Harmoni dalam musik barat adalah salah satu teori musik yang mengajarkan bagaimana menyusun suatu rangkaian akord-akord agar musik tersebut dapat enak didengar dan selaras. Harmoni mempelajari tentang penggunaan berbagai nada secara bersamaan untuk membentuk akord musik yang selaras. Studi ini sering merujuk kepada progresi harmonik. Progresi harmonik adalah gerakan dari satu nada ke nada yang lain dengan prinsip-prinsip struktural yang mengatur progresi tersebut. Harmoni musik juga dikenal sebagai tatanan bermusik dunia.

Sejarah Lahirnya Harmoni

sunting

Notasi Gregorian Tahun 590

sunting

Notasi musik lahir pada tahun 590 yang disebut Notasi Gregorian, yang ditemukan oleh Paus Gregorius I sebelum musik mengalami kegelapan, tidak ada peninggalan tertulis. Pada masa hidupnya Paus Gregori telah menyalin ratusan lagu-lagu gereja dalam notasi gregorian tersebut. Notasi ini memakai 4 garis sebagai not balok, tetapi belum ada notasi iramanya (hitungan berdasarkan perasaan penyanyi. Pada bagian ini sifat lagu masih sebagai lagu tunggal atau monofoni.

Musik Organum 1150-1400

sunting

Pada awalnya orang menyanyi dengan nada yang sama, atau disebut dengan organum, nada atas dinyanyikan oleh wanita atau anak-anak, sedangkan nada rendah dinyanyikan oleh laki-laki. Hal tersebut yang membuat terjadinya susunan lagu berjarak oktaf, suara tinggi (wanita/anak-anak), dan suara rendah (laki-laki).

Musik Discant 1400-1600

sunting

Ternyata tidak semua dapat mengikuti suara tinggi atau suara rendah. Oleh karena itu, suara yang kuart lebih rendah mengikuti melodi, kuart tinggi maupun kuart rendah, dan musik yang demikian ini disebut musik diafoni (dia=dua, foni=suara).

Basso Ostinato Tahun 1600

sunting

Orang-orang Italia pada tahun sekitar 1600 menemukan apa yang disebut Basso Ostinato atau Bass yang bergerak gendeng atau gila. Rangkaian nada-nadanya bergerak selangkah demi selangkah ke bawah atau ke atas, kemudian diulang pada rangkaian nada lain secara bersama-sama.

Musik Polifoni Era Barok 1600-1750

sunting

Pada masa-masa ini suara yang mengikuti melodi terkesan membosankan, hingga tercetuslah suara-suara yang tidak bergerak sejajar dengan melodi dan berlawanan arah. Komponis Giovani Perluigi da Palestrina (1515-1594) adalah perintis tentang hal ini dan disusun sebuah teori mengenai musik melodi banyak (polifoni). Setiap nada atau titik (punctus=point) bergerak secara mandiri atau berlawanan (counter). Hal tersebut menghasilkan lahirnya teori kontrapung (counterpoint=kontrapunt).

Johan Sebastian Bach (1685-1750) adalah salah satu empu musik polifoni dengan teknik kontrapung yang sangat tinggi karena disusun seperti matematik. Hampir semua komponis Era Barok (1600-1750) menyusun dengan teknik kontrapun, misalnya George Frederic Handle (1685 – 1759) dari Inggris, Antonio Vivaldi (1678 - 1741) dari Italia, yang lain George Philipp Telemann, Arcangelo Corelli, Henry Purcell, Domenico Scarlatti, Jean-Philippe Rameau, dlsb. Contoh lagu rakyat dengan gaya polifoni adalah Bapak Yakub.

Pada awalnya orang menyusun dengan Kontrapung Terikat atau Strict Counterpoint, namun kemudian mendapat kebebasan berdasarkan teori Kontrapung Bebas atau Free Counterpoint.

Musik Homofoni Era Klasik 1750-1825

sunting

Selanjutnya pada Era Klasik (1750-1825) ditemukan susunan akord yang berdasarkan tri-suara (triad). Susunan tersebut kemudian berkembang dengan empat suara atau lebih. Musik yang demikian disebut Musik Homofoni, musik kontrapung yang menjadi variasi melodi yang kontrapuntis.

