serta penyusunan rencana yang urgen. Dan banyak lagi selebaran-selebaran dan penjelasan-penjelasan yang sifatnya pemikiran dan politik yang penting. Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy menjadi istimewa karena ditulis dengan penuh kesadaran, kecermatan, dan kejelasan, di samping metodologinya yang khas yang menonjolkan Islam sebagai sebuah teori ideologis yang komprehensif, yang digali dari dalil-dalil syar’i yang terkandung dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang sifatnya pemikiran, dianggap sebagai sebuah usaha keras pertama, yang dipersembahkan oleh seorang pemikir muslim dengan metodenya yang khas pada era modern ini.
Karya-karya Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang Paling Terkenal
Karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang paling terkenal yang berisi ijtihad-ijtihad beliau, yaitu: (1) Nizham al-Islam, (2) at-Takattul al-Hizbiy, (3) Mafahim Hizb at-Tahrir, (4) an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, (5) an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, (6) Nizham al-Hukm fi al-Islam, (7) ad-Dustuur, (8) Muqaddimah ad-Dustuur, (9) ad-Daulah al-Islamiyah, (10) asy-Syakhshiyah al-Islamiyah tiga jilid, (11) Mafahim Siyasah li al-Hizb at-Tahrir, (12) Nazharat as-Siyasiyah li Hizb at-Tahrir, (13) Nida’ Haar, (14) al-Khilafah, (15) at-Tafkiir, (16) al-Kurrashah, (17) Sur’ah al-Badiihah, (18) Nuqthah al-Intilaq, (19) Dukhul al-Mujtama’, (20) Inqadz al-Filisthin, (21) Risalah al-Arab, (22) Tasalluh Mishr, (23) al-Ittifaqiyat ats-Tsuna’iyah al-Mishriyah as-Suriyah wa al-Yamaniyah, (24) Halla Qadhiyah Filisthin ala ath-Thariqah al-Amirikiyah wa al-Injiliziyah, (25) Nazhariyah al-Faragh as-Siyasiy haula Izinhawir, (26) as-Siyasah al-Iqtishadi al-Mutsla, (27) Naqdhu al-Isytirakiyah al-Markisiyah, (28) Kaifa Hudimat al-Khilafah, (29) Nizham al-Uqubat, (30) Ahkam ash-Shalah, (31) Ahkam al-Bayyinat, (32) al-Fikr al-Islami, (33) Naqdh al-Qanun al-Madaniy. Di samping itu, masih ada ribuan selebaran yang sifatnya pemikiran, politik dan ekonomi.
Dengan melihat karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy rahimahullah yang spektakuler ini, maka kedudukan apa yang pantas bagi beliau! Banyak di antara buku-buku beliau yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir, dengan tujuan agar buku-buku itu mudah disebarluaskan, setelah adanya undang-undang yang melarang buku-buku beliau dan peredarannya. Di antara buku-buku itu adalah: Naqdh al-Qanun al-Madani, Ahkam ash-Shalah, al-Fikr al-Islami, as-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, Naqdhu al-Isytirakiyah al-Markisiyah, Kaifa Hudimat al-Khilafah, Ahkam al-Bayyinat, dan Nizham al-Uqubat.
Mengingat kebanyakan buku-buku asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy adalah buku-buku Hizbut Tahrir, maka harus tahu hubungan anggota-anggota Hizbut Tahrir yang lain dengan warisan tsaqafah ini. Artinya, apakah buku-buku itu ditulis sendirian oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, atau beliau dibantu oleh sebagian anggota Hizbut-Tahrir yang lain?
Al-Ustadz Auni Judu’ dalam bukunya Hizb at-Tahrir al-Islamiy menuturkan bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy adalah yang menulis semua pemikiran dan konsep Hizbut Tahrir, baik yang terkait dengan hukum syara’ maupun yang terkait dengan persoalan pemikiran, politik, ekonomi dan sosial. Kemudian ia menambahkan bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dalam menulis buku-bukunya dibantu oleh anggota Hizbut Tahrir. Di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang menulis konsep (draf) dan yang membuat garis-garis besarnya, lalu diserahkan kepada para pemikir Hizbut Tahrir yang senior. Merekalah selanjutnya yang memberikan catatan-catatan dan komentar hingga menjadi jelas dengan gambaran final, seperti yang diterbitkannya. Namun, pernyataan ini menjadi tidak jelas, bahkan kontradiksi jika dikonfrontir dengan pendapatnya juga di tempat lain dari bukunya (Hizb at-Tahrir al-Islamiy), di mana ia menyatakan bahwa ada banyak orang yang turut andil dalam penyusunan konsep-konsep (draf) untuk buku-buku asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy.
