Direktorat Jenderal Pajak

Pelaksana perpajakan di bawah Menteri Keuangan RI

Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak (disingkat DJP) adalah unit eselon satu di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas mengadministrasikan perpajakan di Indonesia.

Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan
Republik Indonesia
Susunan organisasi
Direktur JenderalSuryo Utomo[1]
Sekretaris Direktorat JenderalIr. Arif Yanuar, M. M.
Direktur
Peraturan Perpajakan IDrs. Hestu Yoga Saksama, Ak.,MBT.
Peraturan Perpajakan IITeguh Budiharto, S.H., L.L.M.Tax.
Pemeriksaan dan PenagihanDodik Samsu Hidayat, S.H., L.L.M.Tax.
Ekstensifikasi dan PenilaianAim Nursalim Saleh, S.T., M.B.A.
Keberatan dan BandingWansepta Nirwanda, S.E., M.M.
Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan PajakIhsan Priyawibawa, Ak., M.B.T.
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan MasyarakatDwi Astuti, S.H., M.Ec.
Data dan Informasi PerpajakanR. Dasto Ledyanto, S.H., M.Si.
Teknologi Informasi dan KomunikasiHantriono Joko Susilo, SP.I., M.Tax.
Transformasi Proses BisnisDr., Ir. Imam Arifin, M.A.
Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya AparaturLucia Widiharsanti
Intelijen PerpajakanBudi Susanto, S.E., M.Si.
Penegakan HukumIr. Eka Sila Kusna Jaya, M.Si.
Perpajakan InternasionalDr. Mekar Satria Utama, S.E., M.P.Acc.
Kantor pusat
Jalan Gatot Subroto, Kavling 40-42, Jakarta 12190
Situs web
pajak.go.id

Sejarah

sunting

Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi, yaitu:

  • Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah;
  • Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara;
  • Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan; dan
  • Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).

Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Demikian juga unit kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB.

Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah) seperti yang ada sekarang ini.

  • 1924 – Djawatan Padjak di bawah Departemen Van Financien berdasar Staatsblad 1924 No. 576 Artikel 3
  • 1942 – Djawatan Padjak di bawah Zaimubu (Djawatan Padjak, Bea Cukai dan Padjak Hasil Bumi)
  • 1945 – berdasarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD Urusan Bea ditangani Departemen Keuangan Bahagian Padjak
  • 1950 – Djawatan Padjak di bawah Direktur Iuran Negara
  • 1958 – Djawatan Padjak di bawah vertikal langsung Departemen Keuangan
  • 1964 – Djawatan Padjak berubah menjadi Direktorat Pajak di bawah pimpinan Menteri Urusan Pendapatan Negara
  • 1965 – Direktorat IPEDA di bawah Ditjen Moneter
  • 1966 – Direktorat Padjak diubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak
  • 1976 – Direktorat IPEDA dialihkan Ke Direktorat Jenderal Pajak
  • 1983 – Tax Reform I berlakunya Self Assesment
  • 1985 – IPEDA berganti nama menjadi Direktorat PBB
  • 2000 – Tax Reform II
  • 2002 – Modernisasi Birokrasi

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan institusi penting di negara ini di mana saat ini dipercaya mengumpulkan sekitar 80% dari dana APBN, ternyata mempunyai sejarah panjang sejak sebelum proklamasi kemerdekaan RI. Sejarah singkat DJP terbagi dalam beberapa periode sebagai berikut:

Pra Proklamasi Kemerdekaan RI

sunting

Pada zaman penjajahan Belanda, tugas pemerintahan dalam bidang moneter dilaksanakan oleh Departemen Van Financien dengan dasar hukumnya yaitu Staatsblad 1924 Number 576, Artikel 3.

Pada masa penguasaan Jepang, Departemen Van Financien diubah namanya menjadi Zaimubu. Djawatan-djawatan yang mengurus penghasilan negara seperti Djawatan Bea Cukai, Djawatan Padjak, serta Djawatan Padjak Hasil Bumi. Ketiganya digabungkan dan berada di bawah seorang pimpinan dengan nama Syusekatjo.

Periode 1945-1959

sunting

Maklumat Menteri Keuangan Nomor 1 Tanggal 5 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa seluruh Undang-undang atau peraturan tentang perbendaharaan Keuangan Negara, pajak, lelang, bea dan cukai, pengadaan candu dan garam tetap menggunakan Undang-Undang atau peraturan yang ada sebelumnya sampai dengan dikeluarkannya peraturan yang baru dari pemerintah Indonesia. Sedangkan Penetapan Pemerintah tanggal 7 Nopember 1945 No. 2/S.D. memutuskan bahwa urusan bea ditangani Departemen Keuangan Bahagian Padjak mulai tanggal 1 Nopember 1945 sesuai dengan Putusan Menteri Keuangan tanggal 31 Oktober 1945 No. B.01/1.

Akhir tahun 1951 Kementerian Keuangan mengadakan perubahan di mana Djawatan Padjak, Djawatan Bea dan Cukai dan Djawatan Padjak Bumi berada di bawah koordinasi Direktur Iuran Negara.

Periode 1960-1994

sunting

Tahun 1964 Djawatan Padjak diubah menjadi Direktorat Pajak yang berada di bawah pimpinan Pembantu Menteri Urusan Pendapatan Negara. Kemudian pada tahun 1966 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U/KEP/11/1966 tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen-Departemen, Direktorat Padjak diubah menjadi Direktorat Djenderal Padjak yang membawahi Sekretariat Direktorat Djenderal, Direktorat Padjak Langsung, Direktorat Padjak Tidak Langsung, Direktorat Perentjanaan dan Pengusutan,dan Direktorat Pembinaan Wilayah.