Para komponis Era Klasik (1750-1825) adalah Carl Philipp Emmanuel Bach dan Johann Christian Bach (anak-anak JS Bach yang tidak mengikuti sang ayah yang polifoni), Johann Stamitz, Franz Joseph Haydn, Wolfgang Amadeus Mozart, Luigi Boccherini, Christoph von Gluck, Franz Schubert, Wolfgang Amadeus Mozart (si anak ajaib) dan Ludwig van Beethoven (maestro yang tuli).

Musik Era Klasik didominasi dengan karya Konserto, Sonata, Symphony, Variasi, Lagu (Lied), dlsb.

Teori Harmoni Dasar 1750 - 1825

sunting

Teori harmoni dasar antara lain adalah:[1][2][3]

Trisuara dan Tingkatannya

sunting

Trisuara atau Triad

sunting

Apabila kita membangun tiga nada yang berjarak masing-masing terts di atas suatu nada alas, maka akan diperoleh suatu akord yang disebut tri-suara atau triad.

Tingkatan Trisuara

sunting

Untuk masing-masing nada dari suatu tangga nada dapat dibentuk tri-suara, dengan masing-masing tingkatan sebagai berikut:

  1. Nada I disebut Tonik
  2. Nada II disebut Super-Tonik
  3. Nada III disebut Median
  4. Nada IV disebut Sub-Dominan
  5. Nada V Dominan
  6. Nada VI Sub-Median
  7. Nada VII Leading tone
  8. Nada VIII Oktav

Rangkaian Harmoni

sunting

Nada Tambahan

sunting

Agar nada-nada lain yang tidak termasuk dalam nada harmoni dapat dipakai bersamaan, maka dibuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut ini:

  1. Nada yang berada di antara dua nada harmoni pada waktu melodi bergerak ke atas atau ke bawah disebut nada sisipan (passing note), karena berada di antara nada harmoni tersebut.
  2. Nada yang berada di antara nada harmoni pada waktu melodi bergerak ke atas atau ke bawah tetapi pada pukulan kuat disebut nada pendahulu (appogiatura) karena berada di antara nada harmoni tersebut, tetapi pada hitungan yang kuat.
  3. Nada yang berada di antara dua nada harmoni yang sama. Jadi, pada waktu melodi bergerak ke atas atau ke bawah kemudian kembali lagi disebut nada bantu (auxiallary note karena berada di antara nada harmoni di mana nada tersebut kembali lagi semula.
  4. Nada yang berada di antara nada harmoni pada waktu melodi bergerak secara bergantian ke atas atau ke bawah disebut nada ganti (changing note) karena secara berganti arah.

Kadensa

sunting

Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni sebagai penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut.

  1. Kadensa dengan rangkaian Dominan Septim - Tonik disebut sebagai Kadensa Sempurna, karena sempurna menutup rangkaian tersebut dan terasa berhenti sempurna.
  2. Tetapi kalau akord Dominan menjadi akhir rangaian, maka disebut Kadensa Tidak Sempurna atau Setengah Kadensa, misalnya rangkaian Super Tonik - Dominan Septim.
  3. Kalau rangkaian harmoni diakhiri pada Sub-Median, maka disebut Kadensa Terputus, misalnya Doninan Septim - Submedian.
  4. Dalam rangkaian Subdominan - Tonik disebut Kadensa Plagal, mempunyai sifat sendu seperti kalau kita mengucap "Amin" dalam salat.
  5. Kadensa Keroncong, khusus dikembangkan dalam musik keroncong, yaitu rangkaian harmoni tonik septim - subdominan - dominan septim - tonik.

Tierce de Picardie

sunting

Kalau dalam suatu tangga nada minor, kemudian masuk tangga nada mayor, di mana nada terts minor menjadi terts mayor, maka hal ini disebut dengan Tierce de Picardie.

Modulasi

sunting

Modulasi adalah pergantian dari satu tangga nada ke tangga nada lain. Hal ini sering dilakukan di tengah-tengah lagu.

Rujukan

sunting
  1. ^ Gerald Kenney, ILMU HARMONI, Yogyakarta 1955
  2. ^ Karl-Edmund Prier, ILMU HARMONI, Pusat Liturgi Yogyakarta 1979, Edisi XIV 2006
  3. ^ Sunaryo Joyopuspito, Ilmu HARMONI MUSIK, Bina Musik Remaja Jakarta 2004

Pranala luar

sunting