Keraguan ini terjadi pada al-Ustadz Auni Judu’ karena pernyataan asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath. Sebab ketika berbicara tentang karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, ia berkata: “Sesungguhnya kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah sebagian besar adalah nota-nota yang ditulis oleh Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, dan beberapa koreksinya. Begitu juga ada beberapa pemikiran yang saya kritisi dan saya koreksi. Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mendiktekan dan menjelaskan nota-nota itu kepada para mahasiswanya di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah. Draf-draf untuk nota-nota ini dan beberapa koreksinya yang ditulis tangan oleh asy-Syaikh rahimahullah hingga saat ini masih saya simpan”.
Begitu juga, ketika asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath berbicara tentang karya-karya Hizbut Tahrir, ia berkata: “Sehubungan dengan karya-karya Hizbut Tahrir yang menggunakan nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, saya nyatakan ada dua kebenaran yang harus dijelaskan:
Pertama, Hizbut Tahrir terpaksa mengeluarkan buku-bukunya atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, sebab aktivitas Hizbut Tahrir masih sifatnya rahasia, dan khawatir seandainya karya-karya itu dikeluarkan atas nama Hizbut Tahrir, niscaya akan segera disita. Namun, buku-buku itu dikeluarkan dengan nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy untuk menghindari adanya penyiataan.
Kedua, sesungguhnya buku-buku itu ditulis oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dan anggota Hizbut Tahrir yang tergolong ulama. Kemudian dikaji dan dipelajari oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dan sekelompok ulama hingga menjadi jelas dan terang dengan bentuknya yang final, yang disepakati oleh semuanya. Setelah itu dikeluarkan atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, atau dengan nama lain, dan tidak jarang menggunakan nama samaran. Apa yang disebutkan oleh Dr. Himam Said bahwa karya-karya itu ditulis sendirian oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy adalah tidak benar. Seperti yang saya katakan di awal bahwa saya masih menyimpan draf-draf (konsep) sebagian kitab yang ditulis untuk Hizbut Tahrir, seperti kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, ketika asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mengajar di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah di Amman.”
Bagi saya (Muhammad Muhsin Radhi), perkataan asy-Syaikh al-Khayyath ini memiliki beberapa catatan:
1. Pernyataannya: “Hizbut Tahrir terpaksa mengeluarkan buku-bukunya atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, disebabkan aktivitas Hizbut Tahrir yang sifatnya masih rahasia dan khawatir. Seandainya karya-karya itu dikeluarkan atas nama Hizbut Tahrir, niscaya akan segera disita…” Ia menggambarkan bahwa aktivitas Hizbut Tahrir sifatnya masih rahasia. Ini berbeda dengan apa yang ia katakan sendiri: “Sedang faktanya bahwa aktivitasnya —yakni Hizbut Tahrir— adalah terang-terangan tidak sembunyi-sembunyi dalam berdakwah, halaqah-halaqah, dan diskusi-diskusi, meski tidak ada legalitas bagi Hizbut Tahrir untuk melakukan aktivitas kepartaian”.
2. Asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath beralasan bahwa dikeluarkannya buku-buku Hizbut Tahrir atas nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy karena khawatir disita. Sedang faktanya bahwa Hizbut Tahrir menjaga produk-produk yang dikeluarkannya, yang tergolong mutabannat, seperti buku-buku dan selebaran-selebaran dengan identitas Hizbut Tahrir untuk membedakannya, dan agar diketahui bahwa buku-buku ini dan isinya merupakan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir. Kalau kita kembalikan masalahnya pada buku-buku yang dikeluarkan tidak dengan nama asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, niscaya kita dapati bahwa buku-buku itu semuanya bukan buku-buku mutabannat bagi Hizbut Tahrir.
3. Tidak diragukan lagi bahwa setelah buku-buku Hizbut Tahrir dilarang, maka keberadaannya menjadi terancam. Namun seperti yang dikemukakan oleh al-Ustadz Ihsan Samarah sebelumnya bahwa terkait dengan karya-karya asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dikeluarkan undang-undang yang melarang peredaran dan penyebaran buku-buku beliau. Sehingga buku-buku beliau dikeluarkan dengan nama orang lain. Ia menyebutkan di antara buku-buku itu ialah al-Fikr al-Islami dan Ahkam ash-Shalah. Ketika saya lihat kembali kedua naskah buku ini, saya dapati keduanya diterbitkan pada tahun 1377 H./1958 M., sehingga pelarangan masih menyertainya karena pelarangan terhadap Hizbut Tahrir, apalagi asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy ketika itu merupakan pemimpin Hizbut Tahrir.
