Suku Makian

suku bangsa di Indonesia

Suku Makian (Makeang) adalah kelompok etnis yang berasal dari Pulau Makian di wilayah utara Kepulauan Maluku.[2] Suku Makian terbagi dalam dua sub-suku, yaitu Makian Barat dan Makian Timur. Keduanya mempunyai bahasa yang berbeda, yaitu bahasa Jitine dan bahasa Tabayana. Jumlah populasinya sekitar 20.000 jiwa. Kelompok Jitine menyebut Pulau Makian dengan nama Moi, sedangkan kelompok Tabayana menyebutnya dengan nama Taba.

Makian
Makeang
Jumlah populasi
20.000 (2010)
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesia (20.000 di Pulau Makian)[1]
Bahasa
Makian Barat dan Makian Timur
Melayu Maluku Utara
Agama
Kelompok etnik terkait

Mayoritas penduduk Makian berprofesi sebagai petani dengan komoditas utama cengkih, padi, pala, pisang, ubi jalar, jagung, ubi jalar, dan ubi kayu. Sejak zaman dahulu, Pulau Makian terkenal sebagai penghasil cengkih dan pala berkualitas. Sistem pertanian yang dilakukan sebagian sudah menetap dan sebagian lainnya masing menggunakan sistem ladang berpindah.

Demografi

sunting

Kondisi geografis Pulau Makian yang bergunung-gunung ditandai pula oleh adanya sebuah gunung berapi, yaitu Gunung Kie Besi yang telah beberapa kali erupsi dan menelan korban ribuan jiwa, serta harta benda penduduknya. Karena hal itu, pemerintah Indonesia secara bertahap sejak tahun 1975 telah memindahkan sebagian penduduknya ke Malifut di Pulau Halmahera sebagai transmigran lokal. Hal ini juga yang selanjutnya akan berdampak pada konflik sektarian yang terjadi di Kepulauan Maluku.

Jumlah orang Makian menurut data sensus penduduk tahun 1930 adalah 15.236 jiwa. Rinciannya yang menetap di Pulau Makian sebanyak 11.579 jiwa dan selebihnya berada di luar pulau itu. Dalam perjalanan waktu, jumlah itu terus berkembang, namun telah tersebar juga di luar Pulau Makian. Terutama di Moti, Kayoa, Ternate, Tidore, Bacan, dan daratan utama Halmahera. Mereka dikenal sebagai kelompok etnis yang gemar merantau. Hal ini antara lain didorong oleh faktor yang telah dijelaskan di atas, terutama karena wilayahnya yang rentan terhadap bencana alam dan juga karena faktor ekonomi.[3]

Adat dan budaya

sunting

Bahasa

sunting

Orang Makian bertutur dalam dua bahasa yang berbeda dan tidak saling memahami, yaitu bahasa Makian Barat (Jitine) dan Makian Timur (Tabayana). Selain itu, karena didorong juga oleh faktor masyarakatnya yang gemar merantau, orang Makian juga mampu bertutur menggunakan bahasa Melayu Maluku Utara — sebuah ragam kreol yang berakar dari bahasa Melayu dan digunakan di seluruh wilayah Kepulauan Maluku bagian utara.[3]

Bangunan

sunting

Rumah-rumah di desa-desa Pulau Makian didirikan di sepanjang jalan, namun tidak mengelompok. Setiap desa terdiri dari 100 hingga 200 rumah. meskipun ada pula beberapa desa berpenduduk padat yang lebih dari 200 hingga 500 rumah. Bahan bangunan rumah yang ada tidak sama, ada yang berupa gubuk papan, setengah permanen dan ada juga yang permanen. Setiap rumah mempunyai pekarangan yang ditanami sayur-sayuran, pisang, dan lain-lain. Bentuk bangunan rumah di tempat pemukiman yang baru di Malifut semuanya hampir sama. Bangunan umum yang tampak menonjol adalah masjid serta gedung sekolah. Hubungan antar desa biasanya melalui jalur darat, tetapi juga melalui jalur laut.[3]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia (Hasil Sensus Penduduk 2010) [Citizenship Status, Ethnicities, Religions, and Languages of Indonesia (2010 Population Census Result)], Jakarta: Central Bureau of National Statistics of the Republic of Indonesia, 2010 
  2. ^ Hidayah, Zulyani (2015). Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 233. ISBN 978-979-461-929-2. 
  3. ^ a b c Melalatoa, Junus (1995). Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia. hlm. 506.