Parade kuda kosong

Kuda kosong atau Helaran kuda kosong adalah budaya dan tradisi turun temurun di Cianjur. Pertunjukan yang sering disebutkan sebagai tradisi asli Cianjur ini, biasanya diselenggarakan satu tahun sekali. Biasanya di gelar bertepatan dengan hari jadi Kota Cianjur pada tanggal 12 Juli, yang pelaksanaannya sering disatukan dengan perayaan hari Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada 17 Agustus setiap tahunnya.[1]

Latar Sejarah dan Tradisi (Perbedaan Narasi)

sunting

Pawai “kuda kosong” yang sejak dulu digelar pada setiap upacara kenegaraan Cianjur, punya maksud untuk mengenang sejarah perjuangan para Bupati Cianjur tempo dulu.[2] Dari sumber-sumber yang tersedia mengenai kisah ini dapat dikelompokkan menjadi dua versi, yaitu versi kisah yang berasal dari cerita lisan dan versi naskah babad. Keduanya memiliki narasi yang cukup berbeda.

Versi Cerita Lisan

sunting

Narasi kisah Kuda Kosong cenderung bertitik berat pada sumber cerita lisan secara turun temurun. Saat Cianjur dijabat Bupati R.A. Wira Tanu seorang Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil palawija kepada Sunan Mataram di Jawa Tengah.[3]

Dalam versi cerita lisan tersebut, Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II yang dianggap sakti mandragunalah yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan upeti tadi. Jenis upeti adalah sebutir beras, lada, dan sebutir cabai. Sambil menyerahkan tiga butir hasil palawija itu, Kangjeng Dalem Pamoyanan selalu menyatakan bahwa rakyat Cianjur miskin hasil pertaniannya. Biar miskin, rakyat Cianjur punya keberanian besar dalam perjuangan bangsa, sama seperti pedasnya rasa cabai dan lada.[4]

Konon, karena pandai diplomasi, Kangjeng Sunan Mataram memberikan hadiah seekor kuda kepada Dalem Pamoyanan. Seekor kuda jantan diberikan untuk sarana angkutan pulang dari Mataram ke Cianjur. Penghargaan besar Sunan Mataram terhadap Kangjeng Dalem Pamoyanan membuat kebanggan tersendiri bagi rahayat Cianjur waktu itu.[5]

Jiwa pemberani rakyat Cianjur seperti yang pernah disampaikan Kanjeng Dalem Pamoyanan kepada Sultan Mataram membuahkan kenyataan. Sekitar 50 tahun setelah peristiwa seba itu, ribuan rakyat Cianjur ramai-ramai mengadakan perlawanan perang gerilya terhadap penjajah Belanda. Dengan kepemimpinan Dalem Cianjur Rd. Alith Prawatasari, barisan perjuang di setiap desa gencar melawan musuh, sampai-sampai Pasukan Belanda sempat ngacir ke Batavia (sekarang Jakarta).

Berdasarkan tuturan lisan yang disampaikan oleh beberapa narasumber sesepuh di Cianjur, konon setelah peristiwa pertemuan perwakilan Pamoyanan dengan Sultan Mataram, maka Pamoyanan (Cianjur) dianggap bebas membayar upeti.[6]

Versi Naskah Babad Cikundul

sunting

Kuda kosong sebagai sebuah tradisi disebutkan dalam naskah Babad Cikundul atau dalam judul lain Babad Menak Sunda koleksi Perpustakaan Nasional RI yang diteliti oleh Asep Saeful Azhar, Aditia Gunawan, dan Yukeu Yuliani M. (2023)[7], dan judul lain Sejarah Cikundul hasil penelitian Sigit Widyanto dkk. (1999)[8]. Aspek metafisika Kuda Kosong dalam Babad Cikundul disebutkan dalam pada ke-35 dan 36 yang menyebutkan bahwa dalam setiap acara perayaan selalu menggunakan koda kosong. Kuda itu didandani dengan berbagai hiasan dan dipercayai ditunggangi oleh leluhur, yaitu Eyang Surya Kancana.

Bahasa Sunda[7] Terjemahan[9]

[35] Kaula nurutkeun tauladan,
ngan ngeunahkeun kana dangding,
kitu asal pusakana,
malah-malah eunggeus galib,
baheula nini aki,
nu asal pancer Cikundul,
ari anu kariyaan,
sumawon mungguh bupati,
kudu baé maké kuda kosong téa.

