Wikipedia:Bak pasir
Minor Caknole | |
---|---|
Dikarenakan tingginya tingkat penyalahgunaan, parameter gambar dihilangkan dari penampilan | |
Lahir | Medan, Sumatera Utara, Indonesia | Parameter harus diisi 1 — 12 1983
Pekerjaan | Musisi |
Ashin Kheminda atau Bhante Kheminda adalah seorang Bhikkhu kelahiran Indonesia yang terkenal akan aktivitasnya dalam menyebarkan agama Buddha serta pembelajaran Abhidhamma nya yang berjudul Abhidhamma Made Easy.[1] Gelar Ashin berasal dari bahasa Myanmar yang artinya adalah Bhante.[2]
Ashin Kheminda adalah pelopor kebangkitan Abhidhamma di Indonesia. Beliau mengajar Abhidhamma secara terstruktur, sistematis dan akademis. Beliau juga yang pertama kali memperkenalkan perayaan Hari Abhidhamma di Indonesia – yakni hari dimana Buddha Gotama selesai mengajarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa. Kegiatan Hari Abhidhamma ini pertama kali berlangsung pada tahun 2012, di Jakarta.
Biografi
Latar Belakang
Minor Caknole dilahirkan di Medan - Sumatera Utara, Indonesia pada tahun 1983. Kejawen. Dari aliran-aliran inilah Beliau akhirnya sangat akrab dengan berbagai macam laku pertapaan. Selama bertahun-tahun Beliau menjalani praktik pertapaan di hutan-hutan bahkan juga di makam-makam yang dikenal angker di pulau Jawa. [2]
Perkenalan dengan Buddhisme
Pertemuannya dengan ajaran Buddha terjadi pada saat Beliau bertapa di Alas (Hutan) Ketonggo, Ngawi, Jawa Timur. Disana, secara tidak sengaja, Beliau bertemu dengan guru Buddhisnya yang pertama yang kemudian mengajarkannya meditasi dengan menggunakan objek kasina api sampai akhirnya Beliau mengalami pengalaman, kebahagiaan dan kedamaian yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya.[1] Di Alas Ketonggo, Ashin Kheminda menekuni meditasinya dan di saat senggang Beliau membaca semua buku meditasi dari Ajahn Chah hingga timbul niatan untuk berguru langsung kepadanya di Thailand. Namun, ia tidak berjodoh dengan Ajahn Chah karena ia telah wafat saat Ashin Kheminda tiba di Wat PahNanachat, Thailand.[1]
Pendalaman Akademis
Beliau kemudian berkeliling di pusat-pusat meditasi, melanjutkan perjalanannya ke Dharamsala, India, hingga akhirnya seorang kenalannya yang berkebangsaan Prancis memberitahunya bahwa Myanmar merupakan tempat para guru meditasi. Ashin Kheminda selanjutnya segera berangkat ke sana. Setiba di Myanmar, Ashin Kheminda memutuskan untuk menjadi bhikkhu. Ia belajar meditasi selama lebih dari setahun di Mahasi Sasana Yeikhta, Yangon, Myanmar, kemudian ditabhiskan oleh Sayadaw Jatila Mahathera pada tahun 2004. Selama disana Beliau juga mendalami meditasi dari tradisi-tradisi yang lain. Ashin Kheminda kemudian mengambil gelar Bachelor di ITBMU (The International Theravãda Buddhist Missionary University) of Yangon dan memperoleh medali emas sebagai lulusan terbaik.[2] Selama mendalami ajaran Buddha di Myanmar, Beliau juga mengajar Abhidhamma kepada teman-temannya, para bhikkhu, bhikkhuni dan sayalay.
