Tihulale

Revisi sejak 31 Januari 2015 17.37 oleh Nalhacker (bicara | kontrib) (Pembaharuan Referensi Dan Deskripsi Negeri)

Negeri Tihulale, ditulis dan dieja Tihulale,Amalesi, atau Amalessy, adalah salah satu dari sekian banyak "Negeri Adat" yang terdapat di Pulau Seram, SBB, Maluku. Sebelah utara Negeri Tihulale Berbatasan dengan Negeri Hunitetu, Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Seram, Sebelah barat berbatasan dengan Negeri Kamarian di Waimeten dan sebelah timur berbatasan dengan Rumah Kai di Air Siaputi. Nama adat atau teung dari Negeri Tihulale adalah Amalesi Risapori Sariata[1].

Berkas:Tihulale - Amalesi RIsapori Sariata.png
Labuhan Negeri Tihulale

Secara astronomis, negeri Tihulale terletak pada 3°27'0 Lintang Selatan, dan 128°30'0" Bujur Timur. Dan Secara geografis, Tihulale termasuk dalam wilayah Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Pulau SeramMalukuIndonesia.

Negeri Tihulale terhimpun dalam Saniri besar Tiga Batang Air (Kwele Batai Telu) “Tala Eti Sapalewa” yang merupakan bagian dari Saniri “Talabatai” (Batang Air Tala) dengan kedudukan sebagai Angkota. Dimana dalam Saniri Tiga Batang Air tersebut beranggotakan ± 12 negeri adat yang terdiri dari 5 negeri adat sebagai Ina Ama (Inama) dan 7 negeri adat sebagai Angkota. Adapun kedua belas negeri-negeri adat tersebut adalah:

Ina Ama

  • Negeri Hualoy (Ina Ama Tuni Siwalete Sarimetene);
  • Negeri Kaibobu (Ina Ama Tahisane Poput Samale);
  • Negeri Elpaputih (Ina Ama Tahisane Pesihalule);
  • Negeri Kairatu (Ina Ama Salibubui); dan
  • Negeri Watui (Ina Ama Sailewoi).

Angkota

  • Negeri Huku Kecil dan Huku Anakota (Moin Nikwele);
  • Negeri Lohia Tala (Lohie);
  • Negeri Tihulale (Amalesi Risapori Sariata);
  • Negeri Makariki (Siwalete Maatita);
  • Negeri Amahai (Lounusa Maatita);
  • Negeri Soahuku (Riripori Kalapesi); dan
  • Negeri Wasia (Mauwen Tinai)

Sistem pemerintahan di Negeri Tihulale berbentuk pemerintahan “PATASIWA” dengan pimpinan tertinggi seorang Upulatu (Raja) yang ditunjuk dan berasal dari fam atau pemangku jabatan Upulatu (Raja). Fam atau marga pemangku jabatan Upulatu (Raja) di negeri Tihulale adalah fam SALAWANE (Upu Ase Upu Rumah Sitanamah). Dalam memimpin, Seorang UPULATU (Raja) dibantu oleh   :

  • Malesi (Kapitan),
  • Mauen (Pemimpin Kakehan/Adat),
  • Marinyo (Pembawa Titah Raja),
  • Juru Tulis(Tambahan sejak mengenal tulisan)
  • Kewan (Penjaga Hutan),
  • Amanupui (Penjaga Negeri),
  • Soa (Persekutuan Fam),
  • Wariwaa (Persekutuan Adik Kakak)
  • Saniri Negeri (Badan pemerintahan yang bertugas mengurusi perkara pemerintahan dan adat istiadat di dalam Negeri serta dalam pengambilan keputusan, semacam parlemen Negeri)
Berkas:Sistem Pemerintahan Negeri Tihulale.png

Adapun Raja-Raja di Negeri Tihulale yang pernah memerintah dari pertama sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut  :

Berkas:Daftar Raja Tihulale.png
  1. Coeripati Salawane
  2. Patiraha Salawane
  3. Paltin Salawane
  4. Tentapan Salawane
  5. Leisoeka Salawane
  6. Naisamal Salawane
  7. Welem Salawane
  8. Samuel Salawane
  9. Elseus Salawane 1
  10. Elseus Salawane 2
  11. Juluis Salawane
  12. Timothius Salawane
  13. Lucas Wairata
  14. Nicodemus Salawane
  15. Frans Wairata
  16. Boetje Sapuri
  17. Daniel Sapuri
  18. Elia Salawane (Sekarang)

Bahasa yang digunakan di Negeri Tihulale adalah “Bahasa Alune” (Aloene). Ciri khas Alune dalam adalah dalam berpakaian serta yang paling menonjol dari Alune adalah tidak menjadikan ular sebagai makanan.

Soa adalah suatu kelompok yang terdapat dalam setiap Negeri adat yang terdiri atau beranggotakan beberapa fam. Soa memiliki kapasitas yang lebih besar dari pada sebuah fam atau marga, karena soa mencakup beberapa fam. Biasanya Soa dibangun dan ditentukan sebagai suatu lembaga kecil di dalam suatu komunitas besar (negeri) berdasarkan hal-hal tertentu yang secara historis ada kaitannya antara sesama anggota dalam satu soa tersebut misalnya memiliki hubungan darah (geneologis) atau hal-hal lainnya. Adapun beberapa Soa yang terdapat di Negeri Tihulale antara lain :

Soa Harur, yang terdiri dari mata rumah :

  1. Salawane (Upu ase upu rumah sitanamah)
  2. Tualena (Upu niai upu rumah niniari)
  3. Tuarisa (Upu hutui upu rumah sourisa)
  4. Nusawakan (Upu uwen haubawa)

Soa Kukur, yang terdiri dari mata rumah :

  1. Sapuri (Upu selai pewaka tanah makah hurui rua)
  2. Tuapetel
  3. Atapari (Upu selai pewaka sou lalan)

Soa Laha, yang terdiri dari mata rumah :

  1. Hursina (Upu matita)
  2. Sopasina
  3. Pariama (Upu panai upu rumah lei selah)
  4. Wairata (Upu selai pewaka suri au)

Wariwaa adalah suatu persekutuan berdasarkan hubungan kakak beradik atau rumpun ade kaka. Adapun persekutuan Wariwaa yang terdapat di Negeri Tihulale antara lain   :

  • Salawane dengan Tuarisa
  • Tualena dengan Nusawakan
  • Sapuri dengan Tuapetel danAtapari
  • Hursina dengan Sopasina
  • Wairata dengan Pariama

Fam adalah sebutan untuk keluarga, dalam Bahasa Inggris disebut Family. Merupakan keluarga yang mendiami suatu Negeri sebagai persekutuan Masyarakat adat. Dari Fam dibentuk Soa, dari Soa dibentuk Aman atau Negeri. Fam di Negeri Tihulale terbagi atas dua yaitu   :

Ana Negeri (Asli)[2]

  • Atapari
  • Hursina
  • Nusakawan
  • Pariama
  • Salawane
  • Sapuri
  • Sopasina
  • Tualena
  • Tuapetel
  • Tuarisa
  • Wairata

Orang Dagang (Malamait)[3]

  • Duan
  • Gervelem
  • Huwae, pendatang dari Negeri Alang di Pulau Ambon
  • Kaihena, pendatang dari Negeri Amahei Di Pulau Seram
  • Kainama, pendatang dari Negeri Kamarian Di Pulau Seram
  • Kastanya, pendatang dari Negeri Hatalai di Pulau Ambon
  • Kaya, pendatang dari Negeri Haria di Pulau Saparua
  • Kelelupna, pendatang dari Negeri Teon Nila Serua di Maluku Tenggara
  • Kudubun, pendatang dari Key Di Maluku Tenggara
  • Kurseli
  • Laturiu, pendatang dari Negeri Samasuru Di Pulau Seram
  • Lekiona
  • Likumahua
  • Lopulalan
  • Loupatty, pendatang dari Negeri Haria di Pulau Saparua
  • Luhukay
  • Mailoa
  • Mairuhu, pendatang dari Pulau Nusalaut
  • Maloku
  • Matital, pendatang dari Negeri Taniwel Di Pulau Seram
  • Noya, pendatang dari Negeri Hulaliu di Pulau Haruku
  • Papilaya, pendatang dari Negeri Itawaka di Pulau Saparua
  • Poceratu, pendatang dari Negeri Kamarian Di Pulau Seram
  • Radjawane, pendatang dari Negeri Kariu di Pulau Haruku
  • Raja
  • Riry, pendatang dari Negeri Aboru di Pulau Haruku
  • Runtutuli
  • Saiya, pendatang dari Negeri Aboru di Pulau Haruku
  • Sampe, pendatang dari Toraja, Sulawesi Selatan
  • Sapulete, pendatang dari Negeri Ullath di Pulau Saparua
  • Siahay, pendatang dari Negeri Noloth di Pulau Saparua
  • Sylvera, pendatang dari Negeri Haruku di Pulau Haruku
  • Talakua, pendatang dari Negeri Porto di Pulau Saparua
  • Talapessy, pendatang dari Negeri Kamarian Di Pulau Seram
  • Taribuka, pendatang dari Negeri Iha di Pulau Saparua
  • Wattimury, pendatang dari Pulau Nusalaut

Hubungan Pela[4]

Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjianhubungan antara satu Negeri (sebutan untuk kampung atau desa) dengan negeri lainnya.

Jenis-Jenis Pela

Pada prinsipnya dikenal tiga jenis Pela yaitu Pela Darah atau Karas (Keras), Pela Gandong (Kandung) atau Bongso (Bungsu) dan Pela Tampa Siri (Tempat Sirih).