4. Di sini ada perkara penting yang tidak diperhatikannya. Asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath menyebutkan bahwa ia masih menyimpan draf-draf (konsep) yang ditulisnya untuk Hizbut Tahrir. Adanya pembuatan draf-draf (konsep) ini tidak berarti penting bahwa Hizbut Tahrir tergantung kepadanya. Tambahan lagi, ia tidak menyebutkan kecuali satu buku saja di antara sekian banyak buku-buku Hizbut Tahrir yang ia susun drafnya, yaitu hanya buku asy-Syakhshiyah. Terkait dengan buku ini, ia telah menggambarkan sendiri dengan perkataannya: “Sesungguhnya kitab asy-Syakhshiyah sebagian besar adalah nota-nota yang ditulis oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, dan beberapa koreksinya. Begitu juga ada beberapa pemikiran yang saya kritisi dan saya koreksi. Asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mendiktekan dan menjelaskan nota-nota itu kepada para mahasiswanya di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah. Draf-draf (konsep) untuk nota-nota ini dan beberapa koreksinya yang ditulis tangan oleh Asy-Syaikh rahimahullah hingga saat ini masih saya simpan”. Dengan begitu, Asy-Syaikh al-Khayyath tidak membuat draf-draf buku ini, akan tetapi ia membuat draf untuk nota-nota ini, yakni sesungguhnya asy-Syaikh al-Khayyath adalah yang menulis dan membukukan gagasan yang dikemukakan oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan al-Ustadz Ziyad Salamah ketika ia berkata: “Pada tahun 1952 M. asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mengeluarkan buku asy-Syakhshiyah al-Islamiyah. Tahun berikutnya dikeluarkan juga buku asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dengan judul yang sama, namun isinya secara umum berbeda dengan buku sebelumnya. Mungkin, buku yang dikeluarkan pertama tahun 1952 M. adalah buku seperti yang dinyatakan oleh syaikh kita yang mulia —yakni asy-Syaikh Abdul Aziz al-Khayyath— bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy mengajarkan pada para mahasiswanya di Fakultas al-Ilmiyah al-Islamiyah, di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy bekerja di Fakultas tersebut sebagai tenaga pengajar materi tsaqafah Islamiyah pada Tahun Pelajaran 1951-1952 M..”[6]
Abdullah Muhammad Mahmud berkata: “Yang benar —seharusnya— perkataan: pada sebagian draf-draf (konsep) buku-buku beliau, atau salah satu draf-draf (konsep) buku-buku beliau, sebab sang Doktor —yakni Abdul Aziz al-Khayyath— tidak menyebutkan kecuali kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah. Ia pun berkata ‘sebagian besar’ bukan ‘semuanya’. Kalau pun hal ini terjadi, bukanlah suatu aib (keburukan), melainkan kebaikan di antara kebaikan-kebaikan asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy rahimahullah. Di mana beliau dikenal biasa menyodorkan apa yang sedang ditulisnya kepada para anggota Hizbut Tahrir dan para ulamanya, sebelum ditetapkan dengan bentuknya yang final. Dengan demikian, ide-idenya dikeluarkan dengan jelas dan benar tanpa ada kesamaran meski satu huruf sekalipun, yang pada akhirnya memberikan kepuasan yang sempurna. Bahkan, beliau juga dikenal, sebagaimana yang dinyatakan dengan jelas oleh asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath, bahwa beliau senantiasa berdiskusi, membahas, dan meneliti lebih dari sepuluh tahun, sebelum beliau memutuskan untuk mendirikan Hizbut Tahrir. Dengan begitu, asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy banyak melakukan diskusi, termasuk di antaranya dengan Dr. Abdul Aziz al-Khayyath dan yang lainnya, sejak tahun 1946. Maka, demi kepercayaan dan kebenaran sejarah, saya berharap kepada Dr. Abdul Aziz al-Khayyath untuk menjelaskan apakah sebagian besar yang ia susun adalah draf-draf (konsep) kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah yang tiga jilid itu, atau ia adalah sebuah buku yang namanya asy-Syakhshiyah, sementara isinya berbeda dengan kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah yang terdiri dari tiga jilid. Sebab semua tahu bahwa kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah terdiri dari tiga jilid: jilid pertama membahas tentang akidah dan pemikiran Islam; jilid kedua membahas tentang hukum-hukum syara’ dengan beragam persoalan, mulai dari problem-problem pemerintahan hingga muamalat (hukum syara’ yang mengatur kepentingan individu dengan yang lainnya); dan jilid ketiga membahas tentang ushul fiqih. Sedang, dua jilid yang terakhir, yakni jilid kedua dan ketiga baru dikeluarkan pada dekade 1960-an, di mana asy-Syaikh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath sudah tidak lagi bergabung dengan Hizbut Tahrir”.[7]