[35] Saya mengikuti teladan,
menyesuaikan ke dalam dangding,
demikan asal pusakanya,
malah sudah dianggap lumrah,
dahulu nenek kakek,
yang berasal dari keturunan Cikundul,
jika ada acara perayaan,
demikian juga bupati,
harus selalu menggunakan kuda kosong,

[36] Kuda téh dirarahaban,
dipayungan jeung diaping,
leumpang hareupeun jampana,
atawa tukangeun jalmi,
/hlm.6/ saur nini aki,
baris tunggangan karuhun,
éyang Surya Kancana,
Malah saur ibu Uti,
mun teu kitu rajeun sok meunang cilaka.

[36] Kuda itu dihias,
dipayungi dan dipandu,
berjalan di depan tandu,
atau di belakang dokar.
Menurut kisah nenek-kakek,
(kuda itu) akan ditunggangi oleh leluhur,
(yaitu) Eyang Surya Kancana,
malah kata ibu Uti,
jika tidak begitu, akan mendapatkan celaka

Kisah perjalanan utusan dari Pamoyanan Cianjur ke keraton Mataram memang disebutkan dalam naskah Babad Cikundul, namun tidak ada narasi bahwa Sultan Mataram memberikan seekor kuda kepada utusan dari Pamoyanan, melainkan dua benda, yaitu: pisalin sapangadeg (sepasang pakaian [adat Jawa]), dan pendok emas (hiasan keris warangka berbahan emas).

Bahasa Sunda[7] Terjemahan[10]

[96] Sénapati maparin pisalin,
sapangadeg jeung hiji pendok mas,
Arya Kidul langkung atoh,
geus kaidinan mundur,
di jalanna nya kitu deui,
lilana tilu bulan nepi ka Cianjur,
barang datang dikukusan,
jeung dibura ku nini paraji,
ngumpulkeun pangajian.

[96] Senapati memberikan pakaian untuk ganti,
sepasang dan pendok keris berbahan emas.
Arya Kidul sangat gembira.
setelah diizinkan pulang,
di jalannya seperti tadi,
tiga bulan lamanya sampai ke Cianjur.
ketika tiba diasapi wewangian,
dan disembur air oleh nenek paraji,
mengumpulkan kesadaran,

Selain itu, alih-alih bebas membayar upeti, justru sejak itulah Cianjur wajib membayar upeti kepada Mataram sebagai tanda tunduk ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram. Bahkan ketika berangkat untuk menyerahkan upeti kepada Mataram, sering kali satu rombongan dengan Dipati Ukur, bupati Bandung.[11]

Bahasa Sunda[7] Terjemahan[12]

[99] Ti harita kaluar upeti,
ti Cianjur ka ratu Mataram,
tapi hanteu pati gedé,
ngadeuheus unggal taun,
ka Mataram pertanda ngabdi,
sok rajeun sasarengan,
jeung Dipati Ukur,
ari datang ka Mataram,
perbupati ngadeuheus ka jero puri,
hémpak sila di latar.

[99] Sejak saat itu keluar upeti,
dari Cianjur kepada Raja Mataram,
tetapi tidaklah besar,
datang setiap tahun,
kepada Mataram menjadi abdi,
sering kali bersama-sama,
dengan Dipati Ukur,
jika tiba ke Mataram, para bupati,
datang ke dalam keraton,
duduk bersila di latar,

Perlengkapan Parade

sunting

Aksesoris kuda

sunting

Peralatan yang digunakan sebagai aksesoris kuda adalah aksesoris kepala dan kaki, penutup badan kuda, serta bunga yang wana-warni.[13] Penambahan bunga warna-warni pada badan kuda sebagai pemanis agar terlihat lebih cantik dan menarik.[14][15]

Payung

sunting

Dalam pawai helaran Kuda Kosong ada dua payung yang digunakan, payung tersebut bentuknya seperti payung untuk pengantin atau payung yang digunakan di kerajaan. Payung tersebut digunakan sebagai simbol memayungi bupati Cianjur dan satu payung lain digunakan untuk memayungi kuda agar lebih menarik untuk disaksikan.[14]

Penuntun Kuda Kosong

sunting

Penuntun kuda memakai baju terusan atau terkenal dengan sebutan gamis, dengan memakai luaran sepanjang baju gamis tersebut dan memakai aksesoris ikat kepala atau turban dan memakai sandal.[14]

Prajurit

sunting

Prajurit yang berperan adalah prajurit pembawa upeti, pohon saparantu, dan keris.[13] Perlengkapan yang dibawa yaitu tombak dan umbul-umbul untuk mendukung peran mereka sebagai prajurit.[14]

Tradisi

sunting

Untuk mengenang perjuangan Kangjeng Dalem Pamoyanan yang pandai diplomasi itu, setiap diadakan upacara kenegaraan di Cianjur selalu digelar upacara kuda kosong.[16] Maksud seni warisan leluhur itu untuk mengenang perjuangan pendahulu kepada masyarakat Cianjur sekarang, hal ini akhirnya menjadi suatu perayaan tradisi tahunan bagi warga Cianjur.

