Kota Lhokseumawe
Propinsi | Nanggroe Aceh Darussalam |
Dasar hukum | |
Tanggal | |
Ibukota | Lhokseumawe |
Luas | 212 km² |
Jumlah penduduk | 188.974 (2000) |
Jumlah kecamatan | 5 |
Jumlah kelurahan/desa | 95 |
Kode area telepon | 0645 |
|
Kota Lhokseumawe berada persis ditengah-tengah jalur timur Sumatera. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh.
PT Kertas Kraft Indonesia, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Asean Aceh Fertilizer dan EXXON Mobil - Arun berada disekitar kota ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dari pabrik-pabrik besar yang dimiliki kota Lhokseumawe, namun tak juga mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian besar punduduk asli Lhokseumawe dari bawah garis kemiskinan. Betapa ironinya kemiskinan bukanlah hal yang langka ditemukan bahkan diseberang pagar kawat tinggi batas komplek perumahan karyawan pabrik-pabrik besar, berdiri ratusan rumah reot penduduk pribumi yang dijerat kemiskinan. Kecemburuan sosial yang sangat tinggi menyebabkan timbulnya gerakan dari sebagian rakyat pribumi untuk menuntut haknya bagi kemakmuran dan kesejahteraan dimasa yang akan datang.
Lhokseumawe merupakan salah satu dati tiga daerah panas (Three hot spot) yang tingkat kerawanannya sangat tinggi. Daerah yang merupakan salah satu basis paling kuat dari pergerakan rakyat bagi kemerdekaan Aceh tak pernah luput dari target operasi militer dari negara Indonesia yang merasa berhak atas bumi Aceh yang makmur.
Penderitaan panjang yang dialami oleh warga masyarakat Lhokseumawe akibat berlarutnya pelaksanaan operasi militer telah membuat kehidupan mereka menjadi tak teratur, mata pencaharian mereka hilang dan anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang layak akibat sekolah-sekolah mereka yang dibakar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Saat ini sebagian besar warga Lhokseumawe hidup dalam kegelapan akibat sabotase terhadap menara listrik yang menghubungkan jalur Medan - Aceh. Kepedihan demi kepedihan akan terus berlanjut tanpa dapat mereka bersuara atau mengadu, hanya kepada yang maha kuasalah satu-satunya pengharapan mereka agar krisis di aceh akan segera berakhir, namun entah sampai kapan?