Dari apa yang dijelaskan di atas, saya berpendapat bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy-lah yang menyusun kitab-kitab Hizbut Tahrir. Adapun partisipasi para anggota Hizbut Tahrir yang lain, maka hal itu tidak jauh dari apa yang disebutkan oleh al-Ustadz Ghanim Ismail Abduh, bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dalam menulis buku-bukunya dibantu oleh anggota Hizbut Tahrir. Di mana asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy yang menulis konsep (draf) dan yang membuat garis-garis besarnya, lalu diserahkan kepada para pemikir Hizbut Tahrir yang senior, merekalah selanjutnya yang memberikan catatan-catatan dan komentar hingga menjadi jelas dengan gambaran final, seperti yang diterbitkannya. Apa yang disebutkan oleh al-Ustadz Ghanim Ismail Abduh ini lebih sesuai daripada yang dikatakan oleh Dr. Abdul Aziz al-Khayyath. Sebab, al-Ustadz Ghanim Ismail Abduh lebih lama bersentuhan dengan Hizbut Tahrir. Bahkan, ia tetap bersama Hizbut Tahrir hingga tahun 1965 M., di mana ia tidak lagi bersama Hizbut Tahrir karena ada perbedaan pendapat dengan Hizbut Tahrir seputar beberapa persoalan.[8]
Jadi, partisipasi anggota Hizbut Tahrir dalam penulisan kitab-kitab ini tidak lebih dari bentuk peninjauan ulang dan perbaikan (revisi) sebelum diterbitkan. Dan dalam hal ini tidaklah aneh, sebab orang yang membaca kitab-kitab Hizbut Tahrir akan menemukan kesesuaian yang jelas di antara kitab-kitab ini, dalam memaparkan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum, apapun persoalannya. Bagi saya, sama saja, apakah kita katakan bahwa kitab-kitab ini disusun oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy, oleh anggota Hizbut Tahrir, atau disusun oleh asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy dengan dibantu para anggota Hizbut Tahrir, semuanya adalah kitab-kitab Hizbut Tahrir.
[1] Lihat. Hizb at-Tahrir al-Islamiy, hlm. 98, 99, 139.
[2] Lihat. Idem, hlm. 12.
[3] Lihat. Hizb at-Tahrir al-Islamiy, hlm. 28.
[4] Lihat. Idem, hlm. 21.
[5] Lihat. Al-Millaf al-Idariy, hlm. 65, 77, 82 dan seterusnya.
[6] Lihat Hizb at-Tahrir al-Islamiy, hlm. 124
[7] Lihat. Hizb at-Tahrir al-Islamiy, hlm. 147-148. Di antara yang menunjukan atas hal ini juga, bahwa asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhaniy menyusun kitab Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, namun dengan bentuk ringkasan, tidak memiliki banyak rincian. Pada tahun 1955 M. beliau diminta oleh anggota Hizbut Tahrir untuk mengkaji ulang dan memperluas isinya, agar berbeda dengan apa yang beliau tulis pada masa itu. Kemudian beliau menulis kembali kitab (Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam). Sebagian anggota Hizbut Tahrir menyebarkan draf-draf (konsep) kitab tersebut kepada sekumpulan ulama dan para spesialis untuk memberikan catatan-catatan mereka atas kitab itu. Di antara mereka adalah salah seorang ulama Irak yang sedang menjabat sebagai pimpinan para syaikh di an-Nashiriyah. Dan di antara mereka juga adalah Dr. Ibrahim Uwais, Ketua Jurusan Ekonomi di Universitas al-Azhar ketika itu. Dr. Ibrahim Uwais ini adalah orang yang sangat terpengaruh dengan pemikiran Barat. Sementara yang memberikan draf-draf (konsep) kitab itu kepadanya adalah Muhammad Ubaid al-Bayati ketika Dr. Ibrahim Uwais sedang berada di Libanon. Setelah Hizbut Tahrir mengkaji dan meneliti catatan-catatan yang berhasil dikumpulkannya, baru Hizbut Tahrir mencetak (menerbitkan) kitab tersebut. (Wawancara dengan Pengacara Muhammad Ubaid al-Bayati).
[8] Lihat. Hizb at-Tahrir al-Islamiy, hlm. 71.