Kertanegara
Raja Kertanegara memerintah kerajaan Singhasari menggantikan Raja Ranggawuni. Pergantian kekuasaan dari Ranggawuni ke Kertanegara merupakan perpindahan kekuasaan secara damai di Singhasari setelah pergantian kekuasaan yang penuh pertumpahan darah yang diceritakan karena kutukan keris Mpu Gandring.
Pada masa pemerintahan Raja Kertanegara, dikenal sebagai masa kejayaan Singhasari. Dalam bidang agama, Raja Kertanegara mengadakan ajaran penyatuan Syiwa-Buddha yang dikenal sebagai Aliran Tantrayana. Aliran Tantrayana ini sangat unik karena disebutkan bahwa dalam melakukan ibadahnya dengan cara berpesta pora, mabuk mabukan bahkan menikmati kesenangan dunia lainnya.
Raja Kertanegara dikenal dalam politik yang sering disebut sebut sebagai politik penyatuan Nusantara yang pertama. Beliau banyak mengadakan ekspedisi-ekspedisi pasukannya ke luar daerah untuk memperluas pengaruhnya serta politik luar negerinya. Tindakan ini diprotes oleh mahapatihnya, Raganata yang mengutamakan stabilitas politik dalam negeri. Karena dianggap menghambat keinginannya, Raja Kertanegara menggantikan patihnya ini dengan orang yang dianggap sejalan dengan kepentingannya. Raganata akhirnya turut gugur bersama dengan Raja Kertanegara saat serangan Jayakatwang dari Kerajaan Kediri (Dhaha).
Salah satu politik luar negerinya yang terkenal adalah "Ekspedisi Pamalayu" yang bertujuan untuk memperkuat pengaruh dan persahabatan antara Singhasari dengan Kerajaan-kerajaan di Sumatera dan memperkuat pengaruhnya di selat Malaka yang merupakan jalur ekonomi dan politik penting sampai sekarang. Salah satu kerajaan yang terkuat adalah kerajaan Melayu yang saat itu dipimpin oleh Adityawarman. Raja Kertanegara mengirimkan Arca Amoghapasa sebagai tanda dijalinkannya hubungan diplomatik. Sedangkan Adityawarman mengirimkan kedua putri Melayu yakni Dara Petak dan Dara Jingga ke Singhasari. Kedua putri ini nantinya menikah dengan Raden Wijaya (pendiri kerajaan Majapahit), menantunya dan orang kepercayaannya.
Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Ekspedisi Pamalayu ini bertujuan untuk menjalin sekutu untuk menghadapi orang Mongol dari Dinasti Yuan yang berkedudukan di Khanbalik (Beijing sekarang). saat itu Dinasti Yuan atau dikenal sebagai Dinasti Mongol sedang melakukan ekspansi wilayah bahkan memiliki bentangan yang cukup luas, dari Korea hingga Rusia (Kievan Rus), Timur-Tengah (menghancurkan dinasti Abbasiyah di Baghdad) dan Eropa Timur. Dan pada tahun tahun itu, Dinasti Mongol berusaha mengadakan perluasan diantaranya ke Jepang dan Jawa. Maksudnya adalah untuk menghadang langsung armada Mongol agar tidak masuk ke perairan Jawa.
Hal ini berakibat dari peristiwa dimana Raja Kertanegara melakukan penghinaan terhadap utusan dari Kubilai Khan yang meminta agar raja Jawa (Singhasari) menyatakan takluk atas kekuasaan Kubilai Khan. Akibatnya Raja Kertanegara sangat marah dan mempermalukan utusan tersebut (Meng Ki).
Ketika banyaknya pasukan Singhasari yang dikirim ke luar daerah, kekuatan militer Singhasari dianggap menjadi lemah. Jayaktwang yang berniat melepaskan diri menjalin persekutuan dengan Arya Wiraraja dari Madura untuk menggempur Singhasari. Jayakatwang akhirnya menyerbu Singhasari dengan pasukan besar yang dibagi menjadi dua kekuatan untuk menjebak pasukan Singhasari yang dianggap sudah berkurang itu. Raden Wijaya, menantunya ditugaskan untuk menghadang pasukan Dhaha (Kediri) namun ternyata pasukan yang dihadapinya adalah pasukan pancingan karena pasukan induk Jayakatwang ternyata berhasil menggempur ibu kota dan berhasil membunuh Raja Kertanegara beserta menteri dan pembantu-pembantunya. Sejak itu, Jayakatwang menempatkan kekuasaan Singhasari dibawah kekuasaan Dhaha (1292). Raden Wijaya yang berhasil meloloskan diri berhasil meminta perlindungan dari Arya Wiraraja yang membelot dari Jayakatwang. Dengan mendirikan benteng di tanak Tarik (T'rik) dan memanfaatkan kedatangan pasukan Kubilai Khan yang sedianya menghukum Raja Kertanegara akibat peristiwa penghinaan utusannya, Raden Wijaya berhasil membunuh Jayakatwang, mengusir pasukan Dinasti Mongol yang sebelumnya menjadi sekutu Raden Wijaya dengan mengira Jayakatwang adalah Raja Kertanegara, Raden Wijaya kemudian mendirikan kerajaan Majapahit menggantikan kerajaan Singashari (1293).