Tugas Pokok dan Fungsi

sunting

Tugas DJP sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan. Dalam mengemban tugas tersebut, DJP menyelenggarakan fungsi:

  1. perumusan kebijakan di bidang perpajakan;
  2. pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;
  3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan;
  4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan; dan
  5. pelaksanaan administrasi DJP.[2]

Dasar Hukum

sunting

Ketentuan mengenai logo Direktorat Jenderal Pajak tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 865/KMK.03/2018 tanggal 21 Desember 2018.[3]

Makna yang terkandung dalam logo Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut:

1. Bentuk

  • Bentuk luar lebih rounded, melambangkan friendliness dan fleksibilitas
  • Bentuk dalam yang kotak melambangkan aturan yang tegas
  • Dua bentuk identik yang direpresentasikan oleh warna yang berbeda, menggambarkan keadilan yang dijunjung oleh DJP
  • Bentuk secara keseluruhan menggambarkan bahwa DJP yang baru adalah DJP yang bersahabat, namun tetap tegas dan kokoh.

2. Warna

  • Dua unsur warna menggambarkan sinergi antara Wajib Pajak dan Fiskus; Biru untuk DJP dan Kuning untuk Wajib Pajak. Hal ini menggambarkan pentingnya sinergi dari kedua belah pihak untuk menjalankan tugas penerimaan negara.
  • Dua unsur cahaya yang terang dan gelap menggambarkan tugas dan fungsi dari DJP yang bertolak belakang, yaitu pelayanan dan penegakan hukum.
  • Arti dari masing-masing jenis warna:
        - Emas: Kesejahteraan
        - Kuning: Kemitraan yang bersahabat
        - Biru: Profesionalisme
        - Biru kehitaman: Ketegasan

Unit Organisasi

sunting

Tahun 1988 Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari satu sekretariat, 6 Direktorat dan 2 Pusat. Kemudian pada tahun 1994 Kantor Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari 1 Sekretariat dan 8 Direktorat. Terakhir pada Desember 2006 berdasarkan PMK 131/PMK.01/2006, susunan organisasi Kantor Pusat DJP berubah kembali,terdiri dari 1 Sekretariat dan 15 Direktorat dan 1 Pusat yang dipimpin pejabat eselon II a yaitu:

  1. Sekretariat Direktorat Jenderal
  2. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan
  3. Direktorat Peraturan Perpajakan I
  4. Direktorat Peraturan Perpajakan II
  5. Direktorat Keberatan dan Banding
  6. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian
  7. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
  8. Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
  9. Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
  10. Direktorat Penegakan Hukum
  11. Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi
  12. Direktorat Transformasi Proses Bisnis
  13. Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur
  14. Direktorat Intelijen Perpajakan
  15. Direktorat Perpajakan Internasional
  16. Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan

Selain itu terdapat juga 4 Tenaga Pengkaji, yaitu:

  1. Tenaga Pengkaji bidang Pelayanan Perpajakan
  2. Tenaga Pengkaji bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Perpajakan
  3. Tenaga Pengkaji bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan
  4. Tenaga Pengkaji bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia

Sedangkan unit kerja vertikal di daerah meliputi Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Saat ini terdapat 33 Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia, yang dipimpin pejabat eselon II a, yaitu:

  1. Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, di Jakarta
  2. Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, di Jakarta
  3. Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, di Jakarta
  4. Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat, di Jakarta
  5. Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan I, di Jakarta
  6. Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II, di Jakarta
  7. Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur, di Jakarta
  8. Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara, di Jakarta
  9. Kantor Wilayah DJP Aceh, di Banda Aceh
  10. Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I, di Medan
  11. Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara II, di Pematang Siantar
  12. Kantor Wilayah DJP Riau, di Pekanbaru
  13. Kantor Wilayah DJP Kepulauan Riau, di Batam
  14. Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi, di Padang
  15. Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, di Palembang
  16. Kantor Wilayah DJP Bengkulu dan Lampung, di Bandar Lampung
  17. Kantor Wilayah DJP Banten, di Serang
  18. Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I, di Bandung
  19. Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II, di Bekasi
  20. Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III, di Bogor
  21. Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I, di Semarang
  22. Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II, di Surakarta
  23. Kantor Wilayah DJP DI Yogyakarta, di Yogyakarta
  24. Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I, di Surabaya
  25. Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II, di Sidoarjo
  26. Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III, di Malang
  27. Kantor Wilayah DJP Bali, di Denpasar
  28. Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara, di Mataram
  29. Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat, di Pontianak
  30. Kantor Wilayah DJP Kalimantan Selatan dan Tengah, di Banjarmasin
  31. Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur dan Utara, di Balikpapan
  32. Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara, di Makassar
  33. Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara, di Manado
  34. Kantor Wilayah DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku, di Jayapura

Daftar Direktur Jenderal

sunting

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b A. D. Afriyadi, “Sah! Suryo Utomo Jadi Dirjen Pajak,” detikfinance, 2019. [Online]. Available: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4767915/sah-suryo-utomo-jadi-dirjen-pajak. [Diakses: 01-Nov-2019]
  2. ^ Selayang Pandang Direktorat Jenderal Pajak[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Logo Direktorat jenderal Pajak