Ratu

Halaman disambiguasi
Revisi sejak 4 Maret 2015 09.26 oleh Irvan Ary Maulana (bicara | kontrib) (Vandalisme)

Ratu ialah kepala keluarga kerajaan wanita. Terkadang ia adalah permaisuri raja, namun kadang-kadang ratu ialah penguasa dan suaminya bukanlah raja.

Dalam sebuah negara yang sistem pemerintahannya monarki, penguasa, atau kepala negara, diputuskan oleh pewarisan. Yakni, saat seorang penguasa meninggal dengan meninggalkan anak, atau kerabat terdekat, merekalah yang mengambil alih. Sepanjang sejarah sebagian besar negara diperintah dengan cara ini, khususnya di Eropa. Beberapa negeri memilih penguasanya daripada menggunakan warisan, seperti Kekaisaran Romawi Suci dan Malaysia.

Jika seorang penguasa itu lelaki, maka ia disebut raja. Jika wanita disebut ratu. Perkecualian adalah gelar yang digunakan di negara Fiji, yang memiliki raja bergelar "Ratu" (dari akar kata yang berbeda).

Pergeseran Makna

Istilah Ratu masih berkerabat dengan istilah Datu dan Latu (latuhalat= ratu barat). Istilah Ratu sesungguhnya merupakan bahasa asli Nusantara, khususnya bahasa Jawa Kuno. Ratu berarti penguasa atau pemimpin suatu kelompok. Istilah ratu tidak memandang jenis kelamin. Prasasti Canggal misalnya, menyebut raja pertama Mataram Hindu sebagai Rake Mataram Sang Ratu Sanjaya. Dalam sejarah Kerajaan Singhasari terdapat nama Mahisa Campaka yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya.

Baik Sanjaya maupun Mahisa Campaka adalah nama laki-laki. Namun keduanya masing-masing bergelar ratu. Hal itu menunjukkan kalau ratu tidak harus identik dengan perempuan.

Seiring berjalannya waktu, kebudayaan Hindu semakin berkembang di bumi Indonesia. Istilah raja yang berasal dari bahasa Sanskerta mulai menggantikan penggunaan gelar ratu. Istilah ratu bergeser menjadi terkesan feminin dan bersinonim dengan rani.

Tidak diketahui dengan pasti kapan istilah ratu mulai dipakai kaum perempuan. Naskah Babad Tanah Jawi yang ditulis pada abad ke-17 mulai membedakan penggunaan gelar jabatan, yaitu untuk perempuan digunakan istilah ratu, misalnya Ratu Kalinyamat atau Ratu Pembayun, sedangkan untuk laki-laki digunakan istilah sultan, prabu, pangeran, panembahan, atau sunan.

Akan tetapi tidak sepenuhnya istilah ratu tergeser oleh raja. Meskipun raja-raja Jawa zaman sekarang menggunakan gelar sultan atau sunan, namun bahasa Jawa untuk istilah istana tetap menggunakan kata keraton yang berasal dari kata ke-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu.

Permaisuri

Permaisuri raja juga disebut ratu. Namun, suami penguasa wanita tak disebut raja. Raja terakhir Britania Raya (George VI) memiliki seorang permaisuri (Elizabeth) yang disebut Ratu Elizabeth. Saat mangkat ia tak meninggalkan putera, maka ia digantikan putrinya. Ia juga bernama Elizabeth dan bergelar Ratu Elizabeth II. Ia menikah dengan Duke of Edinburgh; namun saat Ratu Elizabeth menjadi ratu, pangeran Philip tidak menjadi raja.

Banyak orang yang tidak menganggap baik jika memiliki ratu, sebab ia tidak dipilih, walau sebagian besar orang di Inggris ingin menjaga keluarga kerajaan.

Ratu di Fiji

Di Fiji, Ratu adalah gelar kehormatan bagi pria. Untuk wanita, gelarnya bernama Adi. Saat ini yang menjadi ratu adalah Josefa Iloilo

Ratu di Banten

Di Banten, keturunan bangsawan perempuan yang masih memiliki jalur keturunan dari Kesultanan Banten menggunakan gelar Ratu.

Ratu di Banjar (Kalimantan Selatan)

Di daerah Banjar, anak-anak perempuan raja yang berkuasa menyandang gelar ratu, misalnya Ratu Intan, Ratu Zaleha dan sebagainya, dan untuk anak lelaki raja bergelar Pangeran. Gelar Ratu juga pernah dipakai sebagai nama lain untuk sultan, misalnya Ratu Lama, Ratu Anum, tetapi belakangan lebih populer dipakai Sultan atau Panembahan.

Kegunaan lain

Ratu dapat merujuk kepada: