Wei Zheng
Wei Zheng (Hanzi: 魏征 atau kadang ditulis 魏徵, 580-643) adalah seorang negarawan Tiongkok pada masa awal Dinasti Tang. Ia menjabat sebagai perdana mentri Tiongkok di bawah pemerintahan Kaisar Tang Taizong (Li Shimin) selama 13 tahun lamanya.
Kehidupan awal
Wei terlahir dari keluarga miskin di Handan, Provinsi Hebei. Pada masa mudanya ia bergabung dengan pemberontakan petani yang dipimpin oleh Dou Jiande, seorang tokoh pemberontak terkenal pada akhir Dinasti Sui. Setelah Dou Jiande tewas, ia mengabdi pada Li Jiancheng, putra mahkota Tang. Li Jiancheng seorang yang tidak pantas menjadi calon pemimpin, ia banyak menghabiskan waktunya dengan berburu dan main perempuan, ia juga selalu merasa iri pada adiknya, Li Shimin yang lebih berbakat daripada dirinya. Bagaimapun buruknya atasannya itu, Wei sebagai seorang hamba yang setia turut membantunya menyusun strategi untuk menyingkirkan Li Shimin.
Tahun 626, dalam sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Kudeta di Gerbang Xuanwu (玄武门之变). Li Shimin berhasil membunuh kakaknya itu sebagai pembalasan atas usaha pembunuhan yang gagal terhadap dirinya. Beberapa hari kemudian ia naik tahta sebagai kaisar Tang Taizong setelah menuntut ayahnya, Kaisar Tang Gaozu, turun tahta. Wei ditangkap lalu dibawa ke hadapan kaisar baru itu. Ia berdiri dengan tenang ketika Taizong bertanya padanya, “Mengapa anda menaburkan pertikaian antara saya dan saudara saya ?”. Dengan tenang Wei menjawab, “Ketika itu saya melayani sang pangeran dan tentunya kewajiban saya untuk bekerja sebaik mungkin untuknya. Namun sayang dia tidak mendengarkan nasihat saya sehingga ia menemui akhir setragis itu.” Jawaban itu membuat semua yang hadir, termasuk Taizong merasa takjub.
Di bawah pemerintahan Tang Taizong
Taizong sadar bahwa Wei bukan orang biasa, ia adalah seorang yang setia, pemberani, jujur dan berpandangan luas. Maka ia bukannya menghukum Wei malah memberikan jabatan dan kepercayaan untuk melakukan tugas-tugas penting. Sejak itulah karier politiknya terus menanjak hingga kelak menjadi seorang perdana mentri. Kedudukannya yang tinggi memungkinkannya untuk memberi lebih banyak kesempatan untuk menyampaikan nasihat dan kritik yang membangun bahkan kepada kaisar. Ia menentang upacara ritual fengshan, yaitu sebuah upacara dimana sang kaisar pada masa damai mengunjungi Gunung Tai di Provinsi Shandong untuk mempersembahkan korban. Menurut Wei, upacara ini hanyalah pemborosan sia-sia dan beban bagi rakyat. Sejak itu, Taizong menghentikan ritual itu.
Taizong sering berdiskusi masalah pemerintahan dengan Wei Zheng. Wei seorang yang terus-terang, ia mengatakan apa yang ada dalam nuraninya secara apa adanya pada kaisar. Taizong sendiri seorang kaisar yang berpandangan luas sehingga walaupun pikirannya sering bertentangan dengan Wei, ia tetap menaruh kepercayaan padanya. Nasehat Wei padanya adalah bahwa seorang penguasa yang bijak haruslah dapat mendengar dan mempertimbangkan berbagai macam pendapat sekalipun bertentangan dengan dirinya, seseorang akan menjadi penguasa yang buruk bila ia berpikiran sempit dan tidak bisa mentolerir mereka yang berbeda pendapat dengannya. Dari hari ke hari, Wei semakin aktif menyuarakan pendapatnya, setiap ia menemukan kesalahan sang kaisar, tanpa sungkan ia dengan berani menegurnya sampai pernah membuat sang kaisar merasa dipermalukan di depan umum.
