Riau
Riau adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatra, berbatasan dengan Sumatra Utara di sebelah utara dan dengan Sumatra Barat di sebelah barat dan dengan Jambi di sebelah selatan, serta di sebelah timur, berbatasan dengan propinsi baru Kepulauan Riau. Selain itu provinsi ini juga memiliki daerah kepulauan yang sangat luas dan berbatasan dengan Malaysia dan Singapura.
Provinsi ini istimewa karena Bahasa Nasional Indonesia, bahasa Indonesia, berasal dari daerah ini.
| |||
Motto: "…" (Bahasa …): "…" | |||
Berkas:Lokasi Riau.jpg | |||
Hari Jadi: | 9 Agustus 1957 | ||
Ibukota: | Pekanbaru | ||
Gubernur: | H.M. Rusli Zainal, SE | ||
Wilayah - Total: | 94.561,60 km² | ||
Daerah Tingkat II - Jumlah: | 5 Kabupaten dan 2 Kotamadya | ||
Penduduk - Total: - Kepadatan: | +/- 5.000.000 …/km² | ||
Suku Bangsa: | Terutama Orang Melayu | ||
Agama: | Islam | ||
Bahasa: | Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia | ||
Zona Waktu: | (WIB) | ||
Lagu Kedaerahan: | … |
Kondisi dan Sumber Daya Alam
Kondisi Alam
Keanekaragaman Hayati
Sumber Daya Alam
Potensi Daerah
Sosial Kemasyarakatan
Suku Bangsa
Bahasa
Bahasa Melayu di Riau pada dasarnya dapat dikelompokkan atas 2 bagian : Bahasa Melayu Riau Daratan Bahasa Melayu Riau Pesisir
Bahasa Melayu Riau Daratan dituturkan hampir di seluruh Propinsi Riau, sementara Melayu Pesisir dituturkan di sepanjang pesisir pantai Riau dan di Propinsi Kepulauan Riau. Bahasa Melayu Riau Pesisir berdekatan dengan bahasa Melayu Semenanjung, sedangkan bahasa Melayu Riau Daratan merupakan subbagian dari dialek Sumatera yang beranggotakan Minang, Jambi, Bengkulu, Palembang dengan persentase kedekatan yang sangat tinggi dengan bahasa Minang. http://riau.us/index.php/b/2005/08/15/bahasa_melayu_di_riau
Agama
Pendidikan
Pada tahun 1998-2002, APS untuk kelompok usia 7-12 tahun pada tahun 1998 sebesar 95,95% meningkat menjadi 97,42% pada tahun 2002; untuk kelompok usia 13-15 tahun sebesar 79,56% pada tahun 1998 meningkat menjadi 84,53% pada tahun 2002. Selanjutnya untuk kelompok usia 15-18 tahun pada tahun 2002 mencapai 54,22%, jauh di atas angka partisipasi sekolah untuk kelompok usia yang sama pada tahun 1998 yang hanya sebesar 45,51% dan untuk usia 19-24 tahun, pada tahun 1998 sebesar 10,90% meningkat menjadi 29,11%. Hal itu menunjukkan upaya dan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM melalui jalur pendidikan cukup berhasil. Indikator tingkat keberhasilan di sektor pendidikan dapat pula dilihat dari persentase angka melek huruf yang selama periode 1998-2002 cenderung terus meningkat. Jika pada tahun 1998 angka melek huruf bagi penduduk berumur 10 tahun ke atas di Provinsi Riau sebesar 96,03%, maka pada tahun 2002 meningkat menjadi 96,92%.
Pelaksanaan pembangunan Sektor Pendidikan bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa, berkualitas, sehat, cerdas, terampil dan sejahtera serta menguasai IPTEK. Selama kurun waktu 1998-2002 mutu Sekolah Dasar telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, hal ini terlihat dari peningkatan kualifikasi pendidikan guru mulai dari jenjang program D-II hingga pendidikan Pasca Sarjana untuk guru SD.
Dalam rangka percepatan perwujudan sumberdaya manusia Riau yang berkualitas, handal dan mampu berkompetisi serta berkolaborasi dalam percaturan globalisasi, maka dilakukan kebijakan khusus melalui agenda strategis bidang pendidikan yaitu pembangunan Pesantren Teknologi, Pembangunan SMU Plus, Pemberian Beasiswa S2 dan S3, Pembangunan Kampus Fakultas Kedokteran, mendorong pendirian Politeknik, memberikan bantuan kepada Perguruan Tinggi, rencana meningkatkan Fakultas Teknik Universitas Lancang Kuning menjadi Institut Teknologi Riau (ITR) memberikan bantuan kesejahteraan guru dan membina jaringan kerjasama pendidikan regional dan internasional.
Pembangunan Pesantren Teknologi dimaksudkan untuk memadukan bekal kemampuan IMTAQ yang diaktualisasikan dalam kegiatan pembelajaran dengan kemampuan teknologi yang merupakan bekal kemampuan dasar bagi peserta didik dalam mempersiapkan diri memasuki pendidikan lanjutan, atau lebih jauh dari itu dalam upaya menapaki kehidupan masa depan yang lebih layak. Mengenai SMU Plus, pendekatan yang dipergunakan adalah peningkatan mutu dengan penyediaan infrastruktur, proses belajar mengajar yang baik, manajemen sekolah yang profesional dan rekruitmen peserta didik yang dilakukan secara selektif di wilayah Kabupaten/Kota. Berbagai prestasi telah dicapai oleh SMU Plus antara lain (1) Jumlah rata-rata NEM tertinggi dalam dua tahun terakhir baik program IPA maupun IPS; (2) Juara I Tingkat Nasional lomba kreativitas guru; (3) Penghargaan dari Negara Chili dalam penulisan karya sastera; (4) Sebagian besar anak didik dapat melanjutkan ke berbagai Perguruan Tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti Nanyang University Singapura, dan beberapa Perguruan Tinggi di Amerika Serikat dan Jepang.
Jumlah pemuda/pemudi Riau yang telah memperoleh beasiswa sejak tahun 2000 adalah 950 orang terdiri atas S2 sebanyak 882 orang dan S3 sebanyak 68 orang, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Upaya membangun Fakultas Kedokteran dilaksanakan melalui tahapan yang diatur oleh pemerintah. Pada tahap awal statusnya dalam bentuk Program Studi di bawah payung Fakultas Kedokteran UNAND Padang dan untuk tahap selanjutnya diupayakan memenuhi persyaratan menjadi Fakultas Kedokteran UNRI. Pemerintah Provinsi tetap prihatin terhadap pembangunan gedung dan penyediaan infrastruktur lainnya.
Politeknik Caltex yang dibangun PT. CPI atas dorongan dan keikut sertaan Pemerintah Provinsi Riau telah memberikan pengaruh cukup besar kepada beberapa daerah untuk membangun Politeknik di daerah-daerah seperti di Bengkalis, Batam, Tanjung Pinang dan beberapa daerah lainnya. Bantuan pembangunan kepada Perguruan Tinggi telah diberikan kepada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta setiap tahun untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan pada Perguruan Tinggi tersebut.
Sedangkan jaringan kerjasama pendidikan regional dan internasional, telah dilakukan kerjasama dengan berbagai universitas di luar negeri seperti Simon Fraser University, Vancouver, Canada dengan pendekatan pengembangan School Based Management dan pengembangan Bahasa Inggris bagi guru Sekolah Dasar dan SMU; Kerjasama dengan Singapura dalam melatih para guru SMU/SMK tentang sistem pembelajaran dan bahasa Inggris; kerjasama dengan Asean Education Consortium (AEC) berkaitan dengan sertifikasi nasional pada berbagai mata pelajaran di SMU Plus; bekerjasama dengan Leeds University, Inggris tentang pengembangan Bahasa Inggris bagi dosen di Universitas Riau dan PNS.