Perayaan

sunting

Pementasan kuda kosong, biasanya diadakan setahun sekali, yaitu pada acara kenegaraan, seperti menyambut hari jadi kota Cianjur, yang bertepatan dengan parade atau Pawai Pembangunan, yang di ikuti oleh berbagai elemen di kota cianjur, dan mempertunjukan beberapa atraksi kendaraan hias, produk - produk unggulan Cianjur, kesenian daerah, khusus nya kesenian asli Cianjur, seperti calung, pencak silat Maen po,qasidah, drumband, dll. Arak - arakan atau pawai ini mengelilingi kota cianjur, yang biasanya dimulai dari depan Pendopo kabupaten cianjur, terus melintasi beberapa jalan protokol. dan Kuda kosong selalu menempati barisan pertama parede tersebut.[17]

Pelestarian budaya

sunting

Tak sedikit seni budaya Cianjur hilang dan terancam mati. Seperti seni bangkong reang di Kec. Pagelaran, seni tanjidor di Kec. Cilakongkulon, goong renteng di Kec. Agrabinta, seni rudat di Kec. Kadupandak, dan seni reak di Kec. Cibeber. Bahkan, seni Tembang Cianjuran sebagai warisan budaya ciptaan Kangjeng Raden Aria Adipati Kusumaningrat atau Dalem Pancaniti Bupati Cianjur (1834-1861) benar-benar hampir terancam kepunahan.

Referensi

sunting
  1. ^ www.kabarcianjur.com
  2. ^ "www.cianjurcybercity.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-22. Diakses tanggal 2012-09-25. 
  3. ^ "Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur". Traveler Cianjur. Diakses tanggal 2024-10-31. 
  4. ^ "Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur". Traveler Cianjur. Diakses tanggal 2024-10-31. 
  5. ^ "Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur". Traveler Cianjur. Diakses tanggal 2024-10-31. 
  6. ^ Selamet, Ikbal. "Asal Usul Kuda Kosong dan Cerita Diplomasi Cianjur-Kerajaan Mataram". detikjabar. Diakses tanggal 2024-10-01. 
  7. ^ a b c d "BABAD MENAK SUNDA (121b PLT 15)". bintangpusnas.perpusnas.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-23. 
  8. ^ Kebudayaan;, Indonesia Departemen Pendidikan dan (1999). Sejarah Cikundul Kajian Sejarah dan Nilai Budaya (PDF) (dalam bahasa Indonesia). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 
  9. ^ Nurwansah, Ilham; Rijal Nasrullah, Ahmad (2024). Babad Menak Sunda (121b PLT 15): Alih Bahasa. 
  10. ^ Nurwansah, Ilham; Rijal Nasrullah, Ahmad (2024). Babad Menak Sunda (121b PLT 15): Alih Bahasa. 
  11. ^ "Cianjur Tidak Pernah Bebas Bayar Upeti ke Mataram – iNurwansah". 2024-07-13. Diakses tanggal 2024-10-01. 
  12. ^ Nurwansah, Ilham; Rijal Nasrullah, Ahmad (2024). Babad Menak Sunda (121b PLT 15): Alih Bahasa. 
  13. ^ a b https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/dashboard/media/Buku%20Penetapan%20WBTb%202018.pdf. Hal. 141
  14. ^ a b c d "DOKUMENTASI BUDAYA "KUDA KOSONG" CIANJUR RANCANG BANGUN BIBLIOGRAFI BERANOTASI SEBAGAI LITERASI DOKUMENTASI BUDAYA, KESENIAN" (PDF). webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal 2020-09-16. 
  15. ^ "Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur". Traveler Cianjur. Diakses tanggal 2024-10-31. 
  16. ^ "www.inilahjabar.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-30. Diakses tanggal 2012-09-25. 
  17. ^ "Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur". Traveler Cianjur. Diakses tanggal 2024-10-31. 

Pranala luar

sunting