Pada suatu ketika, Wei terlibat perdebatan sengit dengan kaisar. Taizong sedemikian marahnya sampai ketika masuk kamar ia menendang sepatunya dan berkata pada permaisurinya, Wende, bahwa ia akan membunuh Wei Zheng suatu hari nanti. Untunglah ia memiliki seorang istri yang bijak yang membuatnya sadar dari kesalahannya. Setelah makan malam, sang permaisuri datang menghadap kaisar dengan pakaian resmi lalu berlutut memberi selamat. Taizong dengan bingung bertanya, “Apa maksud semua ini ?”. Jawab permaisuri Wende, “Ada tertulis dalam karya klasik bahwa kaisar yang bijaksana dan cakap pasti mempunyai pengikut yang benar. Dengan pejabat yang benar seperti Wei Zheng, tentu yang mulia adalah seorang kaisar yang bijaksana. Apakah tidak pantas hamba memberi selamat pada yang mulia ?”. Mendengar itu, Taizong tertawa dan reda kemarahannya. Beberapa hari kemudian ia mempromosikan Wei sebagai perdana menteri, jabatan tertinggi yang pernah dipegangnya.
Selama mengabdi pada Taizong, ada lebih dari 200 kejadian dimana Wei Zheng memberinya nasihat dan mengemukakan kesalahan-kesalahannya tanpa memedulikan risiko kehilangan nyawa. Selama itu ia juga berhasil mencegah perang antara Tiongkok dan Korea. Dengan dipimpin seorang kaisar bijak seperti Taizong dan perdana menteri yang kompeten seperti Wei Zheng, rakyat hidup makmur dan negara damai. Pada masa itu, Tiongkok mencapai masa keemasannya yang kedua setelah masa keemasan Dinasti Han 700-an tahun sebelumnya. Reputasi Tiongkok sebagai negara adikuasa tersebar ke seluruh dunia sehingga banyak utusan dari negara-negara asing datang untuk membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok.
Kematian
Wei Zheng wafat pada tahun 643. Kematiannya membuat Taizong sangat berduka. Ia meratap, “Dengan bercermin dari perunggu, saya dapat melihat apakah saya telah berpakaian dengan rapi; dengan bercermin dari sejarah, saya dapat mempelajari alasan jatuh bangunnya negara; dengan bercermin dari manusia, saya dapat menjaga diri dari melakukan kesalahan, melihat kekurangan dan kelebihan diri. Sekarang Wei Zheng telah tiada, saya telah kehilangan salah satu cermin ini.” Ia memakamkan Wei dengan penuh kehormatan di dekat makam keluarga kekaisaran dan menikahkan salah seorang putrinya dengan Wei Shuyu, putra Wei Zheng. Belakangan Wei Shuyu dihukum karena fitnah, pernikahannya dibatalkan, makam ayahnya dibongkar dan dipindahkan. Namun tahun 646, setelah kegagalan perang di Korea, reputasi keluarga Wei dipulihkan. Dalam beberapa karya literatur, Wei Zheng dilukiskan sebagai manusia setengah dewa, misalnya dalam Perjalanan ke Barat (西游记), dimana Wei menghukum mati Raja Naga Laut Timur yang melanggar perintah Kaisar Giok.
Tulisan-tulisan hasil karya Wei meliputi Buku Sejarah Dinasti Sui (隋书), Buku Sejarah Dinasti Liang (粱书), Buku Sejarah Dinasti Chen (陈书), dan Buku Sejarah Dinasti Qi (齐书) yang semuanya merupakan referensi sejarah yang tak ternilai harganya.
Referensi
- Fu Chunjiang, “Chinese History: Ancient China to 1911”, Singapore: Asiapac Books, 2005
- Lin Shan, “Dragon Tales: China’s History from Tang to Qing”, Singapore: Asiapac Books, 2006