Selain itu sejak tahun 2003 diprogramkan pengiriman siswa tamatan SMU yang lulus tes untuk mengikuti program pendidikan sampai dengan S3 di Jepang dan Amerika Serikat. serta belakangan beberapa siswa riau yang berhasil di dunia internasional seperti siswa SMAN PLUS RIAU berhasil meraih perunggu di laga international physic olympiade IPhO di Pusan, Korea,di susul siswa SMUN 1 Pekanbaru juga dalam ajang IPhO di Salamanca, Spanyol dengan medali perak serta di bidang biologi (IBO) juga dari SMAN PLUS RIAU di Beijing beberapa waktu lalu. Riau terus berupaya mengembangkan sistem pendidikan dengan pembangunan sekolah-sekolah unggulan,mempermantap universitas dan menaikan anggaran pendidikan dalam APBD nya.
Permasalahan Sosial
Pemerintahan
- Bengkalis
- Indragiri Hilir
- Indragiri Hulu
- Kampar
- Pekanbaru, kotamadya
- Dumai, kotamadya
- Kuantan Singingi
- Rokan Hulu
- Rokan Hilir
- Siak
- Pelalawan
Daftar Gubernur
No. | Periode | Nama Gubernur | Keterangan |
1 | 1958 - 1960 | Mr. Mohammad Amin | |
2 | 1960 - 1967 | Kaharudin Nasution | |
3 | 1967 - 1978 | Arifin Ahmad | |
4 | 1978 - 1979 | Subrantas Siswanto | |
5 | 1979 - 1979 | Prapto Prayitno | |
6 | 1980 - 1988 | H. Imam Munandar | |
7 | 1988 - 1993 | Soeripto | |
8 | 1993 - 1998 | Soeripto | |
9 | 1998 - 2003 | Brigjend. H. Saleh Djasit SH | |
10 | 2003 - 2008 | H.M. Rusli Zainal, SE |
Perekonomian
Tenaga Kerja
Pertanian & Perkebunan
Hutan & Ikan
Industri
Jasa
Energi
Pertambangan
Transportasi
Komunikasi
Ekspor & Impor
Keuangan & Perbankan
Seni dan Budaya
Musik
Tarian
Literatur
Sejarah
a. Periode 5 Maret 1958 – 6 Januari 1960
Pembentukan Provinsi Riau ditetapkan dengan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-undang Nomor 61 tahun 1958. Sama halnya dengan Provinsi lain yang ada di Indoensia, untuk berdirinya Provinsi Riau memakan waktu dan perjuangan yang cukup panjang, yaitu hampir 6 tahun (17 Nopember 1952 s/d 5 Maret 1958).
Dalam Undang-undang pembentukan daerah swatantra tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, Jo Lembaran Negara No 75 tahun 1957, daerah swatantra Tingkat I Riau meliputi wilayah daerah swatantra tingkat II ;
Bengkalis Kampar Indragiri Kepulauan Riau, termaktub dalam UU No. 12 tahun 1956 (L. Negara tahun 1956 No.25) Kotaparaja Pekanbaru, termaktub dalam Undang-undang No. 8 tahun 1956 No. 19
Dengan surat keputusan Presiden tertanggal 27 Februari 1958 No. 258/M/1958 telah diangkat Mr. S.M. Amin, Gubernur KDH Provinsi Riau di lakukan pada tanggal 5 Maret 1958 di Tanjungpinang oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Sekjen Mr. Sumarman. Pelantikan tersebut dilakukan ditengah-tengah klimaksnya pemberontakan PRRI di Sumatera Tengah yang melibatkan secara langsung daerah Riau. Dengan demikian, Pemerintah Daerah Riau yang baru terbentuk harus mencurahkan perhatian dan kegiatannya untuk memulihkan keamanan di daerahnya sendiri.
