Partai Rakyat Demokratik

partai politik di Indonesia

Partai Rakyat Demokratik adalah sebuah partai politik Indonesia yang berhaluan sosialis-demokrat. Partai ini tidak mempunyai jaringan ataupun massa yang besar, dan tergolong sebagai partai kecil; namun demikian, perannya dalam sejarah politik Indonesia sangatlah penting. Walaupun sering salah diinterpretasikan sebagai gerakan komunis, partai ini bergerak dengan metode sepenuhnya non-kekerasan.

Berkas:Prdlogo.gif
Lambang Partai Rakyat Demokratik

Dasar perjuangan

Enam panji PRD adalah:

  1. Merdeka
  2. Demokratis
  3. Kerakyatan
  4. Modern
  5. Bersih
  6. Internasionalis

Sejarah

Sejarah partai ini sendiri cukup pendek (baru berumur sekitar satu dekade), tetapi penuh dengan pergolakan. Partai ini mulai terbentuk pada awal 1996 dengan diprakarsai oleh sejumlah intelektual muda, termasuk ketua pertamanya, Budiman Sujatmiko. Banyak dari anggotanya adalah intelektual dan aktivis muda, termasuk mahasiswa. Sebelum terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996, dimana PRD dikambing-hitamkan sebagai dalangnya, Partai ini mendapat dukungan utama dari salah satu organisasi onderbouwnya, Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi SMID.

Sejak awal, partai ini sudah menunjukkan sikap oposisi terhadap pemerintahan otoriter Orde Baru. Manifesto 22 Juli 1996 yang dideklarasikan partai ini pada tanggal tersebut, adalah deklarasi yang secara tajam menyerang dan mengkritisi kondisi politik dan kondisi sosial-ekonomi di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Kondisi politik yang dikritisi adalah jauhnya model pemerintahan Orde Baru dari sistem yang demokratis. Sementara kondisi sosial-ekonomi yang dikritisi adalah kesenjangan sosial akibat kebijakan berorientasi pertumbuhan, dengan melupakan pemerataan dan distribusi yang adil.

Di samping itu, Manifesto ini juga menyinggung-nyinggung masalah korupsi dan kolusi yang menjamur di birokrasi pemerintahan. Di usia awalnya ini pula, partai ini mulai membela dan mengadvokasi petani-petani pedesaan dalam membela hak atas tanah. Urusan ini, secara umum ditangani oleh STN (Serikat Tani Nasional), onderbouw PRD. Mobilisasi massa untuk demonstrasi dan protes pun tak jarang terjadi, yang tak hanya melibatkan petani, tetapi juga buruh, LSM, dan aktivis dari organisasi lain.

Sejak 1997, karena popularitas PRD yang semakin meningkat, dan juga kondisi sosial-ekonomi serta politik yang mulai tidak stabil, pemerintah Orde Baru mulai melakukan penindasan terhadap berbagai gerakan politis yang dianggap subversif, apalagi yang dianggap kiri, dan komunis, termasuk salah satu korbannya adalah PRD.

Reaksi pemerintah Orde Baru

Sejak saat itu banyak anggota PRD dan orang-orang yang terafiliasi dengannya menerima teror dan tekanan. Tak sedikit dari mereka yang ditahan tanpa alasan yang jelas, dipenjara tanpa proses pengadilan, ada yang diculik, dan disiksa secara fisik dan diteror secara mental. Beberapa korban misalnya, dipukuli dan disiksa aparat di depan beberapa teman yang diundang untuk menyaksikannya -- sebagai terapi kejutan ala Orde Baru. Mereka yang diculik terutama dipaksa untuk mengaku bahwa mereka melawan pemerintah, atau dengan kata lain, bertindak subversif. Kantor PRD sendiri bahkan sempat diserang oleh gerombolan orang tak dikenal. Di beberapa daerah yang dekat dengan pedesaan, seperti di Bantul, DIY, misalnya, warung-warung dan 'angkringan' juga disusupi intelijen dan polisi untuk menangkapi anggota-anggota partai ini.

Di samping mengadvokasi dan mengorganisasi petani dan buruh, salah satu tindakan PRD yang membuat pemerintah semakin kebakaran jenggot adalah pernyataan dukungan PRD yang diberikan pada gerakan kemerdekaan Timor Timur. Budiman Sujatmiko sendiri sempat berada dalam satu penjara di LP. Cipinang dengan Xanana Gusmao, pemimpin gerakan pro-kemerdekaan (kini presiden) Timor Timur.

Peran PRD dalam reformasi

Pada akhir 1997 dan awal 1998, peran partai ini dalam gelombang Reformasi dan dalam menumbangkan rezim Soeharto juga signifikan. Reformasi yang diprakarsai intelektual ini ternyata ditunggangi oportunis yang begitu banyak jumlahnya. Klimaksnya tentunya adalah Mei 1998, yaitu kekacauan dalam skala nasional, termasuk kerusuhan rasial, pembunuhan, pemerkosaan, dan penjarahan (yang diduga didalangi oleh militer, terutama Angkatan Darat). Namun setelah itu, Presiden Suharto bersedia untuk mundur dan menyerahkan tampuk pemerintahan kepada wakilnya B.J. Habibie.

Pasca-reformasi, partai ini masih aktif dalam menggalang protes dan demonstrasi mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Dalam beberapa waktu, partai ini juga masih terkadang berbenturan dengan aparat, dan dalam aksinya terkadang juga mengalami perlawanan dari organisasi fundamentalis sayap kanan. Ketua PRD saat ini adalah aktivis buruh Dita Indah Sari.

Pranala luar