Misi Misionaris
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar monastik di Myanmar, Ashin Kheminda berencana pulang ke Indonesia, tetapi sebuah wihara di Singapura mengundangnya untuk tinggal dan mengajar Abhidhamma di sana. Ia mengajar Abhidhamma dan meditasi di Singapura dari Juli 2008 sampai Desember 2010, dan sempat menyelesaikan pendidikan S2 nya di The Graduate School of Buddhist Studies di Singapura.[1]
Kembali ke Indonesia
Saat berlangsung World Buddhist Sangha Council di Myanmar pada tahun 2004, Ashin Kheminda menjadi salah satu peserta dan bertemu dengan Mahathera Suryanadi yang namanya sudah lama ia dengar dari guru meditasinya di Indonesia. Ia terkesan dengan kerendahan hati dan kebijaksanaan Mahathera Suryanadi.[1] Pertemuan tersebut sangat berkesan sehingga pada tahun 2009 Beliau akhirnya memutuskan secara resmi menjadi anggota Sangha Agung Indonesia. Disamping karena kedekatannya dengan Mahathera Suryanadi, kesesuaian dengan konsep Buddhayana juga menjadi pertimbangan Beliau untuk menjadi anggota Sagin. Baginya, konsep Buddhayana yang non-sektarian, dimana semua aliran berkumpul dengan penuh keharmonisan adalah warisan dari semangat Buddhisme sebelum Buddha parinibbana, dimana semua umat Buddha dan Sangha bersatu tidak terkotak-kotak.[2]
Orkestra Buddhayana
Sebagai anggota baru di Sangha Agung Indonesia, Ashin Kheminda telah menawarkan definisi paham Buddhayana yang baru, segar dan orisinil. Paham tersebut digambarkan Beliau sebagai “Orkestra Buddhayana”. [3]
Paham Buddhayana bisa diibaratkan sebuah orkestra dimana masing-masing pemain menguasai serta memainkan alat musiknya dengan sempurna. Hanya pada saat setiap pemain menjadi master di alat musik yang dikuasai, pemain gitar menguasai gitarnya, pemain piano menguasai pianonya, pemain drum menguasai drumnya, dan seterusnya, maka “Orkestra Buddhayana” akan menghasilkan musik yang indah sekali. Para pemain menghormati, menghargai, bersahabat dalam semangat ko-eksistensi damai, satu dengan yang lainnya. Tidak ada perasaan menonjolkan dirinya masing-masing, merasa lebih baik dari yang lain, karena mereka menyadari bahwa keindahan orkestra ini adalah hasil permainan para master alat musik tersebut.
Kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila masing-masing pemain tersebut membanggakan permainannya sendiri dan tidak menghormati pemain yang lain, maka musik yang dihasilkannya pun akan sama sekali tidak enak didengar telinga. Kita juga bisa mengerti bahwa musik yang tidak sempurna akan muncul apabila si pemain gitar mencoba memainkan piano, si pemain piano memainkan drum, dan pemain drum memainkan gitar. Musik yang dimainkannya pun akan terdengar sumbang dikarenakan para pemain bukan master di alat musiknya.
Masing-masing pemain orkestra itu menyadari bahwa keindahan musik yang dihasilkan adalah hasil paduan bersama, sehingga tidak ada pemikiran: “Suara gitarku lebih baik dari suara piano dan drum.” Kita tidak bisa membandingkan, misalnya, apakah gitar lebih baik dari piano ataupun drum. Mereka adalah musik yang berbeda dan mempunyai keunikannya sendiri. Di tangan para master, mereka akan bisa menghasilkan suara yang indah di dalam sebuah orkestra. [4]
Gambaran tersebut menjelaskan bagaimana seharusnya semangat Buddhayana; masing-masing sekte harus menghargai satu sama lain, menyadari bahwa semua sekte adalah baik. Sikap demikian akan muncul secara alamiah apabila setiap orang memahami dan menguasai ajaran sektenya masing-masing. Sehingga di dalam Buddhayana kita akan bisa menemukan Master Theravada, Master Mahayana, dan Master Tantrayana (Vajrayana) yang mampu mengartikulasikan Dhamma dengan sangat indah dan tentu saja bisa menginspirasi banyak orang untuk menempuh Jalan spiritual Buddhist. Bukan sebaliknya, yang beraliran Theravada, misalnya, tanpa menguasai alirannya, malahan mengajarkan ajaran aliran lain yang tentunya beresiko menghilangkan keindahan Dhamma. Seorang master tidak akan bisa mengatakan bahwa aliran Theravada, misalnya, lebih baik dari aliran lain karena ia sadar dan mengerti bahwa ajaran tersebut berbeda hanya disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dari Dharma yang sama.