Seiring dengan terjadinya pemberontakan PRRI, telah menyebabkan kondisi perekonomian di Provinsi Riau yang baru terbentuk semakin tidak menentu. Untuk mengatasi kekurangan akan makanan, maka diambil tindakan darurat, para pedagang yang mampu dikerahkan untuk mengadakan persediaan bahan makanan yang luas. Dengan demikian dalam waktu singkat arus lalu lintas barang yang diperlukan rakyat berangsur-angsur dapat dipulihkan kembali.
Di Riau Daratan yang baru dibebaskan dari pengaruh PRRI, pemerintahan di Kabupaten mulai ditertibkan. Sebagai Bupati Inderagiri di Rengat ditunjuk Tengku Bay, di Bengkalis Abdullah Syafei. Di Pekanbaru dibentuk filial Kantor Gubernur yang pimpinannya didatangkan dari kantor Gubernur Tanjungpinang, yaitu Bupati Dt. Wan Abdurrachman dibantu oleh Wedana T. Kamaruzzaman.
Pemindahan Ibukota
Karena situasi daerah telah mulai aman, maka oleh pemerintah (Menteri Dalam Negeri) telah mulai difikirkan untuk menetapkan ibukota Provinsi Riau secara sungguh-sungguh, karena penetapan Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi hanya bersifat sementara. Dalam hal ini Menteri Dalam Negeri telah mengirim kawat kepada Gubernur Riau tanggal 30 Agustus 1958 No. Sekr. 15/15/6.
Untuk menanggapi maksud kawat tersebut secara sungguh-sungguh dan penuh pertimbangan yang cukup dapat dipertanggung jawabkan, maka Badan Penasehat meminta kepada Gubernur supaya membentuk suatu Panitia khusus. Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Swatantra tingkat I Riau tanggal 22 September 1958 No.21/0/3-D/58 dibentuk panitia Penyelidik Penetapan Ibukota Daerah Swatantra Tingkat I Riau.
Panitia ini telah berkeliling ke seluruh Daerah Riau untuk mendengar pendapat-pendapat pemuka-pemuka masyarakat, penguasa Perang Riau Daratan dan Penguasa Perang Riau Kepulauan. Dari angket langsung yang diadakan panitia tersebut, maka diambillah ketetapan, bahwa sebagai ibukota terpilih Kota Pekanbaru. Pendapatan ini langsung disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Akhirnya tanggal 20 Januari 1959 dikeluarkan Surat Keputusan dengan No. Des.52/1/44-25 yang menetapkan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau.
Untuk merealisir ketetapan tersebut, dibentuklah dipusat suatu panitia interdepartemental, karena pemindahan ibukota dari Tanjungpinang ke Pekanbaru menyangkut kepentingan semua Departemen. Sebagai pelaksana di daerah dibentuk pula suatu badan di Pekanbaru yang diketuai oleh Penguasa Perang Riau Daratan Letkol. Kaharuddin Nasution.
Sejak itulah mulai dibangun Kota Pekanbaru dan untuk tahap pertama mempersiapkan bangunan-bangunan yang dalam waktu singkat dapat menampung pemindahan kantor-kantor dan pegawai-pegawai dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru. Sementara persiapan pemindahan secara simultan terus dilaksanakan, perubahan struktur pemerintahan daerah berdasarkan Penpres No.6/1959 sekaligus direalisir.
Gubernur Mr. S.M. Amin digantikan oleh Letkol Kaharuddin Nasution yang dilantik digedung Sekolah Pei Ing Pekanbaru tanggal 6 Januari 1960. Karena Kota Pekanbaru belum mempunyai gedung yang representatif, maka dipakailah gedung sekolah Pei Ing untuk tempat upacara.
a. Periode 6 Januari 1960 – 15 Nopember 1966
Dengan di lantiknya Letkol Kaharuddin Nasution sebagai Gubernur, maka struktur Pemerintahan Daerah Tingkat I Riau dengan sendirinya mengalami pula perubahan. Badan Penasehat Gubernur Kepala Daerah dibubarkan dan pelaksanaan pemindahan ibukota dimulai. Rombongan pemindahan pertama dari Tanjungpinang ke Pekanbaru dimulai pada awal Januari 1960 dan mulai saat itu resmilah Pekanbaru menjadi ibukota.
