GPIB Immanuel Probolinggo
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Artikel ini tidak memiliki bagian pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Artikel ini perlu dikembangkan agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk mengembangkan artikel ini. Jika tidak dikembangkan, artikel ini akan dihapus. |
Probolinggo bukan hanya Bromo atau memeras adrenalin di Sungai Pekalen. Landmark unik kebanggaan Kota Mangga yang satu ini juga laik disinggahi sebagai destinasi wisata khas Probolinggo.
Bernama resmi Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel, Probolinggo. Atau lebih diakrabi sebagai Gereja Merah ini, terletak di Jalan Suroyo 32 Probolinggo. Terletak di pusat kota, maka untuk menjangkaunya pun cukup mudah.
Disebut Gereja Merah karena keseluruhan banguan cagar budaya ini didominasi warna merah menyala. Rupanya, 'merah' bagi warga jemaat gereja tersebut tidaklah sekadar warna. Ada kandungan makna filosofis di dalamnya. Yakni sebagai simbol darah Yesus Kristus yang tertumpah untuk menyelamatkan dosa-dosa manusia.
Tapi rupanya, saat awal dibangun, warna cat yang dipakai untuk melapisi bangunan gereja yang masih aktif digunakan sebagai tempat ibadah ini tidaklah merah, melainkan putih. Hal tersebut dapat dilihat dari foto di ruang pastori gereja.
Berdasarkan keterangan, karena letak geografis Kota Probolinggo dekat dengan pantai, hal ini mempercepat korosi metal oleh udara pantai yang lembab. Ketika itu plumbir digunakan untuk melindungi bangunan dari korosi. Agar senantiasa tampak indah, maka warna merah inilah yang dipilih untuk melapisinya.
Gereja Merah dibangun pada masa kependudukan VOC di Indonesia, tahun 1862. Hal ini dapat dilihat dari tera yang ada di anak tangga pertama saat memasuki bangunan gereja: Gebound Anno 1862.
Gereja bergaya gothic yang keseluruhan struktur bangunannya terbuat baja ini, dibangun dengan sistem knock down.
Dibuat di Belanda, bagian per bagiannya diangkut dengan kapal menuju Pelabuhan Tanjung Tembaga, dan dirakit kembali setelah ia sampai di lokasi. Mirip seperti rumah Barbie-lah.
Sampai saat ini, bangunan tua yang menjadi cagar budaya dan salah satu objek wisata religi milik pemerintah kota setempat ini, masih aktif digunakan sebagai tempat ibadah setiap hari Minggu pagi. Namun, saat Jepang masuk ke Indonesia (1942-1945), Gereja Merah pernah beralih fungsi menjadi gudang senjata.
Seorang putra saksi sejarah, Huibert Esser Kippuw, mengatakan, pendeta jemaat pertama yang masih dapat diingat oleh ayahnya (Cornelis Kippuw) adalah Pdt. Deutz, seorang warga berkebangsaan Belanda.
"Pelayanan untuk pribumi, Deutz dibantu oleh Pendeta IZ Pattirajawane, dari Ambon yang ketika itu merupakan pendeta jemaat GPIB Immenuel Pasuruan," terang pria yang akrab disapa Esser ini.
Uniknya, di dunia hanya ada dua bangunan yang bentuknya seperti ini, satu di Den Haag, dan yang satunya lagi, Gereja Merah, di Proboliggo. Tapi yang benar-benar berfungsi sebagai gereja, sebagai sarana ibadah, hanyalah di Probolinggo. Sebab gereja yang di Belanda sudah beralih fungsi sebagai bar.
Gereja Merah sering sekali mendapat kunjungan dari para wisatawan, khususnya wisatawan dari Belanda.
Biasanya mereka bernostalgia dengan kisah-kisah yang dituturkan oleh kakek buyut mereka mengenai keberadaan bangunan ini. Menempati lahan yang cukup luas, ornamen-ornamen Gereja Merah pun cukup unik, baik di luar maupun di dalam.
'Cawan Besi'Teks tebal
Jika diamati, bagian mimbar Gereja Merah berbentuk seperti piala yang biasa digunakan dalam sakramen perjamuan kudus.
Gereja Merah memiliki cawan yang ajaibnya juga masih terbuat dari besi seperti yang digunakan pada struktur bangunan. Cawan itu untuk meletakkan air baptisan pada sakramen baptisan kudus. Karena berat, benda itu tidak mudah digeser oleh satu orang saja.
Tutup cawan itu bisa dibuka untuk mengambil air baptis yang sudah dipersiapkan. Jika sedang tidak digunakan untuk melakukan sakramen baptis, cawan itu dibiarkan dalam keadaan kosong.
Tak hanya mimbar, bagian balkon yang ada di gedung gereja ini juga menarik untuk diperhatikan. Bagian yang dulunya biasa digunakan sebagai tempat paduan suara gereja untuk menaikkan lagu-lagu pujian, kini digunakan juga untuk menampung jemaat yang beribadah Minggu, sebab puji-pujian kini disajikan di bagian altar gereja.
Kenapa menarik? Sebab dari tempat ini kita bisa menyaksikan seluruh bagian gereja secara detail.
Mimbar, tempat duduk presbiter, kursi-kursi kuno tempat ibadah jemaat yang terbuat dari kayu jati, ubin marmer, lantai balkon –yang terbuat dari balok-balok kayu jati, termasuk juga lonceng yang biasa digunakan saat memulai ibadah. Klasik.
Benar-benar seperti nuansa masa lalu yang dibangunkan kembali.
Tak cukup dengan itu, di bagian pastori (ruang persiapan ibadah) Anda juga bisa menjumpai alkitab kuno yang masih ditulis dalam Bahasa Belanda kuno, lengkap dengan sampul kulitnya yang menawan.
Mirip dengan salah satu buku sihir milik Harry Potter yang bisa berjalan sendiri. Hehehe...
Dengan keunikan bangunan dan kisah sejarahnya, maka tak heran jika Gereja Merah menjadi the must visited place di Kota Probolinggo, termasuk juga menjadi spot pilihan bagi banyak calon pengantin untuk melakukan (pemotretan) pre-wedding.