Semangat Buddhayana ini, dimana masing-masing aliran bisa berkumpul dengan damai, mewarisi semangat Buddhisme pada saat sebelum Buddha parinibbana. Kita percaya bahwa seandainya pun Buddha masih hidup maka semua sekte dalam agama Buddha akan membaur secara harmonis. Seperti keindahan dan keharmonisan musik yang dilahirkan oleh sebuah orkestra dimana semua pemainnya adalah Master di instrumennya masing-masing, demikianlah hendaknya dengan Buddhayana. Sebagai sebuah 'orkestra', Buddhayana harus mampu melahirkan para praktisi yang mampu mengartikulasikan Dhamma dengan indah dan penuh keharmonisan. Semua aliran bisa duduk, belajar dan berlatih bersama dengan damai, tanpa menonjolkan alirannya masing-masing dan tanpa pertengkaran. [3]
Kegiatan
Abhidhamma Made Easy
“Abhidhamma Made Easy” yang diselenggarakan di berbagai kota besar di Indonesia selalu dipenuhi pendengar. Bahkan jumlah pengunjung yang hadir selama 10 hari semakin bertambah karena Ashin Kheminda memberikan contoh dan perumpamaan dalam penjelasannya sehingga menghidupkan suasana workshop. Ciri khas Ashin Kheminda adalah mampu mengemas penyampaian Dhamma dengan interaktif, penuh humor, dan menyita emosi[5] Penyajian cerita dan poin yang disampaikan juga ringan dan mudah dimengerti karena disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan lugas. Sesekali terlontar kalimat yang disambut gelak tawa atau air mata peserta yang hadir. Ia berhasil mengubah citra Abhidhamma menjadi satu ajaran yang mudah dan bisa dinikmati [1]
Prasadha Jinarakkhita Buddhist Institute
Pada 18 Januari 2012, Ashin Kheminda mendirikan PJBI (Prasadha Jinarakkhita Buddhist Institute), yaitu pusat pendidikan Buddhist yang terstruktur dan menggunakan kurikulum yang diadopsi dari Taiwan, Srilangka dan Singapura [4]
PJBI menawarkan berbagai program sebagai berikut:
- Institut Abhidhamma Indonesia (IABHI) menawarkan program belajar Abhidhamma yang terstruktur dan akademis. Materi pembelajaran disampaikan oleh Ashin Kheminda dan guru-guru Abhidhamma dari dalam dan luar negri.
- Prasadha Jinarakkhita Buddhist Studies (PJBS), adalah kelas belajar Dhamma terstruktur untuk semua anak-anak dari umur 3 tahun ke atas, tanpa dipungut biaya. Kelas-kelas yang ditawarkan adalah kelas anak dan remaja usia 3-18 tahun dan kelas Pariyatti Sasana untuk usia 18 tahun keatas.
- Prasadha Jinarakkhita Buddhist Community (PJBC) adalah komunitas Buddhis yang menyatukan umat dan simpatisan Buddhis dari berbagai ragam usia dan latar belakang sosial budaya untuk secara aktif melakukan kegiatan kemanusiaan yang merupakan pengejawantahan esensi ajaran Buddha. Contoh aktivitas rutin mingguannya adalah Patipatti Sasana: wadah untuk belajar dan berlatih meditasi dibawah bimbingan Ashin Kheminda.
The 7th Buddhist Global Conference
Ashin Kheminda juga didapuk sebagai salah satu keynote speaker di 7th Buddhist Global Conference yang diadakan Jakarta pada 10 – 11 Desember 2011. Acara tersebut juga menghadirkan pembicara Buddhist kelas dunia seperti Ajahn Brahmavamso, Ringu Tulku Rinpoche, Ven. Master Guo Jun Fashi, Ven. Hueiguang, dll.[6]
Buddhist Festival 2013
Bhikkhu Kheminda menjadi salah satu pembicara dalam acara Buddhist Festival 2013 yang berlangsung di Surabaya. Dhammadesana yang ia bawakan berjudul "Manajemen Karma : Bagaimana Menata Karma Untuk Kehidupan Lebih Baik".[7]
Referensi
- ^ a b c d e f Bodhi Buddhist Centre Indonesia. 24 Mei 2012. Abhidhamma Made Easy Bersama Ashin Kheminda.
- ^ a b c d Harpin. Penyebar Dharma - Ashin Kheminda - Mengenal Ajaran Buddha di Hutan. Sumber: Majalah Mamit 8, Tahun 2012.
- ^ a b Buddhayana Values, hal 48, catatan kaki 47
- ^ a b Prasadha Jinarakkhita Buddhist Institute. Yayasan Prasadha Jinarakkhita Buddhist Institute.
- ^ http://dharmawatychang.blogspot.com/2012/02/dhammatalk-rilis-ym-ashin-kheminda.html
- ^ Buddhist Channel. http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=58,10464,0,0,1,0#.UsklBPQW01I
- ^ Buddhist Festival 2013. Dhamma Talkshow.