Aparatur pemerintahan daerah, sesuai dengan Penpres No.6 tahun 1959 mulai dilengkapi dan sebagai langkah pertama dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 14 April 1960 No. PD6/2/12-10 telah dilantik Badan Pemerintah Harian bertempat di gedung Pei Ing Pekanbaru dengan anggota-anggota terdiri dari :
1. Wan Ghalib
2. Soeman Hs
3. A. Muin Sadjoko
Anggota-anggota Badan Pemerintahan Harian tersebut merupakan pembantu-pembantu Gubernur Kepala Daerah untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari. Di dalam rapat Gubernur, Badan Pemerintah Harian dan Staff Residen Mr. Sis Tjakraningrat, disusunlah program kerje Pemerintah Daerah, yang dititik beratkan pada :
1. Pemulihan perhubungan lalu lintas untuk kemakmuran rakyat.
2. Menggali sumber-sumber penghasilan daerah
3. Menyempurnakan aparatur.
Program tersebut dilaksanakan secara konsekwen sehingga dalam waktu singkat jalan raya antara Pekanbaru sampai batas Sumatera Barat siap dikerjakan. Jalan tersebut merupakan kebanggaan Provinsi Riau. Pemasukan keuangan daerah mulai kelihatan nyata, sehingga Kas Daerah yang pada mulanya kosong sama sekali, mulai berisi. Anggaran Belanja yang diperbuat kemudian tidak lagi merupakan anggaran khayalan tetapi betul-betul dapat dipenuhi dengan sumber-sumber penghasilan sendiri sebagai suatu daerah otonom.
Disamping itu atas prakarsa Gubernur Kaharuddin Nasution diusahakan pula pengumpulan dana disamping keuangan daerah yang sifatnya inkonvensional. Dana ini diperdapat dari sumber-sumber di luar anggaran daerah, dan hasilnya dimanfaatkan untuk pembangunan, diantaranya pembangunan pelabuhan baru beserta gudangnya, gedung pertemuan umum (Gedung Trikora), gedung Universitas Riau, Wisma Riau Mesjid Agung, Asrama Pelajar Riau untuk Putera dan Putri di Yogyakarta dan lain-lain.
Untuk penyempurnaan pemerintahan daerah, disusunlah DPRD-GR. Untuk itu ditugaskan anggota BPH Wan Ghalib dengan dibantu Bupati Dt. Mangkuto Ameh untuk mengadakan hearing dengan partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa dalam menyusun komposisi. Sesuai dengan itu diajukan sebanyak 38 calon anggota yang disampaikan kepada menteri dalam negeri Ipik Gandamana.
Usaha untuk menyempurnakan Pemerintah Daerah terus ditingkatkan, disamping Gubernur Kepala Daerah, pada tanggal 25 April 1962 diangkat seorang Wakil Gubernur kepala Daerah, yaitu Dt. Wan Abdurrahman yang semula menjabat Walikota Pekanbaru, jabatan Walikota dipegang oleh Tengku Bay.
Masuknya unsur-unsur Nasional dan Komunis dalam tubuh BPH disebabkan saat itu sudah merupakan ketentuan yang tidak tertulis, bahwa semua aparat pemerintahan harus berintikan “NASAKOM”. Kemudian Penpres No. 6 tahun 1959 diganti dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Nasakomisasi diterapkan tidak melalui ketentuan perundang-undangan tetapi tekanan-tekanan dari atas.
Sejalan dengan itu dibentuk pula pula apa yang dinamakan Front Nasional Daerah Tingkat I Riau, yang pimpinan hariannya terdiri dari unsur Nasakom. Front Nasional ini mengkoordinir semua potensi parta-partai politik dan organisasi-organisasi massa. Dengan sendirinya di dalam Front Nasional ini bertarung ideologi yang bertentangan, yang menurut cita-cita haruslah dipersatukan.
