Antropologi Lingkungan

Halaman pengalihan

Mengalihkan ke:

Antropologi dan Ekologi memiliki hubungan yang sangat erat karena keduanya mempelajari hubungan antara kehidupan manusia dan dampaknya terhadap lingkungan alam. [1]

Ahli pertama yang mencetuskan lahirnya antropologi ekologi adalah Julian Steward yang berasal dari Amerika Serikat (1955). Ia mengkaji  mengenai saling keterkaitan antara perubahan sosial dengan lingkungan, bahwa sebenarnya perubahan sosial (social change) juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, sosial-budaya, binaan).

Antropologi adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajarai manusia dengan segala unsur kebudayaannya. Sedangkan ekologi mempelajari mengenai lingkungan hidup. Jadi antropologi ekologi mempelajari bagaimana manusia hidup dengan kebudayaannya yang terwujud dalam bentuk (sistem pengetahuan, pola pikir, tingkah laku, nilai-nilai dalam masyarakat) yang mempengaruhi lingkungan hidup.

Antropologi ekologi adalah :

  1. Mengkaji permasalahan lingkungan dengan menggunakan konsep-konsep antropologi. Karena permasalahan lingkungan selalu dipengaruhi oleh kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat.
  2. Ilmu lingkungan yang dipahami dengan konsep antropologi, pendekatan antropologi, teori antropologi.

Hubungan Ekologi dengan Ilmu Pengetahuan

sunting

Munculnya ekologi ini tentunya sangat membantu proses pelestarian lingkungan, karena pada awal kemunculan ekologi atau sebelum terkenalnya ekologi, jarang orang memperhatikan lingkungan. Sebagian besar naturalis tidak menganggap menembak hewan untuk mempelajarinya bahwa hal itu salah. Selain itu pada abad ke- 19, tradisi memperlakukan hidupan liar sebagai sumber daya alam yang dapat diperbarui terus berlanjut. Hingga abad ke- 20 dimulai, peristiwa-peristiwa semacam itu membantu berkembangnya cara pandang baru pada alam. Salah satu pandangan murni pragmatik: untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya alam, sumber-sumber itu terkadang harus dilestarikan. Pandangan kedua atau yang disebut preservasionisme melibatkan perubahan cara berpikir yang lebih fundamental dimana gagasan bahwa alam memiliki nilai intrinsik dan harus dilindungi demi alam itu sendiri. Kedua pandangan itu merupakan bagian penting dari environmentalisme saat ini. Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita simpulkan kehadiran ekologi sangat mempengaruhi pemikiran manusia dalam hal pelestarian lingkungan. Setelah munculnya ekologi, manusia tidak lagi melakukan perburuan liar dan tentunya hal tersebut berimbas pada populasi hewan tersebut. Hal tersebut juga membuktikan bahwa ekologi memiliki hubungan erat dengan pelestarian lingkungan.

Adapula terdapat hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa Partisipasi sesorang dalam melestarikan lingkungan dapat dipengaruhi oleh pemahaman konsep ekologi dan etika lingkungan. Dengan demikian berarti makin tinggi pemahaman konsep ekologi dan makin tinggi etika lingkungan, makin tinggi pula Partisipasi seseorang dalam melestarikan lingkungan. Sebaliknya semakin rendah pemahaman konsep ekologi dan makin rendah etika lingkungan, semakin rendah pula partisipasi seseorang dalam melestarikan lingkungan tersebut. Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Otto Soemarwoto bahwa pemahaman konsep ekologi adalah kelangsungan hidup makluk hidup yang mengedepankan hubungan timbal balik antara manusia dengan makluk hidup lainnya di muka bumi. Etika lingkungan adalah kepedulian manusia terhadap lingkungan yang tidak berpusat pada diri individu dengan status moral. Manusia tidak boleh merusak lingkungan karena mereka memiliki moral.[2]

