Dropadi

Tokoh wanita dari epos Hindu Mahabharata
Revisi sejak 1 Oktober 2007 10.43 oleh Loveless (bicara | kontrib) (bot Menambah: jv:Drupadi Mengubah: ta:திரௌபதி)

Dropadi atau Draupadi (Sansekerta: द्रौपदी; Draupadī) adalah salah satu tokoh dari Wiracarita Mahabharata. Ia adalah putri Prabu Drupada, Raja Kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Dropadi adalah istri daripada para Pandawa lima semuanya. Tetapi dalam tradisi pewayangan Jawa di kemudian hari, ia hanyalah permaisuri prabu Yudistira saja.

Dropadi
द्रौपदी
"Dewi Dropadi membawa kendi madu". Lukisan India karya Raja Ravi Varma
"Dewi Dropadi membawa kendi madu". Lukisan India karya Raja Ravi Varma
Tokoh dalam mitologi Hindu
NamaDropadi
Ejaan Dewanagariद्रौपदी
Nama lainDrupadi; Draupadi;
Puteri Krishna; Sailandri
AsalKerajaan Panchala

Kisah Dropadi menurut kitab Mahabharata

Mengapa Dropadi bersuami lima orang

Dalam kitab Mahabharata versi India dan dalam tradisi pewayangan di Bali, Dewi Dropadi bersuamikan lima orang, yaitu Panca Pandawa. Pernikahan tersebut terjadi setelah para Pandawa mengunjungi Kerajaan Panchala dan mengikuti sayembara di sana. Sayembara tersebut diikuti oleh para ksatria terkemuka di seluruh penjuru daratan Bharatawarsha (India Kuno), seperti misalnya Karna dan Salya. Para Pandawa berkumpul bersama para ksatria lain di arena, namun mereka tidak berpakaian selayaknya seorang ksatria, melainkan menyamar sebagai Brāhmana. Di tengah-tengah arena ditempatkan sebuah sasaran yang harus dipanah dengan tepat oleh para peserta dan yang berhasil melakukannya akan menjadi istri Dewi Dropadi.

Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, namun satu per satu gagal. Karna berhasil melakukannya, namun Dropadi menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak mau menikah dengan putera seorang kusir. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Setelah Karna ditolak, Arjuna tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan sesuai dengan persyaratan, maka Dewi Dropadi berhak menjadi miliknya. Namun para peserta lainnya menggerutu karena seorang Brāhmana mengikuti sayembara sedangkan para peserta ingin agar sayembara tersebut hanya diikuti oleh golongan ksatria. Karena adanya keluhan tersebut maka keributan tak dapat dihindari lagi. Arjuna dan Bima bertarung dengan ksatria yang melawannya sedangkan Yudistira, Nakula, dan Sahadewa pulang menjaga Dewi Kunti, ibu mereka. Kresna yang turut hadir dalam sayembara tersebut tahu siapa sebenarnya para Brāhmana yang telah mendapatkan Dropadi dan ia berkata kepada para peserta bahwa sudah selayaknya para Brāhmana tersebut mendapatkan Dropadi sebab mereka telah berhasil memenangkan sayembara dengan baik.

 
Dropadi berusaha dihina di muka umum saat Pandawa dan Korawa main dadu

Setelah keributan usai, Arjuna dan Bima pulang ke rumahnya dengan membawa serta Dewi Dropadi. Sesampainya di rumah didapatinya ibu mereka sedang tidur berselimut sambil memikirkan keadaan kedua anaknya yang sedang bertarung di arena sayembara. Arjuna dan Bima datang menghadap dan mengatakan bahwa mereka sudah pulang serta membawa hasil meminta-minta. Dewi Kunti menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Panca Pandawa.

Dropadi saat upacara Rajasuya

Pada saat Yudistira menyelenggarakan upacara Rajasuya di Indraprastha, seluruh ksatria di penjuru Bharatawarsha diundang, termasuk sepupunya yang licik dan selalu iri, yaitu Duryodana. Duryodana dan Dursasana terkagum-kagum dengan suasana balairung Istana Indraprastha. Mereka tidak tahu bahwa di tengah-tengah istana ada kolam. Air kolam begitu jernih sehingga dasarnya kelihatan sehingga tidak tampak seperti kolam. Duryodana dan Dursasana tidak mengetahuinya lalu mereka tercebur. Melihat hal itu, Dropadi tertawa terbahak-bahak. Duryodana dan Dursasana sangat malu. Mereka tidak dapat melupakan penghinaan tersebut, apalagi yang menertawai mereka adalah Dropadi yang sangat mereka kagumi kecantikannya.

Ketika tiba waktunya untuk memberikan jamuan kepada para undangan, sudah menjadi tradisi bahwa tamu yang paling dihormati yang pertama kali mendapat jamuan. Atas usul Resi Bisma, Yudistira memberikan jamuan pertama kepada Sri Kresna. Melihat hal itu, Sisupala, saudara sepupu Sri Kresna, menjadi keberatan dan menghina Sri Kresna. Penghinaan itu diterima Sri Kresna bertubi-tubi sampai kemarahannya memuncak. Sisupala dibunuh dengan Chakra Sudarshana. Pada waktu menarik Chakra, tangan Sri Kresna mengeluarkan darah. Melihat hal tersebut, Dewi Dropadi segera menyobek kain sari-nya untuk membalut luka Sri Kresna. Pertolongan itu tidak dapat dilupakan Sri Kresna.

