Peristiwa 19 November

Peristiwa 19 November merupakan suatu peristiwa di awal Revolusi Nasional Indonesia dimana iring-iringan kendaraan Belanda disergap pemuda Indonesia di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, tanggal 19 November 1945.

Peristiwa 19 November
Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia
Tanggal19 November 1945
LokasiKabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara
Hasil Kemenangan Indonesia
Pihak terlibat
Indonesia Indonesia Belanda Belanda
Korban
1 tewas
1 luka berat
2 tewas
2 tertangkap

Latar belakang

sunting

Pemuda di Kabupaten Kolaka menyatakan bahwa Kolaka merupakan wilayah Republik Indonesia pada tanggal 17 September 1945, sebulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Organisasi pelaskaran PKR (Pembela Keamanan Rakyat) kemudian dibentuk, dan para pemuda Kolaka (dibawah organisasi PRI, Pemuda Republik Indonesia) mencoba menyebarkan kekuasaan Indonesia ke wilayah lain di Sulawesi Tenggara, seperti Kendari.[1] PKR sendiri dipimpin oleh sekumpulan bekas serdadu KNIL yang diasingkan Jepang ke tambang-tambang nikel di Pomalaa. Tentara Jepang di Kolaka sempat berupaya membuang senjata mereka ke laut supaya tidak direbut oleh para pemuda, tetapi PKR berhasil memperoleh senjata tersebut dengan bantuan penyelam.[2]

Pada bulan Oktober, perwakilan PRI telah berhasil menaikkan bendera merah putih di Kendari, namun bulan berikutnya tentara Australia bersama NICA mendarat di Kendari, dan memulihkan kekuasaan Belanda di sana.[1] Meskipun dengan dukungan tersebut, Belanda tidak berhasil mengendalikan wilayah Sulawesi Tenggara sepenuhnya, dan untuk memperkuat kendali mereka sejumlah tentara KNIL yang tadinya akan ditugaskan ke Palopo dikirim ke Kendari.[3]

Peristiwa

sunting

Pada tanggal 19 November, NICA mengirim sejumlah serdadu beserta iring-iringan kendaraan ke Pomalaa untuk menjemput bekas serdadu KNIL (yang telah bergabung ke PKR), mengabaikan protes para pemuda yang menganggap NICA melanggar kedaulatan Indonesia. Karena itu, PKR memutuskan untuk menghadang iring-iringan tersebut di jalan, dan sekitar 1,000 orang dikerahkan, sebagian bersenjata tradisional (seperti parang, keris, bambu runcing dsb).[4]

Saat kembali, iring-iringan tersebut bertambah satu peleton tentara Jepang, dan mereka disergap oleh para pemuda. Tentara Jepang langsung menyerah, sementara tentara Belanda yang diserang dari segala arah tercerai-berai. 2 orang tentara NICA tewas dalam sergapan tersebut dan 2 orang tertangkap, sementara seorang pemuda gugur dan satu lagi luka parah.[5]

Kelanjutan

sunting

Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, kedua tahanan dan jenazah NICA dikembalikan ke tentara Australia di Kendari seusai perundingan, namun para pemuda tetap memegang senjata mereka.[6] Kolaka direbut oleh NICA setelah pertempuran tanggal 5 Februari 1946, tetapi BKR mundur ke pedesaan dan memulai perang gerilya yang bertahan sampai tahun 1948.[7]

Jangka panjang

sunting

Meskipun peristiwa tersebut tidak sebesar Pertempuran Surabaya yang meletus sembilan hari sebelumnya, peristiwa ini terkenal di Kolaka itu sendiri. Kelurahan 19 November di Kecamatan Wundulako dinamakan berdasarkan tanggal peristiwa tersebut, dan juga Universitas Sembilanbelas November Kolaka.[8] Tugu 19 November di Kolaka juga memperingati peristiwa ini.[9]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Chalik dkk. 1983, hlm. 61-63.
  2. ^ Chalik dkk. 1983, hlm. 105-108.
  3. ^ van der Wal, S.L.; Drooglever, P.J.; Schouten, M.J.B. (1971). Officiële Bescheiden betreffende de Nederlands-Indonesische Betrekkingen 1945-1950 Deel 2, 9 november - 31 december 1945 [Dokumen-dokumen resmi mengenai hubungan Belanda-Indonesia 1945-1950; Jilid 2, 9 November - 31 Desember 1945] (dalam bahasa Belanda). Nijhoff. hlm. 223–224. 
  4. ^ Chalik dkk. 1983, hlm. 111-112.
  5. ^ Chalik dkk. 1983, hlm. 113-114.
  6. ^ Chalik dkk. 1983, hlm. 115-119.
  7. ^ Chalik dkk. 1983, hlm. 120-134.
  8. ^ "19 November, Hari Bersejarah Kolaka". Kolaka Pos. 19 November 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-11. Diakses tanggal 14 April 2020. 
  9. ^ "Dalam Rangka Memperingati Peristiwa Sejarah 19 November 1945, Kolaka Gelar Napaktilas". Koran Sultra. 18 November 2016. Diakses tanggal 14 April 2020. 

Sumber

sunting