Kedudukan pimpinan harian Front Nasional ini merupakan kedudukan penting, karena mereka menguasai massa rakyat. Karena itu pulalah Pimpinanan Harian tersebut didudukkan di samping Gubernur Kepala Daerah, yang merupakan anggota Panca Tunggal. Atas dasar Nasakomisasi ini, maka golongan komunis telah dapat merebut posisi yang kuat. Ditambah pula dengan tekanan-tekanan pihak yang berkuasa, maka peranan komunis dalam Front Nasional tersebut sangat menonjol.
Disamping penyempurnaan aparatur pemerintahan, oleh Pemerintah Daerah dirasakan pula bahwa luasnya daerah-daerah kabupaten yang ada dan batas-batasnya kurang sempurna, sehingga sering menimbulkan stagnasi dalam kelancaran jalannya roda pemerintahan. Ditambah lagi adanya hasrat rakyat dari beberapa daerah seperti Indragiri Hilir, Rokan, Bagan Siapi-api dan lain-lain yang menginginkan supaya daerah-daerah tersebut dijadikan Kabupaten. Untuk itu maka oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau pada tanggal 15 Desember 1962 dengan SK. No.615 tahun 1962 di bentuklah suatu panitia.
Hasil kerja dari pantia tersebut menjadikan Provinsi Riau 5 (lima) buah daerah tingkat II dan satu buah Kotamadya.
Kotamadya Pekanbaru : Walikota KDH Kotamadya Tengku Bay. Kabupaten Kampar : Bupati KDH R. Subrantas Kabupaten Indragiri Hulu : Bupati KDH. H. Masnoer Kabupaten Indragiri Hilir : Bupati KDH Drs. Baharuddin Yusuf Kabupaten Kepulauan Riau : Bupati KDH Adnan Kasim
Kabupaten Bengkalis : Bupati KDH H. Zalik Aris Sewaktu pemerintah pusat memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura, serta ditingkatkan dengan konfrontasi fisik dengan keputusan Presiden Republik Indonesia tahun 1963, maka yang paling dahulu menampung konsekwensi-konsekwensinya adalah daerah Riau. Daerah ini yang berbatasan langsung dengan kedua negara tetangga tersebut dan orientasi ekonominya sejak berabad-abad tergantung dari Malaysia dan Singapura sekaligus menjadi kacau.
Untuk menghadapi keadaan yang sangat mengacaukan kehidupan rakyat tersebut, dalam rapat kilat yang diadakan Gubernur beserta anggota-anggota BPH, Catur Tunggal dan Instansi-instansi yang bertanggung jawab, telah dibahas situasi yang gawat tersebut serta dicarikan jalan keluar untuk bisa mengatasi keadaan. Kepada salah seorang anggota BPH ditugaskan untuk menyusun suatu konsep program yang meliputi semua bidang kecuali bidang pertanahan, dengan diberi waktu satu malam. Dalam rapat yang diadakan besok paginya konsep yang telah disusun tersebut diterima secara mutatis mutandis.
Tetapi nyatanya pemeritah pusat waktu itu tidak dapat melaksanakan program tersebut sebagaimana yang diharapkan terutama tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi langsung oleh rakyat, seperti pengiriman bahan pokok untuk daerah-daerah Kepulauan dan penyaluran hasil produksi rakyat.
Dalam bidang moneter diambil pula tindakan-tindakan drastis dengan menghapuskan berlakunya mata uang dollar Singapura/Malaysia di Kepulauan Riau, serta menggantinya dengan KRRP (Rupiah Kepualaun Riau) yang berlaku mulai tanggal 15 Oktober 1963. Untuk melaksanakan pengrupiahan Kepualauan Riau tersebut, diberikan tugas kepada Team Task Force II dibawah pimpinan Mr. Djuana dari Bank Indonesia.