  • Pela Karas atau Pela Darah adalah sumpah yang diikrarkan antara dua Negeri atau lebih karena terjadinya suatu peristiwa yang sangat penting dan biasanya berhubungan dengan peperanganantara lain seperti pengorbanan, akhir perang yang tidak menentu (tak ada yang menang atau kalah perang), atau adanya bantuan-bantuan khusus dari satu Negeri kepada Negeri lain. Pela Karas dan Pela Gandong ditetapkan oleh sumpah yang sangat mengikat dan biasanya disertai dengan kutukan untuk Pelanggaran terhadap perjanjian Pela ini. Sumpah dilakukan dengan mencampur tuak dengan darah yang diambil dari tubuh pemimpin kedua pihak kemudian diminum oleh kedua pihak tersebut setelah senjata-sejata dan alat-alat perang lain dicelupkan kedalamnya. Alat-alat tersebut nantinya digunakan untuk melawan dan membunuh siapapun yang melanggar perjanjian. Penukaran darah memeteraikan persaudaraan itu.
  • Pela Gandong atau Bongso didasarkan pada ikatan darah atau keturunan untuk menjaga hubungan antara kerabat keluarga yang berada di Negeri atau pulau yang berbeda.
  • Pela Tampa Siri diadakan setelah suatu peristiwa yang tidak begitu penting berlangsung, seperti memulihkan damai kembali sehabis suatu insiden kecil atau bila satu Negeri telah berjasa kepada Negeri lain. Jenis Pela ini juga biasanya ditetapkan untuk memperlancar hubungan perdagangan. Pela Tampa Siri dilakukan tanpa sumpah dengan menukar dan mengunyah Sirih bersama. Pela Tampa Siri merupakan suatu perjanjian persahabatan sehingga perkawinan antar pihak yang terkait diperbolehkan dan tolong menolong lebih bersifat sukarela tanpa ada ancaman hukuman nenek moyang.

Negeri Tihulale memiliki Hubungan Pela yang dikategorikan sebagai Pela Karas atau Pela Darah dengan   :

  • Negeri Huku (Huku Kecil dan Huku Anakotta) karena berlatar peperangan.
  • Negeri Samasuru (Uru Amalatu) karena berlatar peperangan. Negeri Samasuru yang lama ini sudah tenggelam akibat diterjang Tsunami 200-an tahun yang lalu bersama sebagian wilayah Amahai yang lebih dikenal dengan Elpaputih Tenggelam.

Negeri Tihulale memiliki Hubungan Pela yang dikategorikan sebagai Pela Gandong atau Bongso dengan:

  • Negeri Seith (Jazirah Leihitu) karena berlatar saudara Gandong (Seith sama-sama menempati wilayah di Negeri Tihulale sebelum terlibat perang dan akhirnya keluar dari Tihulale menuju ke Jazirah Leihitu).
  • Negeri Ouw (Pulau Saparua) karena berlatar saudara Gandong (Ouw Keluar dari Negeri Seith, Negeri Seith keluar dari Negeri Tihulale).
  • Negeri Kailolo (Pulau Haruku) karena berlatar saudara dan suka tolong menolong, kisah Satu Arumbai dan Kayu untuk Gedung Gereja).

Untuk menjaga kelestariannya maka pada waktu-waktu tertentu diadakan upacara bersama yang disebut "Panas Pela" antara kedua Negeri yang memiliki hubungan Pela. Upacara ini dilakukan dengan berkumpul selama satu minggu di salah satu Negeri untuk merayakan hubungan dan kadang-kadang memperbaharui sumpahnya. Pada umumnya upacara atau gelaran panas Pela diramaikan dengan pertunjukan menyanyi, dansa dan tarian tradisional semisal cakalele serta acara lain seperti makan patita/makan perdamaian.

Berkas:Gereja Tihulale.jpg
Gedung Gereja Negeri Tihulale

Sebelum masuknya pengaruh Kekristenan oleh Portugis dan Belanda, Tradisi keagamaan yang dianut masyarakat Negeri Tihulale adalah Kakehan. Namun sejak masuknya pengaruh kolonialisme dengan membawa ajaran Kekristenan atau penginjilan barulah Masyarakat Negeri Tihulale mengenal agama Kristen. Saat ini, Mayoritas penduduk Negeri Tihulale beragama Kristen Protestan dengan Gereja Protestan Maluku sebagai gerejanya. [5]

  1. ^ a b c d e f http://www.tihulale.com/2015/01/negeri-tihulale-amalesi-risapori-sariata.html
  2. ^ a b http://www.tihulale.com/2015/01/soa-dan-fam-asli-negeri-tihulale.html
  3. ^ http://www.tihulale.com/2015/01/fam-malamait-orang-dagang-di-negeri.html
  4. ^ http://www.tihulale.com/2015/01/pela.html
  5. ^ a b http://www.tihulale.com/2015/01/agama-masyarakat-negeri-tihulale.html