Filosofi Kopi
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Filosofi Kopi adalah sebuah buku fiksi karya Dewi Lestari yang akrab dipanggil dengan nama Dee. Selain Filosofi Kopi, karya lain Dee adalah Supernova, Rectoverso, dan Perahu Kertas. Melalui buku Filosofi Kopi ini, Dee ingin menghadirkan bagaimana perjuangan seorang yang memiliki hobi terhadap kopi dan memaknai kopi dari sudut pandang kehidupan. Buku ini dianugerahi sebagai karya sastra terbaik tahun 2006 oleh majalah Tempo . Pada tahun yang sama, Filosofi Kopi juga berhasil dinobatkan menjadi 5 Besar Khatulistiwa Award kategori fiksi.
Pengarang | Dewi Lestari |
---|---|
Negara | Indonesia |
Bahasa | Indonesia |
Genre | Roman |
Penerbit | Jakarta: Trudee Books & GagasMedia |
Tanggal terbit | 2006 |
Halaman | xi, 134 halaman |
Daftar cerita
Buku ini berisi 18 tulisan yang terdiri dari prosa lirik, cerita pendek, dan cerita tidak terlalu pendek. Buku ini ditulis pada tahun 1995-2005.[1]
- Filosofi Kopi (1996)
- Mencari Herman (2004)
- Surat Yang Tak Pernah Sampai (2001)
- Salju Gurun (1998)
- Kunci Hati (1998)
- Selagi Kau Lelap (2000)
- Sikat Gigi (1999)
- Jembatan Zaman (1998)
- Kuda Liar (1998)
- Sepotong Kue Kuning (1999)
- Diam (2000)
- Cuaca (1998)
- Lara Lana (2005)
- Lilin Merah (1998)
- Spasi (1998)
- Cetak Biru (1998)
- Budha Bar (2005)
- Rico de Coro (1995)
Ringkasan Cerita
Crita utama dalam buku Filosofi Kopi bercerita tentang Ben dan Jody. Ben merupakan seorang barista yang handal dalam meramu kopi. Bersama Jody, dia mendirikan suatu kedai kopi yang disebut Filosofi Kopi Temukan Diri Anda Di Sini.
Ben memberikan sebuah deskripsi singkat mengenai filosofi kopi dari setiap ramuan kopi yang disuguhkannya di kedai tersebut. Kedai tersebut menjadi sangat ramai dan penuh pengunjung. Suatu hari, seorang pria kaya menantang Ben untuk membuat sebuah ramuan kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna, dan Ben berhasil membuatnya. Ramuan kopi yang disebut Ben's Perfecto tersebut menjadi yang minuman terenak hingga El (Julie Estelle) yang sudah berkeliling Asia karena kecintaannya terhadap kopi datang dan mengatakan bahwa rasa kopi tersebut hanya "lumayan enak" dibandingkan kopi yang pernah dicicipinya di suatu lokasi di Jawa Tengah.
Ben dan Jody yang penasaran langsung menuju lokasi tersebut dan mereka menemukan secangkir kopi tiwus yang disuguhkan oleh pemilik warung reot di daerah tersebut. Ben dan Jody meminum kopi tersebut tanpa berbicara sedikitpun, dan hanya meneguk serta menerima tuangan kopi yang disuguhkan oleh pemilik warung tersebut. Kopi tersebut memiliki rasa yang sempurna dan ada cerita serta filosofi yang menarik dari kopi tersebut. Ben yang merasa gagal kembali ke Jakarta dan putus asa. Untuk mencari tahu cara menghibur temannya, Jody kembali menemui pemilik warung di Jawa Tengah tersebut dan sepulangnya dari sana, dia menghidangkan Ben segelas Kopi Tiwus. Bersamaan dengan kopi tersebut, dia menmberikan sebuah kartu bertuliskan "Kopi yang Anda minum hari ini Adalah: "Kopi Tiwus. Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya". Pada akhirnya Ben sadar bahwa dia selama ini mengambil jalan hidup yang salah, dan Ben juga sadar bahwa hidup ini tidak ada yang sempurna. Dengan demikian Ben kembali sadar dan melanjutkan perjuangan serta hobinya di kedai filosofi kopi.