Pah Wongso

pemeran laki-laki asal Indonesia

Louis Victor Wijnhamer, Jr. (11 Februari 1904 – 1974), yang lebih dikenal sebagai Pah Wongso (Hanzi: 伯王梭; Pinyin: Bó Wángsuō), adalah seorang pekerja sosial terkenal pada masyarakat etnis Tionghoa di Hindia Belanda dan kemudian Indonesia. Menempuh pendidikan di Semarang dan Surabaya, Wongso memulai pekerjaan sosialnya pada awal 1930an, menggunakan seni tradisional seperti wayang golek

Pah Wongso pada 1938

Kehidupan awal dan pekerjaan sosial

Louis Victor Wijnhamer, Jr., lahir pada 11 Februari 1904 di Tegal, Jawa Tengah, Hindia Belanda.[1] Sebagai salah satu anak dari tiga bersaudara, Wijnhamer lahir dari seorang administrator beretnis Belanda di Surabaya, Louis Victor Wijnhamer, Sr., dan J. F. Inen.[1][2] Ia menempuh pendidikan di sekolah menengah atas di Semarang, sebelum menjalani beberapa waktu di Suikerschool di Surabaya, kemudian pergi ke Batavia (sekarang Jakarta). Antara 1927 dan 1937, ia bekerja sebagai seorang amanuensis di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen.[2]

Pada awal 1930an, Wijnhamer, yang disebut sebagai Pah Wongso,[a] dikenal di Jawa Barat karena karya-karya sosialnya. Karya-karya sosial tersebut yakni mempromosikan monogami dan kepercayaan dalam pengobatan barat, serta perlawanan terhadap perjudian dan penggunaan candu dan minuman keras. Dalam penyampaian pesan-pesannya, ia sering menggunakan wayang golek Sunda (sebuah bentuk dari boneka bayangan), karena masyarakat lokal umumnya tidak dapat membaca. Ia dapat berbicara dalam bahasa Belanda, Melayu, dan Jawa, dan sedikit dapat berbicara dalam bahasa Tionghoa dan Jepang. Karya sosial tersebut umumnya dilakukan oleh Wongso pada saat ia masih bekerja sebagai penjual kacang goreng.[3][4]

Pendirian sekolah-sekolah dan ketenaran

 
Poster untuk Pah Wongso Pendekar Boediman (1941); ketenaran Wongso terjadi pada dua film yang menggunakan namanya dirilis oleh Star Film.

Pada 1941, Star Film membuat dua film yang dibintangi oleh Wongso, dalam rangka menaikkan ketenarannya. Film yang pertama, Pah Wongso Pendekar Boediman, menampilkannya sebagai seorang penjual kacang yang menyelidiki pembunuhan seorang haji kaya.[5][6][7] Film tersebut ketenaran, meskipun menurut jurnalis Saeroen menyatakan bahwa ketenaran tersebut terjadi karena Wongso sudah terkenal lebih dulu di masyarakat Tionghoa.[8] Film keduanya, sebuah film komedi yang berjudul Pah Wongso Tersangka, menampilkan Wongso sebagai seorang terdakwa dalam sebuah penyelidikan dan dibebaskan pada Desember 1941.[9] Berdasarkan pada tulisan dalam majalah Pertjatoeran Doenia dan Film, "S." memuji pengenalan komedi pada industri film Hindia Belanda, dan menyatakan harapan agar film tersebut dapat "membikin orang tertawa terpingkal-pingkal"[10]

Kehidupan selanjutnya

 
Kartu pendaftaran Wongso yang dibuat oleh pasukan pendudukan Jepang, 1945

Pada Maret 1942, Kekaisaran Jepang menduduki Hindia Belanda. Wongso ditangkap di Bandung pada 8 Maret,[1] dan menjalani tiga tahun dalam serangkaian kamp konsentrasi di Asia Tenggara, yakni di Thailand, Singapura dan Malaya.[11] Ia kembali ke Nusantara, yang telah merdeka dan dikenal sebagai Indonesia, pada 1948, ketika ia mendirikan pusat sosial "Tulung Menulung";[12] ia juga bekerja pada Bond Motors cabang Jakarta.[13] Pada pertengahan 1950an, ia bertemu dengan Presiden Sukarno,[14] dan pada 1957 sebuah biografi dari Pah Wongso dijual.[15] Ia dan istrinya Gouw Tan Nio (yang juga dikenal sebagai Leny Wijnhamer) mendapatkan anak kelima mereka pada 3 Februari 1955.[16]

Wongso melanjutkan pengumpulan uang untuk Palang Merah dengan menjual kacang goreng.[17] Ia juga melanjutkan pengoperasian sekolahnya di Blandongan, serta tempat pelatihan pekerja, dimana para pria dan wanita muda dilatih untuk pekerjaan-pekerjaan seperti pekerja rumah tangga, pekerja kebun, dan pelayan hotel, kemudian menempatkan mereka pada tempat kerja. Beberapa murid Wongso datang dari pulau-pulau selain Jawa. De Nieuwsgier memberikan sebuah cerita tentang seorang pria muda, dari Bengkulu, yang datang ke Jawa untuk belajar, semua barangnya dirampok ketika di Jakarta, kemudian dibantu oleh Wongso untuk menemukan pekerjaan.[18]

Catatan penjelas

  1. ^ Dalam bahasa Jawa, kata wongso artinya "bangsa" (Barnard 2010, hlm. 65).

Referensi

Kutipan karya

Bacaan tambahan

  • Wongso, Pah (1951?). Siapa Pah Wongso? (L.V. Wijnhamer) : instinknja: urus anak terlantar dan béla jang tertindas (dalam bahasa Indonesian). s.n. OCLC 815201816. 

Pranala luar