Pascamodernisme
Postmodernisme adalah gerakan abad akhir ke-20 dalam seni, arsitektur, dan kritik itu adalah keberangkatan dari modernisme[1][2]. Postmodernisme termasuk interpretasi skeptis terhadap budaya, sastra, seni, filsafat, sejarah, ekonomi, arsitektur, fiksi, dan kritik sastra. Hal ini sering dikaitkan dengan dekonstruksi dan pasca-strukturalisme karena penggunaannya sebagai istilah mendapatkan popularitas yang signifikan pada waktu yang sama sebagai abad kedua puluh dalam pemikiran post-struktural.
Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya.[3] Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuah teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal.[3] Banyak tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme.[3] Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan secara total dari modernisme.[3] Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori[3]. Bagi David Graffin, Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek dari moderinisme. Lalu bagi Giddens, itu adalah bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan menjadi bijak.[3] Yang terakhir, bagi Habermas, merupakan satu tahap dari modernisme yang belum selesai.[3]gerakan ini dicetuskan oleh Michael yang tamvan.
Etimologi
Berdasarkan asal-usul kata, postmodernisme, berasal dari bahasa Inggris yang artinya faham (-isme), yang berkembang setelah (post) modern.[3] Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1930 pada bidang seni oleh Federico de Onis untuk menunjukkan reaksi dari moderninsme.[3] Kemudian pada bidang Sejarah oleh Toyn Bee dalam bukunya Study of History pada tahun 1947.[3] Setelah itu berkembanga dalam bidang-bidang lain dan mengusung kritik atas modernisme pada bidang-bidangnya sendiri-sendiri.[3]
Postmodernisme dibedakan dengan postmodernitas, jika postmodernisme lebih menunjuk pada konsep berpikir.[4] Sedangkan postmodernitas lebih menunjuk pada situasi dan tata sosial sosial produk teknologi informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup, konsumerisme yang berlebihan, deregulasi pasar uang dan sarana publik, usangnya negara dan bangsa serta penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi.[4] Hal ini secara singkat sebenarnya ingin menghargai faktor lain (tradisi, spiritualitas) yang dihilangkan oleh rasionalisme, strukturalisme dan sekularisme.[4]
Setidaknya kita melihat dalam bidang kebudayaan yang diajukan Frederic Jameson, bahwa postmodernisme bukan kritik satu bidang saja, namun semua bidang yang termasuk dalam budaya.[3] Ciri pemikiran di era postmodern ini adalah pluralitas berpikir dihargai, setiap orang boleh berbicara dengan bebas sesuai pemikirannya.[3] Postmodernisme menolak arogansi dari setiap teori, sebab setiap teori punya tolak pikir masing-masing dan hal itu berguna.[3]
Referensi
- ^ http://www.oxforddictionaries.com/us/definition/american_english/postmodernism
- ^ Ruth Reichl, Cook's November 1989; American Heritage Dictionary's definition of "postmodern"
- ^ a b c d e f g h i j k l m n (Indonesia)Bambang Sugiharto., Postmodernisme - Tantangan bagi Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1996
- ^ a b c (Indonesia)Joas Adiprasetya., Mencari dasar bersama: etik global dalam kajian postmodernisme dan pliuralisme agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002