Dropadi dipermalukan di muka umum

Berkas:DraupadiDhusasa.jpg
Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna

Setelah menghadiri upacara Rajasuya, Duryodana merasa iri kepada Yudistira yang memiliki harta berlimpah dan istana yang megah. Melihat keponakannya termenung, muncul gagasan jahat dari Sangkuni. Ia menyuruh keponakannya, Duryodana, agar mengundang Yudistira main dadu dengan taruhan harta, istana, dan kerajaan di Indraprastha. Duryodana menerima usul tersebut karena yakin pamannya, Sangkuni, merupakan ahlinya permainan dadu dan harapan untuk merebut kekayaan Yudistira ada di tangan pamannya. Duryodana menghasut ayahnya, Dretarastra, agar mengizinkannya bermain dadu. Yudistira yang juga suka main dadu, tidak menolak untuk diundang.

Yudistira mempertaruhkan harta, istana, dan kerajaannya setelah dihasut oleh Duryodana dan Sangkuni. Karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, maka ia mempertaruhkan saudara-saudaranya, termasuk istrinya, Dropadi. Akhirnya Yudistira kalah dan Dropadi diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryodana. Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi, namun Dropadi menolak. Setelah gagal, Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Dropadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.

Suami dan keturunan

Dalam kitab Mahabharata versi aslinya, dan dalam tradisi pewayangan di Bali, suami Dropadi berjumlah lima orang yang disebut Pandawa. Dari hasil hubungannya dengan kelima Pandawa ia memiliki lima putera, yakni:

  1. Pratiwinda (dari hubungannya dengan Yudistira)
  2. Sutasoma (dari hubungannya dengan Bima)
  3. Srutakirti (dari hubungannya dengan Arjuna)
  4. Satanika (dari hubungannya dengan Nakula)
  5. Srutakama (dari hubungannya dengan Sahadewa)

Kelima putera Pandawa tersebut disebut Pancawala atau Pancakumara.

Dropadi dalam pewayangan Jawa

 
Dewi Dropadi dalam wujud wayang Jawa

Dalam budaya pewayangan Jawa, khususnya setelah mendapat pengaruh Islam, Dewi Dropadi diceritakan agak berbeda dengan kisah dalam kitab Mahabharata versi aslinya. Dalam cerita pewayangan, Dewi Dropadi dinikahi oleh Yudistira saja dan bukan milik kelima Pandawa. Cerita tersebut dapat disimak dalam lakon "Sayembara Gandamana". Dalam lakon tersebut dikisahkan, Yudistira mengikuti sayembara mengalahkan Gandamana yang diselenggarakan Raja Dropada. Siapa yang berhasil memenangkan sayembara, berhak memiliki Dropadi. Yudistira ikut serta namun ia tidak terjun ke arena sendirian melainkan diwakili oleh Bima. Bima berhasil mengalahkan Gandamana dan akhirnya Dropadi berhasil didapatkan. Karena Bima mewakili Yudistira, maka Yudistiralah yang menjadi istri Dropadi. Dalam tradisi pewayangan Jawa, putera Dropadi dengan Yudistira bernama Raden Pancawala. Pancawala sendiri merupakan sebutan untuk lima putera Pandawa.

Akulturasi budaya

Menurut Mulyono dalam artikelnya berjudul "Dewi Dropadi:Antara kitab Mahabharata dan Pewayangan Jawa", ia menyatakan bahwa terjadinya perbedaan cerita antara kitab Mahābhārata dengan cerita dalam pewayangan Jawa karena pengaruh perkembangan agama Islam di tanah Jawa[1]. Setelah Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu runtuh, munculah Kerajaan Demak yang bercorak Islam. Pada masa itu, segala sesuatu harus disesuaikan dengan hukum agama Islam. Pertunjukan wayang yang pada saat itu sangat digemari oleh masyarakat, tidak diberantas ataupun dilarang melainkan disesuaikan dengan ajaran Islam. Menurut hukum Islam, seorang wanita tidak boleh memiliki suami lebih dari satu. Maka dari itu, cerita Dewi Dropadi dalam kitab Mahābhārata versi asli yang bercorak Hindu menyalahi hukum Islam. Untuk mengantisipasinya, para pujangga ataupun seniman Islam mengubah cerita tersebut agar sesuai dengan ajaran Islam.

Catatan kaki

  1. ^ "Dewi Dropadi:Antara kitab Mahabharata dan Pewayangan Jawa". Artikel dalam Warta Hindu Dharma No.290 edisi Juli 1991

Bacaan rujukan

  • "Dewi Dropadi: Antara di Kitab Mahābhārata dan Pewayangan Jawa". WHD no.290 edisi Juli 1991. (artikel ditulis oleh Mulyono)

Pranala luar