Wehrkreise (dari bahasa Jerman: "lingkaran pertahanan") adalah bentuk strategi yang digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia ketika Belanda melancarkan agresi militer yang kedua pada bulan Desember 1948.

Latar Belakang

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer I pada bulan Juli 1947 dengan menyerbu wilayah Republik Indonesia, TNI menggelar pertahanan linier yang konvensional. Pertahanan TNI di beberapa daerah berhasil diterobos oleh Belanda, namun pasukan TNI tidak bergerak mundur, melainkan membentuk kantong-kantong perlawanan. Ketika Belanda menyatakan batas daerah pendudukannya dan daerah Republik dengan garis demarkasi, pasukan TNI menduduki kantong-kantong perlawanan di daerah yang diakui Belanda sebagai daerah pendudukannya.

Untuk menghadapi keadaan ini, Jendral Soedirman kemudian berusaha menyusun rencana baru. Bersama dengan para pemikir militer dalam Markas Besar TNI, seperti T.B. Simatupang dan A.H. Nasution, akhirnya menemukan strategi Wehrkreise—yang merupakan adaptasi dari sistem serupa yang diterapkan Jerman dalam Perang Dunia II.

Pengertian

Wehrkreise memilik arti lingkungan pertahanan atau pertahanan daerah. Sistem ini dipakai untuk mempertahankan setiap wilayah kepulauan maupun propinsi, dan dipimpin oleh seorang komandan. Masing-masing komandan diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menggelar dan mengembangkan perlawanan. Wilayah Wehrkreise adalah satu keresidenan, yang didalamnya terhimpun kekuatan militer, politik, ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan. Sistem Wehrkreise sama sekali meninggalkan sistem pertahanan linier. Sistem Wehrkreise ini kemudian disahkan penggunaannya dalam Surat Perintah Siasat No.1, yang ditandatangani oleh Panglima Besar Soedirman pada bulan November 1948.

Pranala luar

Situs TNI Angkatan Darat