Dengan perubahan-perubahan pola ekonomi secara mendadak dan menyeluruh dengan sendirinya terjadi stagnasi. Perekonomian jadi tidak menentu. Arus barang terhenti, baik keluar maupun masuk. Daerah Riau yang pada dasarnya adalah penghasil barang ekspor, akhirnya menjadi kekeringan. Barang-barang produksi rakyat, terutama karet menjadi menumpuk dan tak dapat di alirkan, barang-barang kebutuhan rakyat tidak masuk kecuali yang didatangkan oleh pemerintah sendiri yang tebatas hanya di kota-kota pelabuhan. Kebijaksanaan yang diambil pemerintah kemudian tidak meredakan keadaan, malahan menambah kesengsarahan rakyat, terutama di bidang ekonomi dan keamanan.
Untuk menanggulangi bidang ekonomi, di pusat dibentuk Komando Tertinggi Urusan Ekonomi (Kotoe) yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri I Dr. Subandrio. Di Riau di tunjuk Gubernur Kaharuddin Nasution sebagai pembantu Kotoe tersebut. Oleh Kotoe di tunjuk PT. Karkam dengan hak monopoli untuk menampung seluruh karet rakyat dan mengekspor keluar negeri. Kondisi ini justru semakin memperburuk perekonomian rakyat.
Pada tahun–tahun terakhir masa jabatan Gubernur Kaharuddin Nasution terjadi ketegangan dengan pemuka-pemuka masyarakat Riau. Dari segi politis, ketegangan dengan tokoh-tokoh masyarakat Riau telah berjalan beberapa tahun yang berpangkal pada politik kepegawaian. Pemuka-pemuka daerah berpendapat bahwa Gubernur Kaharuddin Nasution terlalu banyak memberikan kedudukan-kedudukan kunci kepada orang-orang yang dianggap tidak mempunyai iktikad baik terhadap daerah Riau. Hal ini ditambah pula dengan ditangkapnya Wakil Gubernur Dt. Wan Abdul Rachman yang difitnah ikut dalam gerakan membentuk negara RPI (Republik Persatuan Indonesia), fitnahan ini dilansir oleh PKI. Akibatnya Dt. Wan Abdurrachman diberhentikan dari jabatannya dengan hak pensiun.
Kebangkitan Angkatan 66 dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran di Riau bukanlah suatu gerakan spontanitas tanpa sadar. Kebangkitan Angkatan 66 timbul dari suatu embrio proses sejarah yang melanda Tanah Air. Konsep Nasakom Orde Lama menimbulkan penyelewengan-penyelewengan dalam segala aspek kehidupan nasional. Lembaga-lembaga Negara tidak berfungsi sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945. Penetrasi proses Nasakomisasi ke dalam masyarakat Pancasilais menimbulkan keretakan sosial dan menggoncangkan sistem-sistem nilai yang menimbulkan situasi konflik. Di tambah lagi adanya konfrontasi dengan Malaysia yang menyebabkan rakyat Riau sangat menderita karena kehidupan perekonomian antara Riau dengan Malaysia menjadi terputus.
