Abdul Wahab Bugis
Syekh Abdul Wahab Bugis (atau Syekh Abdul Wahab Bugis al-Banjari) yang bergelar Sadenreng Bunga Wariyah adalah salah seorang ulama asal Bugis, namun ia banyak berkiprah hingga wafatnya di Tanah Banjar.
Ia juga dikenal sebagai Empat Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu)[1] yang menuntut ilmu di Madinah dan Mesir bersama 3 sahabat lainnya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, dan Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi.[1]
Ia dikawinkan dengan Fatimah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari oleh syekh sendiri, dan berlangsung di Mekkah dengan disaksikan dua orang sahabatnya tersebut.[1]
Syekh Abdul Wahab Bugis wafat antara tahun 1782-1790 M dan dimakamkan di Desa Karang Tangah (sekarang: Desa Tungkaran, Kabupaten Banjar, Martapura, Kalimantan Selatan.
Empat Serangkai
Syekh Abdul Wahab Bugis dikenal sebagai Empat Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu)[1] yang menuntut ilmu di Madinah dan Mesir bersama 3 sahabat lainnya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, dan Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi.
Jika Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Kota Mekkah, maka Abdul Wahab bersama dengan sahabatnya Syekh Abdurrahman Misri lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Kota Mesir.
Abdul Wahab tercatat sebagai salah seorang murid dari Syaikh al-Islam, Imam al-Haramain Allimul Allamah Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi. Itulah sebabnya ia mengiringi gurunya itu ke Kota Madinah ketika gurunya itu hendak mengajar, mengembangkan pengetahuan agama dan Ilmu Adab serta mengadakan pengajian umum.
Di sinilah empat serangkai kemudian bertemu
Selama di Madinah, Empat Serangkai juga sempat belajar ilmu tasawuf kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani, seorang ulama besar dan Wali Quthub di Madinah, sehingga akhirnya mereka berempat mendapat gelar dan ijazah khalifah dalam tarekat Sammaniyah Khalwatiyah
Pulang dari Mekkah
Syekh Abdul Wahab pulang ke Kerajaan Banjar beriringan dengan kepulangan Syekh Muhammad Arsyad. Oleh Sultan, Syekh Abdul Wahab diangkat menjadi penasihat dan guru spiritual istana, Ia juga mengkader umat, dan ikut membantu membuka kawasan kosong bersama-sama dengan Syekh Muhammad Arsyad untuk dijadikan sentral pendidikan agama.
Syekh Abdul Wahab Bugis memiliki jasa, peranan, dan perjuangan yang besar terhadap perkembangan dakwah, terutama di Kerajaan Banjar (sekarang: Kota Banjarmasin). Walaupun ia bukan orang Banjar, tetapi ilmu, amal, dan perjuangan hidupnya telah dibaktikan untuk kejayaan Islam di Tanah Banjar.
Keturunan
Hasil perkawinan Abdul Wahab dengan Fatimah binti Syekh Muhammad Arsyad ini kemudian mendapatkan dua orang anak, masing-masing bernama:
- Fatimah (kawin dengan HM Said Bugis, memiliki 2 orang anak)
- Abdul Gani (kawin dengan Saudah binti Muhammad As'ad) memiliki 2 anak, namun meninggal
- Halimah (tidak ada keturunan)
- Muhammad Yasin. (tidak ada keturunan)
Wafat
Tidak diketahui secara pasti kapan tahun meninggalnya, namun diperkirakan antara tahun 1782-1790M. Tahun ini didasarkan pada catatan tahun pertama kali kedatangannya dan tahun pemindahan makamnya. Semula ia dikuburkan di pemakaman Bumi Kencana Martapura, namun oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari - bersamaan dengan pemindahan makam Tuan Bidur, Tuan Bajut (isteri dari Syekh Muhammad Arsyad), dan Aisyah (anaknya Tuan Bajut), makamnya kemudian dipindahkan ke desa Karang Tangah (sekarang masuk wilayah Desa Tungkaran Kecamatan Martapura) pada tahun 1793M.
Baca juga
Referensi
- ^ a b c d Republike (admin) (18 Juli 2013). "Muhammad Arsyad al-Banjari Sang Matahari Agama dari Kalimantan".