Pendekatan Ekologi Budaya dalam Antropologi

sunting

Pengakuan pertama tentang multi-linearitas perubahan budaya mengarah pada teori utama pertama tentang interaksi antara manusia dan lingkungan mereka: determinisme lingkungan . Determinisme lingkungan mengatakan bahwa lingkungan lokal di mana orang tinggal memaksa mereka untuk memilih metode produksi pangan dan struktur masyarakat. Masalahnya adalah bahwa lingkungan berubah terus-menerus, dan orang membuat pilihan tentang bagaimana beradaptasi berdasarkan berbagai persimpangan yang berhasil dan tidak berhasil dengan lingkungan. Ekologi budaya muncul terutama melalui karya antropolog Julian Steward, yang karyanya di barat daya Amerika membawanya untuk menggabungkan empat pendekatan: penjelasan budaya dalam hal lingkungan di mana ia ada; hubungan budaya dan lingkungan sebagai proses yang berkelanjutan; pertimbangan lingkungan skala kecil, daripada wilayah berukuran area budaya; dan hubungan ekologi dan evolusi budaya multi-linear. Steward menciptakan ekologi budaya sebagai istilah pada tahun 1955, untuk menyatakan bahwa (1) budaya di lingkungan yang sama mungkin memiliki adaptasi yang sama, (2) semua adaptasi berumur pendek dan terus-menerus menyesuaikan diri dengan kondisi lokal, dan (3) perubahan dapat menguraikan budaya sebelumnya atau menghasilkan budaya yang sama sekali baru.[3]

Manfaat Ekologi bagi Manusia dan lingkungan hidup

sunting

Berikut adalah beberapa manfaat ekologi dalam pengaplikasian nya sehari-hari :

  • Makhluk hidup tersebar dari dasar samudera terdalam hingga pegunungan tertinggi. Tentu saja, keanekaragaman hayati ini harus dieksplorasi oleh manusia. Selain untuk menginventarisasi jenis-jenis makhluk hidup tersebut dan memperkaya pengetahuan manusia akan spesies makhluk hidup, cara hidup makhluk hidup dan lingkungannya teresebut dapat dipelajari untuk kemudian dapat dimanfaatkan manusia.
  • Ingatkah kita akan penggunaan DDT pada sekitar tahun 1970-1980an? Untuk memberantas hama maka ditemukanlah suatu pestisida yang dinamakan DDT. DDT ini sangat ampuh memberantas hama serangga secara global dalam watu yang lama. Namun setelah bertahun-tahun digunakan, dampak ekologis mulai terasa. Setelah penggunaan jangka panjang, maka serangga menjadi resisten dan bahkan DDT dapat ditemukan di mana saja hingga dalam air susu manusia. Rachel Carson, seorang penulis akhirnya membuat buku berjudul Silent Spring yang menggaris bawahi tak terdengarnya burung-burung di musim semi. Ternyata hal ini disebabkan oleh DDT yang merusak telur burung. Akhirnya DDT diberhentikan penggunaanya setelah dampak ekologis menjadi global.
  • Manusia sebagai makhluk omnivora merupakan tingkatan tertinggi dalam jaring-jaring makanan. Seperti yang kita ketahui bahwa seluruh materi di muka bumi ini ada dalam satu siklus. Dalam ilmu ekologi dijelaskan bahwa makanan yang kita konsumsi merupakan untaian materi dari makhluk hidup lain mulai dari produsen, konsumen primer, hingga konsumen sekunder atau tersier. Semakin tinggi tingkatan tropik maka akan semakin sedikit energi yang diserap. Artinya semakin banyak jumlah makhluk hidup dalam tingkatan tropik di bawahnya untuk memenuhi kebutuhan makhuk hidup dengan tingkat tropik atas.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ "Hubungan antropologi dengan ekologi - Antropologi". gurumuda.net. 2023-12-28. Diakses tanggal 2024-02-17. 
  2. ^ Indah Sari, Amelia (2022). "HUBUNGAN EKOLOGI DENGAN PELESTARIAN LINGKUNGAN". Jurnal Lingkungan. 
  3. ^ "Apa itu Ekologi Budaya?". Apa itu Ekologi Budaya?. 2018-09-26. Diakses tanggal 2024-02-17. 
  4. ^ "9 Manfaat Ekologi bagi Manusia dan Lingkungan Hidup". DosenBiologi.com. 2015-10-26. Diakses tanggal 2024-02-18.