Demikianlah penderitaan, konfrontasi dan kemelut berlangsung terus dan suasana semakin panas di Riau. Menjelang meletusnya G 30 S/PKI kegiatan tokoh-tokoh PKI di Riau makin meningkat. Mereka dengan berani secara langsung menyerang lawan-lawan politiknya. Tokoh-tokoh PKI Riau Alihami Cs mempergunakan kesempatan dalam berbagai forum untuk menghantam lawan-lawannya dan menonjolkan diri sebagai pihak yang revolusioner. Begitu juga masyarakat Cina yang berkewargaan negara RRC memperlihatkan kegiatan-kegiatan yang luar biasa. Malam tanggal 30 September 1965 mereka yang tergabung dalam Baperki bersama-sama dengan PKI Riau mengadakan konsolidasi dan Show of force dalam memperingati Hari Angkatan Perang Republik Indonesia, jadi sehari mendahului waktu peringatan yang sebenarnya. Tindakan selanjutnya; PKI beserta ormas-ormasnya memboikot sidang pleno lengkap Front Nasional Riau yang langsung dipimpin oleh Gubernur Kaharuddin Nasution pada tanggal 30 September 1965. Ternyata kegiatan dan pergerakan PKI beserta ormas-ormasnya adalah untuk merebut pemerintahan yang syah. Kondisi ini akhirnya bisa di akhiri, perjuangan generasi muda Riau tidak sia-sia, rezim Orde Lama di Riau tamat sejarahnya dan Kolonel Arifin Achmad diangkat sebagai care taker Gubernur/KDH Riau pada tanggal 16 Nopember 1966. Mulai saat itu tertancaplah tonggak kemenangan Orde Baru di Riau.
Dengan diangkatnya Kolonel Arifin Achmat sebagai care taker Gubernur Kepala Daerah Provinsi Riau terhitung mulai tanggal 16 Oktober 1966 dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No. UP/4/43-1506. pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Letnan Jenderal Basuki rachmad dalam suatu sidang pleno DPR-GR Provinsi Riau pada tanggal 15 Nopember 1966. Kemudian pada tanggal 16 Februari 1967 DPRD-GR Provinsi Riau mengukuhkan Kolonel Arifin Achmad sebagai Gubernur Riau dengan Surat Keputusan Nomor 002/Kpts/67. Maka Menteri Dalam Negeri mengesyahkan pengangkatan Kolonel Arifin Achmad sebagai Gubernur Kepala Derah Provinsi Riau untuk masa jabatan 5 tahun, dengan Surat Keputusan No. UP/6/1/36-260, tertanggal 24 Februari 1967. Surat Keputusan tersebut diperbaharui dengan Surat Keputusan Presiden Repbulik Indonesia Nomor : 146/M/1969 tertanggal 17 Nopember 1969.
Hingga sekarang pejabat Gubernur Riau sudah mengalami beberapa kali pergantian, yaitu :
1. Mr. S.M. Amin Periode 1958 – 1960
2. H. Kaharuddin Nasution Periode 1960 – 1966
3. H. Arifin Ahmad Periode 1966 – 1978
4. Hr. Subrantas.S Periode 1978 – 1980
5. H. Prapto Prayitno (Plt) 1980
6. H. Imam Munandar Periode 1980 – 1988
7. H. Baharuddin Yusuf (Plh) 1988
8. Atar Sibero (Plt) 1988
9. H. Soeripto Periode 1988 – 1998
10. H. Saleh Djasit Periode 1998 – 2003
11. H.M. Rusli Zainal Periode 2003 - sekarang
Seiring dengan berhembusnya “angin reformasi’ telah memberikan perubahan yang drastis terhadap negeri ini, tidak terkecuali di Provinsi Riau sendiri. Salah satu perwujudannya adalah dengan diberlakukannya pelaksanaan otonomi daerah yang mulai di laksanakan pada tanggal 1 Januari 2001. Hal ini berimplikasi terhadap timbulnya daerah-daerah baru di Indonesia, dari 27 Provinsi pada awalnya sekarang sudah menjadi 32 Provinsi. Tidak terkecuali Provinsi Riau, terhitung mulai tanggal 1 Juli 2004 Kepulauan Riau resmi mejadi Provinsi ke 32 di Indonesia, itu berarti Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16 Kabupaten/Kota sekarang hanya menjadi 11 Kabupaten/Kota. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah; (1) Kuantang Singingi, (2) Inderagiri Hulu, (3) Inderagiri Hilir, (4) Pelalawan, (5) Siak, (6) Kampar, (7) Rokan Hulu, (8) Bengkalis, (9) Rokan Hilir, dan Kota (10) Pekanbaru, (11) Dumai.